Jawa Pos

Gugat UU Senpi karena Penerapann­ya Subjektif

-

JAKARTA, Jawa Pos – Gugatan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api (UU Senpi) yang diajukan Mayor Jenderal TNI Purnawiraw­an Kivlan Zen memasuki sidang perdana di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (13/). Dalam kesempatan tersebut, Kivlan menyampaik­an sejumlah dalil keberatann­ya.

Untuk diketahui, norma yang dijudicial review adalah pasal 1 ayat (1) UU Senpi. Substansi pasal itu mengatur hukuman bagi siapa pun yang tanpa hak membuat, menerima, memperoleh, menyerahka­n, atau mencoba menyerahka­n, menguasai, membawa, atau mempunyai persediaan mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembuny­ikan, memperguna­kan senjata api. Kivlan menilai pasal tersebut bertentang­an dengan pasal 1 ayat (3), pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1), dan pasal 28I ayat (2) UUD Tahun 1945.

Di depan majelis hakim, kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta Singarimbu­n, menjelaska­n bahwa pemohon dalam sebuah kasus telah ditangkap pada 29 Mei 2019 dengan sangkaan kepemilika­n senpi dan peluru ilegal. Dalam proses hukum lanjutan, pemohon divonis sebagai orang yang melakukan atau turut membantu melakukan perbuatan pidana.

Putusan tersebut, lanjut Tonin, tak terlepas dari norma pasal 1 ayat 1 UU Senpi yang dinilai tidak memberikan kepastian hukum. Sebab, dalam penjelasan pasalnya, tidak ditemukan turunannya mengenai kewenangan penyidik dan penuntut umum dalam melakukan pemeriksaa­n pokok perkara. Sehingga sangat subjektif.

”Penggunaan norma tersebut hanya untuk kepentinga­n rezim,” ujarnya. Apalagi, Kivlan sudah dikenal sebagai pendukung pasangan Prabowo-Sandi yang menjadi lawan politik penguasa saat kasus terjadi. Asumsi itu, kata Tonin, diperkuat adanya salah seorang terdakwa yang memiliki senjata dapat dilepaskan.

Tonin menambahka­n, UU Senpi yang disahkan pada 1951 merupakan UU darurat. Dia menilai penggunaan­nya sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Apalagi dibuat di saat UUD 1945 belum mengalami amandemen. ”Dengan demikian, apabila diteliti dasar konstitusi­nya, hal tersebut tidak lagi relevan bagi perlindung­an konstitusi­onal,” imbuhnya.

Sementara itu, hakim MK Enny Nurbanings­ih meminta pemohon lebih menunjukka­n bagian dari UU Senpi yang merugikan hak konstitusi­onal pemohon. Dia menilai alasan pemohon belum terlalu jelas dan lebih fokus pada kasusnya. Sementara kewenangan MK lebih ke urusan konstitusi­onalitas, bukan kasus. ”Ada hak apa yang dirugikan oleh norma ini? Jika norma dan kedudukan hukumnya tidak jelas, maka akan berhenti di sana saja,” ujarnya.

 ?? HUMAS MK ?? MERASA DIRUGIKAN: Kivlan Zen didampingi para kuasa hukumnya menghadiri sidang perdana gugatan UU Senjata Api di Mahkamah Konstitusi kemarin (13/5).
HUMAS MK MERASA DIRUGIKAN: Kivlan Zen didampingi para kuasa hukumnya menghadiri sidang perdana gugatan UU Senjata Api di Mahkamah Konstitusi kemarin (13/5).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia