Jawa Pos

Covid-19, Jangan Tunggu Separah DKI

- Oleh AINUN NAJIB Data scientist dan inisiator KawalCOVID­19.id, asal Gresik

SAMPAI kemarin, 26 Maret 2020, sudah ada 59 kasus positif Covid-19 di Jawa Timur, sementara di DKI Jakarta ada 515

Saya menulis ini dengan harapan pemerintah dan temanteman di Jawa Timur (Jatim) mawas diri dan melakukan berbagai persiapan untuk mencegah Jatim menjadi separah DKI.

Saya bukan ingin menakut-nakuti, tapi sejak Januari 2020 saya dan teman-teman KawalCOVID­19. id sudah memonitor data berbagai negara. Dari data yang bisa dilihat di worlddomet­ers.info atau who.

int, terlihat bahwa tanpa tindakan drastis dari pemerintah dan masyarakat, jumlah penderita Covid-19 akan dobel tiap tiga hari.

Jadi, dari 59 kasus di Jawa Timur kemarin akan menjadi 118 per 29 Maret, 236 tanggal 1 April, 472 tanggal 4 April, 944 tanggal 7 April, hampir 2.000 orang pada tanggal 10 April, … dan jauh melebihi 10.000 sebelum tanggal 20 April!

Fenomena penggandaa­n tiap tiga hari itu masih terjadi di antaranya di Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, dan Brasil. Bila Indonesia memperbesa­r kapasitas testing dan analisis labnya, niscaya akan terlihat bahwa jumlah kasus di Indonesia tergandaka­n tiap tiga hari.

Namun, dari berbagai negara itu, terlihat juga beberapa inisiatif yang berhasil menekan persebaran penyakit itu. Pertama: instruksi diam di rumah yang dibarengi dengan penertiban dari aparat bagi mereka yang melanggar. Di Singapura, mereka yang melanggar bisa didenda, dicabut izin kerjanya, atau bahkan dipidana. Italia juga memidanaka­n mereka yang keluar rumah, lalu menulari orang lain.

Kedua, membatasi mobilitas antarkota. Pada tanggal 20 Februari 2020, Korea Selatan melaporkan korban meninggal pertama dari penyakit Covid-19 dan segera di hari berikutnya menutup akses keluar-masuk Kota Daegu, episentrum penularan di sana. Juga Cheongdo, kota di mana pasien tersebut meninggal. Ketika akses dua kota itu ditutup, jumlah pasien Covid-19 di Korea Selatan baru 200-an. Mereka tidak menunggu sampai mayat bergelimpa­ngan sebelum mengambil langkah drastis. Sehingga berhasil menekan angka kematian dari penyakit itu hanya di 1,4 persen saja. Dengan jumlah kasus 9.000an saat ini, jumlah pasien yang meninggal di Korea ”hanya” 131 jiwa, sementara di Indonesia yang meninggal sudah 78 orang. Padahal, jumlah pasien baru 893 per 26 Maret 2020!

Pembatasan mobilitas antarkota itu penting. Sebab, berdasar data yang ada di https://infocovid1­9.jatimprov.go.id, ada delapan kabupaten yang memiliki kasus positif dengan klaster terbesar di Surabaya.

Kita harus melindungi kabupaten zona hijau dan kuning dari penularan lebih lanjut dan mencegah kabupaten zona merah dari risiko menulari. Dengan membatasi mobilitas antarkota sementara waktu.

Bagaimana caranya? Dengan, misalnya, menginstru­ksikan perantau untuk tidak mudik. Atau bila mudik, harus ada keterangan sehat dari dokter dan mau mengisolas­i diri selama 14 hari di kamar yang terpisah dari anggota keluarga sebelum berkumpul kembali.

Itu penting untuk mencegah penularan dari DKI yang sudah meluas. Terutama penularan kepada orang tua para perantau!

Berdayakan siskamling, posyandu, dan tokoh-tokoh masyarakat lokal untuk menjalanka­n fungsi edukasi dan penertiban di wilayah masing-masing.

Ketiga, testing masal. Satu contoh yang baik adalah Malaysia, yang memutuskan untuk mengetes 11.000 warganya yang menghadiri acara tablig akbar di Masjid Petaling Jaya, sumber penularan bagi sepertiga kasus Covid-19 di Malaysia (atau 600-an dari 1.800-an kasus).

Jatim bisa mencontoh langkah itu dengan, misalnya, mengetes semua pemudik yang masuk ke Jatim 14 hari terakhir dan semua perantau dari Surabaya yang pulang kampung 14 hari terakhir.

Keempat, pisahkan yang sakit dengan yang sehat untuk mencegah penularan lebih lanjut. Kota Wuhan membangun rumah sakit darurat hanya dalam waktu satu mingguan untuk menangani kasus-kasus ringan-sedang.

DKI sudah melakukan itu dengan membuka Wisma Atlet untuk kasus ringan-sedang (tidak membutuhka­n bantuan oksigen dan ventilator). Jatim bisa melakukan antisipasi yang sama dengan mengalihfu­ngsikan gedunggedu­ng pertemuan, asrama, sekolah, dan hotel untuk tempat isolasi orang dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan, dan mereka yang positif korona tapi gejalanya ringan-sedang.

Dengan menyiapkan fasilitas itu dari sekarang, Jatim menyiapkan rumah-rumah sakit hanya untuk menangani kasus-kasus berat.

Saya dan teman-teman mengapresi­asi langkah pencegahan dan transparan­si yang telah diambil Jatim. Misalnya dengan menaruh tempat-tempat cuci tangan di berbagai titik, meliburkan sekolah, juga menjaga kecukupan hand sanitizer dan masker.

Semoga keempat usulan kami bisa menjadi realitas di Jatim dan menyelamat­kan nyawa banyak orang di daerah asal saya. Jangan tunggu sampai separah DKI sebelum mengambil tindakan drastis.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia