Dianggap Kerjakan Double Job
DENI punya kans besar untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Dia menduduki peringkat ke-13 klasemen kualifikasi. Namun, jika aturannya satu negara satu lifter, dia sudah merangsek ke posisi ketujuh. Hampir pasti meraih tiket. Sayang, impian itu harus dikubur dalam-dalam. Deni dicoret dari pelatnas karena dianggap melakukan tindakan indisipliner. Menghilang dari pelatnas Kwini selama dua bulan.
Kenapa dipulangkan dari pelatnas?
Mungkin permasalahan menumpuk sejak tahun lalu. Kurang lebih, saya itu susah diatur.
Bisa dijelaskan detailnya?
Ada pembahasan kalau saya double job. Dianggap nggak fokus dengan pelatnas. Saya memang bekerja di tempat cross fit. Tapi, saya sekaligus memopulerkan angkat besi. Mereka (PB PABBSI) mengira itu mengganggu prestasi saya. Padahal, selama ini, saya tetap fokus dan bertanggung jawab. Buktinya, di SEA Games 2019, saya tetap dapat emas. Cuma, mungkin maunya yang disiplin. Ada di mes dan terlihat kapan saja. Lalu, ada permasalahan bahwa saya membawa keluarga. Tapi, itu juga ada alasannya.
Soal sering mangkir latihan?
Saya memang cari suasana baru. Saya ingin latihan sendiri untuk meningkatkan angkatan. Biar nanti fresh dan termotivasi lagi waktu kembali ke pelatnas. Saya izin latihan di tempat cross fit itu seminggu. Eh, belum sampai seminggu, saya dapat surat degradasi.
Sudah izin?
Sudah. Saya izin ke pelatih yang menangani saya, Pak Erwin (Abdullah, Red). Diizinkan oleh beliau.
Sempat disinggung soal Anda yang tidak mau tinggal di mes Kwini dan tinggal di apartemen?
Begini, kemarin kan Jakarta kebanjiran. Mes Kwini juga banjir. Padahal, saya bawa istri ke mes. Buat saya, istri itu berperan banget bagi karir saya. Dialah yang memotivasi, memperhatikan, bahkan memperbaiki nutrisi saya. Nah, waktu kebanjiran itu, saya nggak dapat kamar lagi. Ada, tapi harus sharing sama Eko (Yuli Irawan, Red). Cuma, saya aja yang manja, butuh kehadiran istri. Oleh tempat kerja saya, saya difasilitasi apartemen. Itu saya dibilang sombong. Agak sakit hati saya.
Sudah bertemu PB PABBSI?
Sudah tadi siang.
Hasilnya?
No hope.
Tiket ke Olimpiade kan sayang kalau dibuang...
Kalau soal Olimpiade, saya nggak. Sudah nggak ada jalan keluar. Sekalipun posisi saya sudah lolos, tetap enggak akan dikasih.
Kecewa pasti?
Siapa yang nggak kecewa. Atlet lain yang cari tiket belum tentu bisa. Ini yang tinggal setahap lagi, tinggal ikut satu kejuaraan lagi biar aman, malah enggak bisa main. Tapi, kembali lagi, saya terima kalau dianggap nggak disiplin. Mungkin disiplin itulah satu-satunya. Juara saja nggak cukup tanpa disiplin.
Apa rencana selanjutnya?
Saya tetap fokus buat PON. Ini bukan akhir segalanya. Soal yang dituduhkan double job itu, masih akan saya lakukan. Saya punya keluarga yang harus dihidupi. Apalagi, di tempat cross fit, saya bantu memasarkan angkat besi menjadi lifestyle. Supaya bukan cuma mereka yang ekonomi bawah yang mengenal angkat besi, tapi juga yang kelas menengah. Saya nggak merasa sendiri. Ada istri yang selalu senyum buat saya. Insya Allah semua baik-baik saja.
Harapan Anda?
Olimpiade sudah lewat. Tinggal PON. Saya harus jadi nomor satu lagi di Indonesia. Semoga masih ada harapan buat dilirik pelatnas lagi tahun depan. Kalau misalkan sudah emas PON, tapi tahun depan nggak pelatnas lagi, itu baru mau saya pertanyakan.