Mengintip Sapi dan Tupainya
KABAR itu sudah santer ke tengah rimba. Sampai rayap pun, hewan tuli, sanggup mendengarnya. Bahwa nun di sana, di perkampungan tepi hutan, ada sapi dan tupai yang bersahabat.
”Apa bukti bahwa doi-doi itu bersahabat?”
Pertanyaan-pertanyaan itu berlontaran dari herbivor, karnivor, maupun omnibus law, eh, omnivor, yaitu hukum yang memakan apa saja, oh..maaf, binatang yang memakan apa saja. Mereka waspada. Sejak epidemi suatu virus sudah jadi pandemi, mereka bertekad tak termakan hoax.
”Beri kami daging segar, tapi jangan beri hoax sesegar apa pun,” pinta macan tutul.
Penuturan para leopard itu memekikkan para buaya. ”Idiiiih, jangan sombong! Kami juga ogah makan hoax walau segarnya kayak surga!”
”Yo mesti ae, Diiiik, Dik, wong kalian pemakan bangkai. Gimana bisa doyan hoax segar?”
”Eiiit, bangkai hoax pun kami tak akantermakan,”sesumbarsesepuh buaya semi-semi tersinggung.
Entahlah. Belakangan hewanhewan gampang sensi. Padahal, bisa dibilang tak ada isu-isu di rimba tersebut yang patut diduga menjadi biang keladi kemudahan tersinggung. Tak ada isu soal Jiwasraya, BPJS, sengketa Lapangan Persebaya, maupun penundaan Formula E hingga pemindahan ibu kota baru.
Kuda liar yang tersesat ke rimba itu juga tersinggung gegara susunya dijadikan bahan kelakar bisa menangkal virus korona. Semut, sebagai kerabat dekat rayap, juga tersinggung ketika disebut bahwa rayap binatang tuli. Baiklah, semut putih yang mampu membangun sarang megah itu tunarungu. Sudah tunarungu, tunanetra, tunawicara pula.
”Halah. Tuli, ya, tuli saja. Buta, ya, buta saja. Bisu, ya, bisu saja!” lantang babi, simbol shio orang jujur dan terus terang.
Pasangan Raja-Ratu Singa Sastro-Jendro menengahi. Menurutnya, blak-blakan baik. Tapi menjunjung unggah-ungguh lebih baik lagi. Ratu menyilakan Menteri Informasi Rimba Raya Kancil menanggapi penasarannya warga tentang bukti bahwa sapi dan tupai di kampung itu bersahabat.
”Mereka sering ketawa bareng, Paduka Putri,” jawab kancil.
”Sering cekakakan sama-sama itu belum bukti persahabatan. Ingat lagu Rhoma Irama? Teman banyak di meja makan... Ketawa-ketiwi duaan.. itu bukan bukti persahabatan.”
”Hmm... Anu.. Mereka juga sering menangis bersamasama, Paduka Putri.”
”Menangis sepenanggungan juga belum bukti persahabatan.
Banyak orang separtai maupun beda partai pernah menangis kolektif kolegial. Tapi apa yang kemudian terjadi...?”
”Namun, Paduka Putri, maaf, mereka binatang ternak, bukan binatang merdeka seperti kita. Mereka tidak berpolitik.” ”O, iya, ya...”
Kancil mengimbuhi bukti. Di perkampungan itu ada orang kaya kehilangan kambing. Disatroni orang-orang jahat dini hari. Orang kaya itu lantas memiara anjing penjaga. Anjing borju. Ratusan juta. Eh, tiga malam kemudian malah anjing itu yang dicuri oleh orang-orang jahat dari kabupaten sebelah tersebut.
”Nah, sejak si tajir miara sapi dan tupai ini, orang-orang jahat itu jiper datang lagi. Sapi dan tupai bahu-membahu mengusir mereka. Taktiknya bagaimana? Embuh! Info belum saya dapat,” lapor kancil.
Sepekan kemudian binatangbinatang merdeka berwisata ke tepi hutan. Mengintip dan mencari hiburan dari dua binatang ternak itu.
”Sapi, lihatlah!” teriak tupai berkaca-kaca dalam kurungan kawat yang dapat berputar dengan poros horizontal. ”Aku sudah berlari sangat jauuuuuh...Horeeee .... ”
”Kamu lari di tempat, Cuuuuk,” balas sapi terbahak-bahak, namun berkaca-kaca. ”Akulah yang berlari sangat jauh.”
Hah? Hewan-hewan merdeka di tepi hutan celingukan. Bukankah sapi itu sejatinya juga cuma muter-muter di poros pohon tambatan talinya?