Bicara Rendah Hati, kalau Ada Yang Gela Disenyumin Saja
Pada saat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ada Tim Pakai Masker dan Jaga Jarak yang bertugas. Mereka menyosialisasikan program sekaligus memberikan sanksi.
TIM tersebut bergerak di jalanjalan besar untuk memantau tempat usaha yang boleh buka dan tidak.
Misalnya, yang tampak pada Selasa siang (12/5). Dua mobil patroli Satpol PP Surabaya melaju pelan. Menyusuri Jalan Raya Nginden. Mata petugas di mobil bak terbuka itu cermat mengawasi deretan toko di sepanjang jalan tersebut.
Hampir sampai di jembatan N gintersebut berhenti. Djo ko Suwarno yang memimpin tim itu turun terlebih dahulu dari mobil. Dia langsung mendatangi toko yang menjual helm dan sarung tangan
Suara Djoko terdengar kalem saat bertemu dengan penjaga toko tersebut, Lee Amby Saiby, seorang pemuda 17 tahun. Dia memberi tahu bahwa saat ini masih masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap kedua hingga 25 Mei. Karena tidak termasuk yang dikecualikan, toko helm dan sarung tangan itu diminta untuk tutup. Tak ada perdebatan panjang dalam pertemuan tersebut. Lee hanya bilang bahwa dirinya harus memberi tahu pemilik usaha itu. Meski begitu, dia menandatangani berita acara penutupan.
”Mas, ini kasih ke ibuk e, ya,” ujar Djoko sambil menyerahkan surat pemberitahuan dan berita acara tersebut.
Petugas yang lainnya sempat dengan nada agak tinggi meminta L e e untuk menggunakan masker. Tapi, Lee yang sedang sibuk berkoordinasi nyaris tak mengacuhkannya. ”Iya, saya ada masker, Pak,” ujar Lee.
Bagi Lee, penutupan itu sangat berpengaruh pada kondisi perekonomiannya. Dia menceritakan, pekerjaannya hanya menjaga toko tersebut. Sebelum ada PSBB, meski sudah sepi, dalam sehari bisa laku sampai Rp 500 ribuan. Tapi, saat PSBB diberlakukan, tak ada pelanggan yang datang. Begitu ada yang menyambangi tokonya, yang datang malah satpol PP . ”Ya agak merugikan karena usaha saya cuma ini,” ujar dia.
Namun, para petugas itu bergeming. Bukannya mereka tak punya belas kasihan. Para petugas tersebut hanya menjalankan tugas yang diamanahkan kepada mereka saat PSBB.
”Kalau yang mau menerima dan tidak ngeyel, bisa lebih mudah diberikan pengertian. Tapi, kadang ya tidak semuanya begitu,” ungkap Djoko.
Ada saja yang tidak mau langsung menutup tempat usaha mereka. Para anggota satpol PP pun harus meladeni perdebatan tersebut. Kerap cukup lama. Bisa setengah jam. Bahkan lebih.
Yang sering ditemui Djoko dan anggotanya adalah pemilik usaha itu membanding-bandingkan degan tempat usaha serupa di lokasi berbeda. ”Di jalan ini ditertibkan, lha itu di Jalan Bratang dan Manyar kok dibiarkan,” kata Djoko menirukan.
Namun, petugas yang dinamai Tim Pakai Masker dan Jaga Jarak itu sudah terlatih. Sehari-hari mereka sudah biasa melakukan penertiban dan penyegelan. Bahkan saat pandemi Covid-19 belum berlangsung.
Pada saat pandemi ini, mereka mendapatkan tugas khusus untuk sosialisasi PSBB sekaligus penerapan sanksinya.
Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto mengungkapkan sengaja memberi nama Tim Pakai Masker dan Jaga Jarak. Tujuannya, semua anggota tim itu bisa meresapi tugas dan fungsi mereka. ”Ini sebagai bagian dari mitigasi tim itu. Ketika anggota tahu nama timnya itu, dia akan terus menyosialisasikan kepada siapa pun yang tidak pakai masker. Teguran akan diberikan,” ujar Irvan.
Selain Tim Pakai Masker dan Jaga Jarak, ada pula Tim Cuci Tangan Pakai Sabun. Tim tersebut bertugas untuk membantu penyemprotan disinfektan ke sarana publik.
Soal memberi nama tim dengan sebutan yang unik-unik itu memang sudah dikenal di lingkungan Pemkot Surabaya. Di satpol PP, Irvan punya Tim Odong-Odong yang bertugas patroli keliling kota, Tim Kaipang khusus untuk razia penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Juga ada Tim Asuhan Rembulan yang patroli gabungan malam hingga dini hari.
Saat menjadi Plt kepala dinas pemadam kebakaran, Irvan membentuk Tim Walangkadung dengan bekal sepeda motor yang bisa masuk ke kampung-kampung dengan gang sempit.
Tim Pakai Masker dan Jaga Jarak dibagi dalam dua kelompok besar. Pada Selasa itu, ada tim yang bertugas ke timur dan selatan Surabaya. Satu tim lagi bergerak dari pusat kota ke utara.
Satu tim terdiri atas sembilan orang. Masing-masing punya tugas berbeda. Ada yang bagian negosiasi. Ada yang bagian mencatat. Ada yang bagian menempel stiker pelanggaran. Ada yang bagian dokumentasi.
Di setiap tim tersebut diupayakan ada anggota perempuan yang ikut serta. ”Kan kita ini sudah hafal dari gerak tubuhnya, akan ada perlawanan atau tidak,” katanya.
”Kalau sekiranya kelihatan ngeyel, yang perempuan diminta maju dulu untuk mendinginkan,” ungkap Djoko.
Strategi seperti itu kerap berhasil dalam beberapa kali pemberian sanksi atas pelanggaran. Dia tak bermaksud untuk bermain dengan isu gender. Tapi, yang dilakukannya semata sebuah strategi dalam menjalankan tugas di lapangan.
Enny Fatmawati, 27, salah seorang anggota Tim Pakai Masker dan Jaga Jarak, menuturkan bahwa kadang tak mudah menjadi garda terdepan dalam penegakan aturan tersebut.
Meskipun dia sebenarnya sudah tiga tahun terakhir ini bergabung di Satpol PP Surabaya. ”Wis biasa ikut penertiban bangunan yang tak ber-IMB atau tower. Dulu awal-awal, yo ada gela dan nelangsa. Saiki wes biasa, disenyumin aja,” ungkap Enny.
Namun, keadaan di lapangan kadang membutuhkan improvisasi yang pas. Enny menceritakan bahwa aturanaturan di PSBB memang sudah detail. Tapi, yang ditemui saat bertugas itu membutuhkan pemahaman yang utuh.
”Jual pulsa masih diperbolehkan.
Tapi, ternyata ada yang jualan aksesori dan ponsel. Itu yang tidak boleh. Ya, kita lihat mana yang dominan,” ungkap dia.
Djoko juga menemukan adanya kasus orang yang membuka bengkel mobil. Tapi, juga berjualan velg. Bengkel mobil memang masih diperbolehkan untuk buka saat PSBB. Akan tetapi, berjualan velg tidak diperkenankan. ”Ya sudah, akhirnya velgnya ditutup,” kata dia.
Sejauh ini tim yang dipimpin Djoko itu belum pernah mendapatkan masalah berarti selama pemberian sanksi saat PSBB. Sebab, penutupan hanya sementara sampai kondisi pandemi Covid-19 mereda. Petugas di lapangan juga diminta untuk ”mengambil ngisore’’ saat berkomunikasi dengan pemilik usaha yang terimbas PSBB. ”Prinsipnya, kita ini ngemong masyarakat, pengusaha. Agar mereka tidak terlalu tertekan saat PSBB,” kata Djoko.