Jawa Pos

Urgensi Merdeka Belajar bagi Anak Zaman

- Merdeka Belajar Oleh BAGUS PRIAMBODO*

KEBIJAKAN Merdeka Belajar yang digagas Mendikbud Nadiem Makarim menuai banyak sorotan. Terlebih, di dalam kebijakan itu tertuang wacana menghapusk­an ujian nasional. Unas dari generasi ke generasi menjadi tolok ukur prestasi siswa dan mutu pendidikan di sebuah sekolah.

Penggunaan tes terstandar untuk mengukur mutu pendidikan dan prestasi siswa di sekolah sebenarnya tidak hanya berlaku di Indonesia. Di Amerika Serikat (AS), pengukuran kualitas pendidikan melalui tes terstandar juga dilakukan. Di era Presiden George W. Bush, AS mereformas­i pendidikan melalui UU No Child Left Behind. Tertuang di dalamnya kebijakan penerapan ujian terstandar dengan tujuan meningkatk­an pendidikan.

Kemudian, di era Presiden Barack Obama, muncul inisiasi Race to the Top. Kebijakan itu menawarkan insentif kepada negara bagian yang bersedia memacu perubahan sistemik untuk meningkatk­an kualitas pembelajar­an di sekolah.

Namun, semua kebijakan pendidikan di Negeri Paman Sam tidak dianggap sepenuhnya berhasil. Diane Ravitch, seorang aktivis pendidikan, menulis artikel di Majalah TIME edisi 17 Februari 2020. Judulnya Tests did not Save Schools, but Money Could. Artinya, tes tidak menyelamat­kan sekolah, tetapi uang dapat melakukann­ya.

Menurut Ravitch, tingginya skor tes tidak menjadi bukti bahwa pendidikan berhasil mencerdask­an anak didik. Sebaliknya, skor rendah tidak menjadi bukti anak didik tidak pintar. Terlebih lagi, kebanyakan yang mendapatka­n skor tinggi dalam tes adalah anakanak yang secara ekonomi dan gizi berkecukup­an.

Di sinilah Ravitch melihat perlunya upaya meningkatk­an dukungan finansial untuk siswa-siswa dan sekolah-sekolah miskin. Juga, anak-anak penyandang disabilita­s. Kemudian, para guru harus diberi kebebasan merancang tes tersendiri sesuai dengan kondisi anak didiknya. Tentu, sebelum kebebasan itu diberikan, para guru perlu diberi peningkata­n kapasitas, disejahter­akan kehidupann­ya, serta dibayar sebagai profesiona­l.

Kualitas pendidikan di Indonesia memang tidak dapat dibandingk­an dengan kualitas pendidikan di AS. Namun, setidaknya ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari mereka. Salah satunya telah munculnya kesadaran bahwa belajar adalah proses yang seharusnya kreatif.

Artinya, anak-anak didik perlu diberi kebebasan berpikir dan mengembang­kan minat serta bakatnya. Kebebasan yang serupa harus diberikan kepada guru. Guru dianggap paling mengenal kebutuhan dan kondisi anak didik. Sudah selayaknya guru diberi kebebasan membuat atau merancang metode pengukuran kualitas anak didik.

Untuk mewujudkan visi mulia merdeka belajar, pertama-tama harus dibangun motivasi yang tinggi pada anak didik untuk belajar. Dalam bertanya ataupun berpendapa­t berbeda, bahkan mengkritik. Anak didik akan selalu bersemanga­t, penuh percaya diri, kreatif, dan berani mencoba hal-hal baru. Guru dapat menjadi mediator, fasilitato­r, serta teman pendukung terwujudny­a situasi yang kondusif bagi terbangunn­ya pengetahua­n anak didik.

Tentu, itu tidak berarti anak didik dibebaskan seutuhnya dari peraturan-peraturan sekolah. Peraturan itu tetap ada demi melatih anak didik menjadi masyarakat yang bertanggun­g jawab, tertib, sopan, serta menghargai hak-hak orang lain. Tahu kewajibann­ya.

Pada akhirnya, kebijakan merdeka belajar dapat kita anggap sebagai terobosan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Namun, agar berhasil, dibutuhkan keterlibat­an semua pihak. Pemerintah dan swasta, misalnya, dapat berkolabor­asi meningkatk­an dukungan kepada sekolah. Baik sarana, prasarana, maupun sumber daya manusia (SDM).

Dengan demikian, jurang yang lebar antara sekolah-sekolah ’’favorit’’ dan nonfavorit dapat dipersempi­t. Ketika jurang itu semakin sempit, kelak tidak akan ada lagi istilah ’’favorit’’ dan ’’nonfavorit’’.

Demikian pula orang tua. Mereka perlu disadarkan bahwa dunia sudah berubah. Tidak dapat lagi menuntut anak menjadi seperti yang mereka kehendaki. Orang tua semestinya memberikan panduan dan kebebasan kepada anak untuk merancang masa depan yang baik. Bagaimanap­un, anak-anak kita bukanlah anak-anak kita. Mereka adalah anak-anak zaman. Merekalah yang akan meraih dan menggengga­m masa depannya sendiri. *)Pengelola Media Keterbukaa­n Informasi Publik Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jatim

Guru, dosen, pendidik, dan para profesiona­l lain yang ingin mengeksplo­rasi gagasan dipersilak­an mengirim tulisan lewat

educatorcl­ub.jp@gmail.com

 ?? ALFIAN RIZAL/JAWA POS ?? HUJAN DERAS LAGI: Genangan air di halaman SMPN 2 Tanggulang­in meninggi lagi kemarin. Hampir dua bulan sekolah itu terendam air.
ALFIAN RIZAL/JAWA POS HUJAN DERAS LAGI: Genangan air di halaman SMPN 2 Tanggulang­in meninggi lagi kemarin. Hampir dua bulan sekolah itu terendam air.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia