13 Pasien Tes di RSUA, 1 Orang Suspect
RUMAH Sakit Universitas Airlangga (RSUA) saat ini merawat satu pasien suspect virus korona. Pasien 60 tahun itu baru saja datang dari Amerika Serikat (AS). Dia mengalami demam, sesak napas, dan batuk. Kini sampel swab pasien berjenis kelamin perempuan itu telah diperiksa di Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Unair dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Direktur RSUA Prof dr Nasronudin SpPD-KPTI FINASIM mengatakan, pasien tersebut datang sendiri ke RSUA untuk periksa virus korona
Sebelumnya, pasien telah melakukan perjalanan dari AS. Dia juga sempat transit di Jepang tiga jam dan Singapura tujuh jam.
”Datang ke RSUA sudah panas danbatuk.Pasienjugamengeluhkan nyeri pada tenggorokan dan diobservasi di RSUA,” katanya.
Nasronudin menuturkan, pasien tersebut saat ini berstatus suspect virus korona. Kini pasien itu masih diobservasi RSUA dan mendapatkan perawatan. Kondisinya pun mulai membaik. Sesak di dada sudah tidak ada.
”Hasilnya masih kami minta dari LPT. Kami juga menunggu hasil dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenkes,” jelasnya.
Sejak Rabu (4/3), ada 13 pasien yang mendaftarkan diri untuk tes virus korona di RSUA. Namun, seluruh pasien tersebut diobservasi di rumah dan status mereka bukan suspect.
”Tetapkamites.Hasilnyajugamasih menunggu keluar,” kata dia.
Nasronudin mengungkapkan, sejak Indonesia menyatakan dua kasus terkonfirmasi virus korona, makin banyak warga yang berinisiatif memeriksakan diri setelah mengalami gejala-gejala panas, sesak napas, maupun batuk. Rumah sakit pun harus menyiapkan fasilitas dan alat pelindung diri (APD) lebih banyak.
”Sekarang, untuk belanja APD, memang agak kesulitan. Sebab, produk yang dimiliki para pedagang besar farmasi (PBF) terbatas,” ujarnya.
Saat ini pihaknya sudah melapor ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur terkait sulitnya mendapatkan APD. Sebab, APD menjadi kebutuhan penting dan pengadaannya tidak bisa mendadak.
”Kebutuhan di seluruh rumah sakit meningkat. Tidak hanya digunakan untuk penanganan virus korona,” kata dia.
Nasronudin berharap pemerintah mengimbau seluruh produsen APD di Indonesia untuk meningkatkan produksi. Mulai handscoon, masker, hingga hand sanitizer yang kini mulai langka. ”Karena sekarang yang membeli bukan hanya tenaga medis, tetapi masyarakat juga menyerbu membeli,” ujarnya.
Bahkan, rumah sakit juga kesulitan mendapatkan detektor suhu. Sementara kebutuhan detektor suhu juga banyak untuk screening awal. ”Kami meminta di-back up dinkes untuk kebutuhan APD. Hari ini (kemarin, Red) kami akan bersurat,” kata dia.
Saat ini RSUA memiliki 60 set pakaian universal precaution. Kini ditambah 300 set lagi. Kemudian, masker N95 ditambah 500-an, sepatu bot 30 pasang, dan kacamata google 15 set. ”Kami tambah semuanya karena kebutuhan semakin tinggi,” jelasnya.
Selain itu, RSUA telah merekrut sumber daya manusia (SDM) untuk menangani virus korona. Di antaranya, menambah 12 perawat, 2 apoteker, 4 transporter, 4 ahli gizi, dan 10 dokter umum. Tempat isolasi khusus infeksi juga ditambah dua lantai.
”Bisa menampung 30–50 orang. Kalau kasusnya naik, bisa menampung 60–100 orang. Kami siaga,” kata dia.
Selain itu, untuk menangani pasien virus korona, RSUA juga menambah dua respirator di ruang isolasi ketat. Kemudian memperbanyak monitor, termasuk central monitor. Juga menambah empat nebulizer dan alat rekam jantung.
”Jika ada dana, akan kami tambah lagi alat respirator. Harganya mahal, satu alat Rp 250 juta,” ungkapnya.
Nasronudin menuturkan, RSUA juga sedang berkoordinasi untuk mengembangkan robot pengantar obat dan pengukur suhu bersama Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Senin (9/3) RSUA akan melakukan rapat koordinasi dengan ITS.
”Kebetulan, Unair juga punya rumah sakit pendidikan dan prodi baru sains data. Jadi, kami ingin ada pengembangan robotik di rumah sakit. Semua nantinya serbasensor. Termasuk, membuka pintu maupun lift,” tutur dia.
APD Cukup, RS Siap Menjadi Rujukan
Upaya mencegah Korona terus dilakukan. Baik oleh Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim. Rumah sakit milik pemkot dan pemprov juga stand by. Terutama rumah sakit yang menjadi rujukan. Setidaknya ada 16 RS yang menjadi rujukan. Selain RSUD milik pemerintah, juga ada rumah sakit swasta.
Salah satunya RS PHC Surabaya. Humas RS PHC Surabaya Irvan Prayogo menerangkan dapat informasi soal rujukan sejak Rabu (4/3). “Setelah mendapat informasi itu, kami menyiapkan semua fasilitas sesuai dengan standar World Health Orginaztion (WHO, red),” ungkapnya kemarin (5/3). Standar itu antara lain ruangan tidak boleh bercampur dengan pasien lain, tekanan ruangan harus negatif, serta update keilmuan staf medis terkait penanganan virus korona.
“Ada satu ruangan yang akan kami fungsikan sebagai ruangan isolasi,” tambahnya. Ruangan itu bisa menampung dua orang. “Lokasinya nanti berada di Instalasi Gawat Darurat (IGD),” kata Irvan. APD petugas medis telah disediakan. Posisinya berada di IGD dan ruang perawatan.
Irvan mengatakan dipilih sebagai rumah sakit rujukan atas beberapa hal. Antara lain karena rumah sakit bertipe B pendidikan, memiliki fasilitas, serta SDM yang memadai. “Kami tak berharap ada orang yang terinfeksi Korona,. Tapi, penetapan status itu sebagai bukti kesiapan kami dalam melawan virus korona,” tuturnya.
Sementara itu, sebagai rumah sakit rujukan utama, RSUD dr Soetomo telah merampungkan seluruh persiapan. “Ada ribuan APD yang telah kami sediakan. Itu juga untuk meng-cover penanganan di ruang isolasi,” kata Direktur Utama RSUD dr Soetomo dr Dr. Joni Wahyuhadi, Sp.BS (K). Dia mengatakan untuk penatalaksanaan tetap merujuk peraturan sebelumnya. “Dari RS terbawa ke rujukan tertinggi,” tambahnya.
Joni menerangkan berdasar pertemuan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jatim kemarin (5/3), gubernur menginstruksikan rumah sakit untuk melakukan prosedur dengan tepat. “APD tim medis tidak boleh ada yang terlewat. Semuanya harus steril,” ungkapnya. Terutama di ruang isolasi khusus. Screening akan dilakukan. Pasien suspect akan dipantau. Selain itu, pendalaman epidemologi juga dilakukan.
Kepala Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dan Humas RSUD dr Soetomo dr Pesta Parulian SpAn menambahkan terkait alur pasien yang dirujuk ke RSUD dr Soetomo tidak bisa dilakukan asal. “Setiap RS rujukan pasti punya doker spesialis paru. Nah, untuk bisa ke rumah sakit utama, ada tahapan-tahapan. Itu sudah diatur,” tutur Pesta. Intinya, pelayanan yang dilakukan di RSUD dr Soetomo jika kondisinya sudah mengarah ke sana.