Zona Merah Dianjurkan Tak Gelar Salat Id Berjamaah
MUI Menunggu Pemetaan tentang Status Daerah Pemprov Jatim Keluarkan Edaran Boleh Salat Id di Masjid
JAKARTA, Jawa Pos – Bagaimana salat Id dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 menjadi perbincangan sepekan sebelum Lebaran. Bisa tidaknya dilakukan secara berjamaah di masjid atau tanah lapang, menurut Majelis
Ulama Indonesia (MUI), seharusnya memperhatikan kondisi terkini tiap-tiap daerah.
Wasekjen MUI Amirsyah Tambunan menegaskan, sesuai Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020, salat berjamaah di masjid, termasuk salat
Id, bisa dilakukan di daerah yang masih hijau. Dengan kata lain, kondisi persebaran virus SARS-CoV-2 masih terkendali. Sebaliknya, di zona merah, salat Id sangat dianjurkan dilakukan di rumah masing-masing
Persoalannya, kata dia, hal itu tidak bekerja apabila pemerintah belum punya peta yang jelas untuk melihat daerah yang berstatus zona merah ataupun hijau. ”Tapi, ini nggak bisa pemerintah sendirian. Semua pihak harus duduk bersama-sama,” kata dia kemarin.
Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Penanganan Covid-19, MUI, dan elemen masyarakat perlu membicarakannya. ”Harus dilihat satu per satu mana daerah yang merah, mana yang masih hijau,” lanjut dia.
Jika peta tersebut tidak tersedia, bakal ada keraguan dan rasa waswas apakah aman untuk melangsungkan salat Id secara bersama-sama. ”Kalau kondisinya seperti ini, menurut saya, sebaiknya menahan diri, tetap salat jamaah di rumah. Termasuk salat Idul Fitri di rumah saja,” imbau Amirsyah.
Relaksasi atau pelonggaran di tempat ibadah saat pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sempat diusulkan dalam rapat antara Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi (11/5).
Di bagian lain, Pemprov Jatim berbeda menyikapi pelaksanaan salat Id di masa pandemi korona. Surat edaran nomor 451/7809/ 012/2020 memperbolehkan masyarakat Jawa Timur melaksanakan salat Id berjamaah. Surat tersebut ditandatangani Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono.
Pada surat tersebut dijelaskan, ibadah diperbolehkan asal standar protokol pencegahan Covid-19 diterapkan. ”Pengelola silakan memperhatikan standar yang ditetapkan,” katanya.
Dia mencontohkan penerapan standar protokol kesehatan di Masjid Al Akbar Surabaya. Saf atau barisan salat diberi jarak. Lalu, baris pertama dan kedua disusun zig-zag. Tempat wudu juga diberi jarak. ”Tempat cuci kaki juga dicampur cairan pembersih,” ujarnya.
Untuk setiap jamaah, juga disiapkan tempat untuk menyimpan sandal. Nanti sandal dibawa masuk. Dengan demikian, begitu salat selesai, jamaah tidak berdesakan saat mencari sandal di halaman masjid. Jamaah juga wajib menggunakan masker serta menjalani pengecekan suhu tubuh di pintu masuk masjid. Pengelola akan menata arus masuk dan keluar.
Penerapan dan pengawasan di lapangan diserahkan kepada pengelola masjid dan kepala daerah. Heru meminta standar protokol wajib diterapkan. ”Dengan begitu, persebaran virus bisa diantisipasi,” ucapnya.
Sementara itu, Kementerian Agama akan menggelar sidang isbat (penetapan) awal bulan Syawal pada Jumat (22/5). Sidang akan menetapkan tanggal Hari Raya Idul Fitri 1441 H.
Menteri Agama Fachrul Razi dijadwalkan memimpin langsung sidang isbat. Karena masih dalam masa pandemi Covid-19, sidang isbat dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan sehingga tidak semua perwakilan hadir secara fisik di kantor Kementerian Agama.
”Sesuai protokol kesehatan, undangan untuk menghadiri sidang dibatasi hanya dihadiri Menag dan Wamenag, Majelis Ulama Indonesia, serta Komisi VIII DPR,” terang Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Agus Salim kemarin (16/5). Peserta lain, yakni dari unsur pimpinan ormas Islam, akan diundang mengikuti rapat melalui aplikasi pertemuan daring.
Lima Daerah Penuhi Syarat Kerja di Luar
Kebijakan work from home (WFH) bisa mulai dilonggarkan. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan, bekerja di luar rumah bisa dilakukan, tapi tidak untuk semua pekerja maupun jenis pekerjaan. Tetap ada golongan yang masih harus terus berada di rumah.
Dalam paparannya kemarin (16/5), pendiri LSI Denny J.A. mengatakan, tren pertambahan kasus terlihat mulai mendatar. Sebaliknya, dampak negatif pandemi terhadap ekonomi justru makin memuncak. Itu terlihat pada jumlah penganggur yang meningkat dan turunnya laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Karena itu, syarat untuk bisa kembali bekerja di luar relatif sudah terpenuhi. ’’Namun, tak bisa dilakukan secara serentak dan harus dilaksanakan secara bertahap,’’ terang dia. Sebab, grafik kasus setiap wilayah berbedabeda setelah PSBB diberlakukan.
Menurut Denny, untuk saat ini baru lima daerah yang sudah layak memulai kembali aktivitas ekonomi di luar rumah. Yakni, empat daerah yang evaluasi PSBB-nya masuk kategori B atau baik yang meliputi DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bandung Barat.
Satu wilayah lagi yang layak adalah Provinsi Bali. ’’(Bali) wilayah yang tidak memberlakukan PSBB, tapi tren kasus hariannya menurun,’’ lanjut Denny. Di luar itu, belum saatnya memulai kembali aktivitas ekonomi di luar rumah.
Meski demikian, tidak semua orang di wilayah tersebut bisa begitu saja keluar rumah untuk bekerja. Hanya mereka yang berusia 45 tahun ke bawah dan tidak memiliki penyakit komorbid seperti jantung, hipertensi, paru-paru, atau diabetes yang boleh keluar. Selebihnya, mereka yang berusia di atas 45 tahun atau memiliki penyakit komorbid harus tetap berada di rumah.