Minta PSBB Bisa Lebih Tegas
Bila Tidak Konsisten, Sekalian Bubar
SURABAYA, Jawa Pos – Ketegasan pemerintah dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dipertanyakan. Terutama di tempat ibadah setelah ada pelonggaran atau relaksasi untuk bisa menjalankan ibadah secara bersama-sama atau berjamaah. Padahal, berkerumun menjadi salah satu penyebab persebaran Covid-19.
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surabaya M. Arif’an menuturkan, semua pihak seharusnya menjaga diri dalam kondisi pandemi Covid-19 yang belum terkendali saat ini. Dia menyatakan bahwa pelonggaran hanya akan membuat jumlah kasus makin cepat merangkak naik.
’’Seharusnya kita menjadi pemimpin yang adil dan tegas. (Persebaran, Red) di Surabaya terus bergerak naik. Ayo, kita tahan semua taat dengan PSBB,’’ tuturnya.
Namun, menurut Arif’an, yang terjadi tidak begitu. PSBB yang dianggap ketat untuk memutus mata rantai persebaran Covid-19 ternyata malah tidak dipatuhi dan cenderung longgar. Dia meminta, bila ternyata dibuat longgar, sekalian tidak perlu ada PSBB. ’’Kalau kemudian PSBB gak perlu ada, enggak apa-apa buka semua saja. Sekalian buyar,’’ tegas dia.
Ada surat dari Pemprov Jatim yang memperbolehkan Masjid Nasional Al Akbar mengadakan salat Id, tetapi disertai dengan protokol penanganan kesehatan
Misalnya, memperpendek bacaan salat, mencuci tangan, memakai masker, pengecekan suhu tubuh, dan pengaturan jarak antarsaf minimal 1,5–2 meter.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, di Masjid Nasional Al Akbar, sudah dilaksanakan salat Jumat pada Jumat (15/5). Jamaah yang mengikuti salat harus melalui 12 protokol ketat. Termasuk diminta membawa masuk sandal agar mereka tidak bergerombol ketika keluar. Ada pula pengaturan jarak antarjamaah saat salat.
’’Sekalian saja seluruh masjid se-Surabaya dibuka. Kami sangat khawatir terjadi transmisi penularan virus korona dalam masjid atau di dalam salat Id,’’ ujar Arif’an.
Di pihak lain, Wakil Koordinator Humas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Surabaya M. Fikser menuturkan bahwa pemkot menyerahkan sepenuhnya aturan-aturan dalam PSBB kepada pemprov. Termasuk aturan di tempat ibadah. Perwali yang dibuat pemkot juga mengacu pada pergub. ’’Kalau soal tempat ibadah itu, ya sesuai provinsi saja. Surabaya lebih berfokus menangani pelacakan kontak erat pasien terkonfirmasi. Kami melacak sebanyak-banyaknya untuk memutus mata rantai persebaran Covid-19,’’ jelas dia.
Di tempat terpisah, Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya Romo Yosef Eko Budi Susilo menjelaskan bahwa seluruh gereja Katolik di lingkungan Keuskupan Surabaya masih menyelenggarakan misa secara online. Keputusan tersebut berlaku sejak akhir Maret lalu hingga 31 Mei. ’’Mendekati akhir bulan bakal dievaluasi lagi perlu diperpanjang atau ada pelonggaran,’’ katanya kemarin.