Jawa Pos

Di Kantin Duduk Harus Nyerong dengan Jarak 1 Meter

Kami mengontak beberapa orang Indonesia yang tinggal di Denmark, Italia, Republik Irlandia, dan Filipina. Berikut ragam pengalaman mereka tinggal di negara-negara yang menetapkan kebijakan lockdown akibat wabah virus korona.

- TAUFIQURRA­HMAN, JakartaADI­NDA W.A.-FAHMI S., Surabaya, Jawa Pos

MARET ini sebenarnya Dessy Wina Harjani, suami, dan ketiga buah hati sebenarnya berencana pulang kampung

Tapi, perkembang­an terakhir di Denmark, negara tempat dia tinggal sejak 2000, memaksanya berpikir ulang.

”Lihat kondisi dulu lah. Kalau terpaksa ya batal pulang ke Indonesia,” tutur dia saat dihubungi Jawa Pos pada Jumat jelang tengah malam (13/3) atau sekitar pukul 17.00 waktu Kopenhagen, ibu kota Denmark.

Pada 11 Maret lalu Denmark jadi negara Eropa kedua yang mengumumka­n lockdown atau mengunci diri satu negara akibat wabah virus korona. Menyusul Italia yang melakukan dua hari sebelumnya. Dan, disusul Republik Irlandia yang melakukan partial lockdown sehari kemudian. Spanyol kemungkina­n juga akan mengambil langkah serupa.

Sejak awal Maret, jumlah kasus positif korona di negeri asal penulis dongeng tenar H.C. Andersen itu mencapai lebih dari 800 orang. Dan sejak lockdown itu pula, Dessy yang bersuami pria Denmark dan dikaruniai tiga buah hati tersebut memilih untuk membatasi mobilitas. Berdiam diri di apartemen menunggu kondisi membaik.

Denyut keseharian di Kopenhagen, menurut perempuan 45 tahun itu, tampak menurun daripada hari biasanya. Semua pergelaran event, festival, dan berbagai bentuk keramaian yang melibatkan lebih dari 100 orang efektif dibatalkan.

Meski demikian, masyarakat setempat relatif tenang dalam menghadapi kondisi lockdown. ”Di jalan-jalan juga nggak ada yang pakai masker” tutur Dessy yang bersama keluarga tinggal di Distrik Herlev, Kopenhagen, itu.

Di Kopenhagen toko-toko dan supermarke­t yang menjual kebutuhan pokok masih buka. Namun, tempat-tempat keramaian seperti bioskop dan restoran besar sudah ditutup. Demikian juga dengan kegiatan sekolah maupun tempattemp­at penitipan anak (baby care) yang tersebar di seantero kota.

Tapi, ya tentu saja. Para penduduk Kopenhagen sudah mulai bersiap-siap dengan membeli kebutuhan pokok dalam jumlah besar. Dessy sudah sejak beberapa hari belakangan mulai berburu kebutuhan pokok.

”Bahan seperti roti, pasta, dan susu sudah mulai agak jarang.”

Lulusan magister Danmarks Tekniske Universite­t (DTU) itu menambahka­n, warga juga tak lupa untuk berburu alat-alat perlindung­an terhadap Covid-19. Terutama hand sanitizer. ”Hari ini (Jumat lalu, Red) sudah ada stok lagi. Tapi, setiap pembeli cuma boleh beli satu buah,” kata istri Thomas Jensen, 48, peneliti fisika di DTU tersebut.

Harganya juga naik. ”Biasanya 10 krone per botol sekarang jadi 20 krone,” tutur ibunda Dimas Conrad Jensen, 14; Seno Elliot Jensen, 10; dan Felix Karno Jensen, 5, tersebut.

Transporta­si publik seperti metro, bus, maupun taksi masih aktif melayani penumpang. Artinya, masyarakat masih bebas melakukan perjalanan dalam negeri. Penerbanga­n ke beberapa negara tetangga juga belum ditutup.

Di Calabria, Italia, Yovian Prasetya, seorang mahasiswa Indonesia yang ada di sana, menceritak­an betapa semakin lengangnya regione di selatan Italia tersebut. Sepanjang Jumat lalu (13/3), misalnya, hanya ada satu dua kendaraan yang melintas.

Masyarakat hanya melangkah keluar rumah bila benar-benar perlu. ”Minggu lalu saya masih bisa ke gereja, kegiatan seperti biasa. Tapi, sekarang harus stay di rumah,” kata Yovian saat diwawancar­a via telepon oleh Jawa Pos pada Jumat malam lalu

Meski jumlah korban Covid-19 di Calabria relatif kecil, wilayah tersebut terkena imbas lockdown seluruh Italia yang diumumkan

Perdana Menteri Giuseppe Conte pada Senin (9/3) waktu setempat. Tercatat lebih dari 17.660 kasus Covid-19 di negara tersebut.

Sebanyak lebih dari 250 orang meninggal dunia dalam waktu 24 jam terakhir, sebagaiman­a dilansir dari Italian Civil Protection via Firstpost. Italia menjadi negara Eropa dengan kasus Covid-19 tertinggi.

”Pusat pemerintah­an Italia di Roma sebetulnya belum berdampak terlalu parah. Tapi, kekhawatir­annya memuncak karena melihat pemerintah yang tidak bisa mengontrol persebaran virus,” kata mahasiswa magister jurusan developmen­t of tourist and cultural system tersebut.

Calabria adalah regione yang beribu kota di Catanzaro. Yovian dan mahasiswa Indonesia di Calabria mengaku tak merasakan perubahan signifikan pada hari pertama lockdown. Menurut dia, kepanikan paling besar terjadi di Milan dan kota-kota kecil di sekitarnya di Italia Utara. Misalnya, Codogn.

Hanya, kegiatan di seluruh negara itu memang menjadi dibatasi. Misalnya, pengunjung supermarke­t dibatasi. ”Harus ngantre dulu, gantian,” ujarnya.

Pada hari pertama restoran dan bar masih tetap buka. Namun, restoran dan bar wajib memastikan pengunjung­nya menjaga jarak minimal 1 meter.

Hal itu juga diterapkan di kampus dan tempat-tempat umum lain. Termasuk di Universita Della Calabria, tempat Yovian belajar. ”Kalau mau ke kantin, duduknya enggak boleh samping-sampingan. Harus menyerong dan wajib jarak 1 meter,” terang Yovian.

Namun, di hari selanjutny­a semua restoran dan bar ditutup tanpa terkecuali. Warga juga dilarang bepergian tanpa alasan yang jelas. Jika hendak melakukan aktivitas di luar rumah, setiap orang wajib mengisi form deklarasi.

Form yang bisa di-download secara online itu berisi keterangan keperluan kegiatan di luar rumah. Misalnya, bekerja, membeli bahan makanan, atau ke rumah sakit. Jika tidak punya printer, boleh ditulis dengan tangan saja.

Kata Yovian, ada polisi yang selalu bersiaga di jalan. ”Jadi, kita bisa diberhenti­kan di mana pun. Tinggal tunjukin surat itu, lalu tanda tangan polisi,” katanya.

Yovian yang saat ini tengah mempersiap­kan sidang masternya pada bulan depan lebih banyak menghabisk­an waktu di rumah. Keperluan sidang diurus secara online karena semua kantor administra­si tutup. ”Di luar itu sama sekali enggak ngapa-ngapain, kebingunga­n,” katanya.

Kepanikan juga terjadi di Irlandia. Perdana Menteri Leo Varadkar mengumumka­n bahwa sekolah, kampus, dan fasilitas childcare ditutup mulai Kamis (12/3) pukul 18.00 hingga 29 Maret mendatang waktu setempat.

Heru Maulana, 31, yang tengah menuntut ilmu di University College Cork (UCC), menuturkan bahwa ada beberapa universita­s yang bahkan sudah menutup kegiatanny­a hingga tahun akademik baru. Atau ada September mendatang.

Salah satu kecemasan terbesar warga Irlandia, menurut Heru, adalah supply chain. Persediaan kebutuhan pokok sangat menipis. ”Kondisinya sudah sepekan ini. Dua kali saya ke supermarke­t besar di sini, stok makanan habis.”

Selain roti dan bahan makanan, kebutuhan rumah tangga seperti tisu, handuk, sabun tangan, dan hand sanitizer juga ludes.

Sementara itu, restoran juga sangat sepi pengunjung meski tidak ditutup seiring dengan adanya isu bahwa Irlandia akan melakukan lockdown seperti Italia. Sebagai presiden Indonesian-Irish Associatio­n (IIA), Heru mengatakan, belum ada diaspora Indonesia di sana yang terjangkit Covid-19. ”Semua stabil dan terkendali,” tandasnya.

 ?? DESSY WINA HARJANI FOR JAWA POS ??
DESSY WINA HARJANI FOR JAWA POS
 ?? DESSY WINA HARJANI FOR JAWA POS ?? EFEK PANDEMI GLOBAL: Dessy Wina Harjani bersama suami dan ketiga anak di Kopenhagen. Foto atas, suasana di salah satu pusat perbelanja­an di Cork, Republik Irlandia, dengan rak yang tampak kosong.
DESSY WINA HARJANI FOR JAWA POS EFEK PANDEMI GLOBAL: Dessy Wina Harjani bersama suami dan ketiga anak di Kopenhagen. Foto atas, suasana di salah satu pusat perbelanja­an di Cork, Republik Irlandia, dengan rak yang tampak kosong.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia