Jawa Pos

Evaluasi Pasar yang Mati Suri

Ada Plakat, Tak Ada Pedagang dan Lapak

-

SURABAYA, Jawa Pos – Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya mencatat ada 81 pasar tradisiona­l di Kota Surabaya. Sebagian berkembang dan ramai. Namun, tidak sedikit pula yang cenderung sepi dan terkesan mati suri.

Dari penelusura­n, sebagian pusat perbelanja­an yang tak aktif berada di wilayah Surabaya Utara. Lokasinya tersebar di tujuh kecamatan. Salah satu pasar yang mati suri adalah Pasar Kertopaten. Plakat nama pasar tersebut terpampang jelas di perempatan Jalan Kertopaten, Simokerto. Papan nama itu sudah berdiri puluhan tahun. Meski begitu, plakat tersebut tak menandakan apa-apa karena sama sekali tidak ada aktivitas jual-beli seperti pasar pada umumnya.

Ditanya soal Pasar Kertopaten, Camat Simokerto Nono Indriyono mengaku sudah berkomunik­asi dengan PD Pasar Surya selaku pengelola. Kecamatan mengusulka­n agar keberadaan pasar itu dievaluasi. ”Kami minta plakatnya dicabut. Ada latar belakang usulan itu,” kata Nono.

Menurut dia, tidak ada lapak pedagang di Kertopaten. Yang ada hanyalah pertokoan. ”Pengurusny­a juga tak ada. Beda dengan Kapasan atau Tambahrejo,” tegas Nono.

Dia menjelaska­n bahwa pencabutan plakat penting untuk penataan wilayah. ”Kalau plakat dicabut, tak ada yang berani berjualan di lokasi tersebut. Arus lalu lintas akan normal,” tambahnya.

Selain Pasar Kertopaten, ada sejumlah pasar lain yang cenderung lenyap. Salah satunya Pasar Sukodono di Jalan KH Mas Manshur. Kondisinya tidak jauh berbeda dengan Kertopaten. Yakni, ada plakat, tetapi tidak ada pedagang. Selain Kertopaten dan Sukodono, Pasar Pesapen dan Bibis juga memerlukan perhatian. Hanya belasan pedagang yang berjualan di Pasar Pesapen. Pusat jual-beli berada di gang sempit. Bahkan, papan nama Pasar Pesapen masih berbentuk lawas dan berkarat.

Humas PD Pasar Surya M. Jaini mengakui adanya pasar yang tak aktif di utara. Keberadaan pasar sudah dievaluasi. ”Di Surabaya ada 81 pasar. Yang aktif 67 pasar,” kata Jaini.

Terkait penutupan pasar, dia menjelaska­n bahwa hal itu tidak bisa dilakukan secara langsung. Ada mekanismen­ya. PD Pasar Surya harus melakukan rapat dengan pemkot dan DPRD jika ingin menutup pasar. ”Pendirian pasar memiliki dasar hukum. Jadi, tak bisa ditutup begitu saja,” kata Jaini.

Dia menambahka­n, banyak penyebab sebagian pasar tak bisa berkembang. Tidak saja akibat bertambahn­ya toko modern. Pertumbuha­n toko kelontong juga berpengaru­h pada pasar tradisiona­l. Jaini menegaskan bahwa PD Pasar Surya terus mengevalua­si pasarpasar tradisiona­l.

Jaini menegaskan bahwa tak semua pasar di kawasan utara mati. Sebagian justru berkembang pesat. Semisal Pasar Pabean dan Kapasan.

Kedua pasar itu jadi ikon kota Surabaya. Tidak saja ramai. Pasar jadi tempat untuk wisata. “Contohnya Pasar Pabean yang banyak didatangi turis,” kata Jaini.

Nono menambahka­n bahwa sebenarnya ada satu pasar lagi yang perlu dievaluasi. Yakni Pasar Aswotomo. Pusat perbelanja­an di Jalan Sidodadi itu juga terkesan tak berkembang.

Tak banyak pedagang yang berjulan di pasar. Selain itu, sebagian lapaknya juga tak tertata. Pasar jadi tempat meletakkan barang-barang bekas. Termasuk besi-besi tua. “Lokasi itu juga sering dipakai mangkal PKL. Makanya kami pantau,” katanya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia