Terdakwa dan Semua Saksi Lansia
Kasus Kakek yang Didakwa Palsukan Tanda Tangan
SURABAYA, Jawa Pos – Sidang dugaan pemalsuan surat otentik jual beli rumah dengan terdakwa Liem Budi Santoso berlanjut. Kemarin (14/5) kakek 67 tahun itu menghadirkan enam saksi. Saksi yang dihadirkan juga sudah berumur. Rata-rata, mereka telah berusia 60–75 tahun.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kemarin, Budi mendengarkan keterangan saksi-saksi tersebut. Mereka adalah tetangga, ketua RT/RW, mantan lurah, hingga mantan camat yang telah lama pensiun. Sebab, enam saksi itu dianggap tahu tentang kepemilikan tanah di Pulo Wonokromo Nomor 110.
Selama sidang berlangsung, Sugiyanto paling banyak menjawab pertanyaan hakim. Sebab, dia paling muda. Yaitu, berusia 60 tahun. Pria yang pernah menjabat ketua RT di daerah Pulo Wonokromo tersebut mengungkapkan, sejak 2007 sampai 2014, rumah itu ditempati terdakwa. Bahkan, terdakwa sering membantu jika ada kegiatan lain di tingkat RT maupun RW. Bukan hanya itu, terang Sugiyanto, terdakwa terbilang sering sowan ke banyak tetangga rumah.
’’Terdakwa pernah mengurus surat permohonan. Dalam surat itu, saya diminta untuk mengetahui pernyataan bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara yang bebas. Saya tanda tangani karena ada bukti lainnya di lampiran,’’ ungkapnya.
Hal serupa didukung mantan pejabat lainnya. Yakni, mantan Lurah Wonokromo Bambang dan mantan Camat Wonokromo Mahmud Sariadji. Nah, dalam kesempatan itu, keduanya memang tidak mengetahui adanya jual beli. Namun, terkait dengan permohonan kepemilikan tanah, mereka ikut terlibat dalam proses tersebut. ’’Saya menyelidiki secara on the spot administrasi selama setahun. Saya tanya tetangga dan RT/RW-nya saat yang bersangkutan mengajukan permohonan hak milik. Memang, yang bersangkutan tinggal di sana sejak lama,’’ ujar Bambang. Dalam pengajuan itu, tidak ada keberatan dari pihak lain. Sebab, tanah itu dianggap milik terdakwa.
Sementara itu, Leonardus Sagala dan Ferdi, pengacara terdakwa, menyatakan, dari sidang diketahui bahwa rumah tersebut merupakan milik kliennya. Nah, sampai saat ini, tidak ada saksi dari jaksa yang menyatakan kliennya memalsukan surat. ’’Faktanya, tidak ada satu pun saksi yang menyangkal kliennya adalah pemilik yang menempati tanah tersebut sejak 1979,’’ katanya.
Di sisi lain, jaksa Kejari Tanjung Perak Didik Yudha Aribusono menuturkan bahwa keterangan saksi-saksi tadi kurang tepat sasaran. Sebab, keterangannya justru melebar ke ranah kepemilikan tanah. Dugaan adanya pemalsuan tanda tangan di surat otentik akta jual beli tanah itu justru tidak terjawab.