Krisis Informasi Wabah Korona
KEPANIKAN warga terjadi di sejumlah tempat sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan dua warga Depok, Jawa Barat, positif terinfeksi virus korona (Covid-19). Orang mengalami panic buying dengan mendatangi sejumlah toko ritel dan apotek. Di apotek, warga panik dan membeli barang-barang kebutuhan kesehatan, khususnya obat-obatan, antiseptik, dan masker, dalam jumlah banyak. Di toko ritel, mereka memborong barang kebutuhan pokok atau sembako seperti makanan instan, minuman kemasan, hingga popok bayi secara berlebihan dalam tempo sesaat.
Jika menelisik berbagai berita terkait dengan merebaknya virus tersebut ke berbagai negara, kepanikan tidak hanya terjadi di Indonesia. Sejumlah negara menetapkan kebijakan khusus yang diberlakukan untuk mengantisipasi virus yang berasal dari Hubei, Tiongkok, itu.
Imbasnya pun beragam. Perhelatan laga sepak bola di Italia sempat dihentikan karena ketakutan jika terjadi kerumunan manusia. Demikian pula, Kerajaan Arab Saudi mengeluarkan aturan penundaan ibadah umrah. Pendek kata, wabah virus korona benar-benar berimbas terhadap berbagai aktivitas bisnis dan sosial kemasyarakatan.
Saat ini, lewat beragam media tersedia informasi wabah dalam beragam perspektif. Bahkan, terjadi situasi arus komunikasi informasi berlebih
(overload-communication) pada kasus wabah virus korona ini.
Keterlambatan merespons dan tiadanya informasi yang akurat berpotensi semakin meningkatkan kepanikan. Maka, penting bagi pemerintah atau pemangku kepentingan segara mengelola informasi publik secara profesional guna mengurangi krisis informasi publik.
Kebutuhan Informasi
Panic buying yang dipicu oleh setumpuk berita wabah virus memang berdampak psikologis bagi penerima berita atau informasi. Dampak selanjutnya akibat panic buying, sangat berpotensi terjadinya lonjakan harga akibat peningkatan permintaan barang. Namun, peningkatan harga tersebut kiranya tidak bakal berlangsung lama manakala pemerintah dapat menyelesaikan penanganan masalah virus tersebut secara cepat dan efektif.
Kini yang dibutuhkan sesungguhnya adalah sikap tidak panik dan mengajak masyarakat berdaya mengantisipasi kemungkinan terserang wabah virus korona. Dalam banyak rujukan ilmiah, pesan penting yang mesti disampaikan adalah menjaga ketahanan tubuh dan berperilaku sehat.
Menyampaikan pesan perilaku sehat tidaklah mudah. Orang mungkin berpengetahuan memadai, tetapi pada tahap melakukan tindakan sehatnya bisa berbeda. Sesungguhnya, situasi simpang siur informasi wabah virus yang membuat orang cemas dapat dimanfaatkan sebagai ruang komunikasi kesehatan yang efektif.
Di sinilah pentingnya negara atau para pemangku kepentingan untuk hadir dan merespons sigap. Kategori peristiwa wabah, termasuk virus korona, dalam rujukan UndangUndang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) termasuk informasi serta-merta. Kategori tersebut mewajibkan lembaga publik untuk menyediakan informasi secara terbuka dan dapat diakses dengan mudah.
Kesigapan informasi diperlukan. Kampanye besar-besaran dengan menyediakan informasi akurat harus disediakan. Berbagai media harus dimanfaatkan. Pemerintah boleh saja memberikan insentif kepada dunia usaha, tetapi bagaimana pembiayaan informasi bagi publik?
Penyediaan informasi yang mampu mencerdaskan sekaligus memandu masyarakat berperilaku sehat menjadi keniscayaan saat ini. Belajar dari negeri asalnya, Tiongkok, penanganan virus yang melibatkan kesadaran dan kesanggupan warga perlu dikelola secara baik. Ketahanan individu tak cukup. Tetapi, ketahanan yang bersifat kolektif akan menolong masyarakat terhindar dari risiko perebakan virus korona ini.
Kepanikan yang terjadi dalam pembelanjaan (panic buying) mungkin hanya salah satu dampak karena masyarakat tak cukup punya informasi memadai. Padahal, imbas wabah virus ini sangat multidimensi.
Karena itu, sekali lagi, penanganan masalah ini harus melibatkan banyak pihak dengan satu gerak bersama. Tak mudah memang, apalagi dalam dunia komunikasi informasi. Fasilitasi media, luberan dan beraneka informasi yang berseli_ weran membuat orang kadang mengalami kebingungan. Padahal, informasi berguna sebagai rujukan untuk mengambil keputusan bertindak.
Untuk menjalankan usaha bersama memandu warga agar mampu berdaya, tidak panik, dan berpartisipasi, diperlukan tindakan pengelolaan informasi secara komprehensif. Kini pemerintah tak harus jemawa, mampu menyelesaikan sendiri. Atau bahkan menutupnutupi informasi yang sebenarnya. Pemerintah harus membuka kerja sama dan bahkan dengan rendah hati meminta bantuan kepada seluruh elemen masyarakat.
Informasi Pemandu Publik
Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui informasi publik. Masyarakat tidak boleh dibiarkan tidak mengetahui wabah virus korona, apalagi masyarakat mengalami kebingungan serta kecemasan. Tugas para pemangku kebijakan untuk menjadikan warga waspada dan memiliki sikap bertindak sama.
Merujuk penanganan virus korona sebagai informasi publik yang wajib diumumkan serta-merta, kiranya diperlukan sejumlah tindakan nyata. Pertama, segera diterbitkan dan dipublikasikan produk informasi yang akurat. Misalnya, gejala virus dan antisipasi yang dilakukan masyarakat.
Kedua, informasi disampaikan secara masif melalui beragam media. Dalam hal ini, pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga media massa yang resmi. Sejauh ini lembaga media massa resmi memiliki kepercayaan di masyarakat. Tindakan itu diperlukan guna menghindari maraknya informasi hoaks. Selain itu, pemerintah bisa bekerja sama dengan lembaga perguruan tinggi dan lembaga sosial kemasyarakatan sebagai komunikator kesehatan masyarakat.
Ketiga, fact finding atau pencarian fakta-fakta yang berkaitan dengan informasi positif atau negatifnya persebaran korona. Ini sangat diperlukan guna membangun keyakinan masyarakat sekaligus untuk menjawab keraguan negara asing dalam antisipasi virus korona. Update informasi sangat membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap penanganan masalah ini.
Di era luberan informasi yang masif, pemerintah berkewajiban dan perlu mengimbangi ketersediaan informasi yang beredar. Informasi merebaknya wabah virus korona, diakui atau tidak, telah meluluhlantakkan berbagai sektor kehidupan. Karena itu, diperlukan kejelasan dan keterbukaan informasi agar masyarakat terhindar dari rasa cemas, ragu, dan curiga. Saat ini, sangat diperlukan pengelolaan informasi wabah virus korona secara profesional guna menepis kecurigaan dan kecemasan masyarakat. (*) *) Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga