Jumlah Pemilih Difabel Potensial Lewati 137 Ribu
JAKARTA, Jawa Pos – Cukup banyak pemilih yang perlu mendapat pelayanan khusus dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Berdasar hasil analisis data penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4), jumlahnya mencapai 137.247 pemilih yang terbagi dalam disabilitas fisik, netra, rungu, mental, fisik mental, dan lainnya.
Komisioner KPU Viryan Aziz menyatakan, data di DP4 masih sementara. Sebelum daftar pemilih tetap (DPT) ditetapkan, masih ada dua tahap yang harus dilalui. Yakni, sinkronisasi dengan DPT terakhir serta pencocokan dan penelitian (coklit).
Menurut Viryan, akurasi data pemilih difabel dibutuhkan untuk menyesuaikan fasilitas di tempat pemungutan suara (TPS) saat pelaksanaan pemungutan suara. Agar datanya akurat, pihaknya sudah menginstruksikan coklit dilakukan dengan sangat teliti. ’’Harus berbasis pada dokumen yang legal. Di situlah dilakukan semua konfirmasi data disabilitas,’’ ujar mantan komisioner KPU Kalimantan Barat tersebut.
Terkait dengan akses pemilih bagi penyandang disabilitas mental, Viryan menjamin tetap diakomodasi. Berdasar evaluasi Pemilu 2019, layanan terhadap pemilih difabel mental tidak menemui persoalan di lapangan. ’Ada apa nggak TPS gaduh karena ada penyandang disabilitas mental yang marah-marah? Misalnya begitu. Seingat saya, gak ada,’ karanya.
Sementara itu, Ketua Umum Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) Ariani Soekanwo berharap KPU bisa lebih maksimal dalam melakukan pendataan. Dia menduga jumlah pemilih difabel di lapangan lebih besar. Sebab, sejauh ini banyak yang enggan terbuka dengan kondisi anggota keluarganya.
’ Karena memang selama ini pendataan kelompok difabel yang masih krusial belum akurat. Masih banyak yang difabel, tapi belum dicatat sebagai difabel,’ ungkapnya saat dihubungi.
Ariani juga berharap TPS dipastikan mudah diakses. Sebab, meski dalam aturannya TPS harus memudahkan kelompok difabel, dalam praktiknya banyak yang tidak terpenuhi. Dia juga meminta penyelenggara tidak hanya terfokus pada penyediaan fasilitas di tahap pemungutan suara. Tetapi juga di berbagai tahapan krusial lainnya. ’’Yang tuli itu sosialisasinya perlu menggunakan bahasa isyarat biar lebih paham,’’ tuturnya.