Jawa Pos

Ngos-ngosan, Operasi Sejam Serasa Empat Jam

Kelahiran di tengah pandemi Covid-19 membutuhka­n penanganan khusus. Terlebih jika si ibu terkonfirm­asi positif atau memiliki hasil reaktif pada rapid test. Tenaga medis harus bersiap membantu kelahiran dengan operasi Caesar.

- RETNO DYAH AGUSTINA, Jawa Pos

BERBAGAI rumah sakit sudah menerapkan skrining awal terhadap ibu yang hendak melahirkan. Baik dengan rapid test maupun yang lebih lengkap dengan RT-PCR (reverse transcript­ase-polymerase chain reaction). Tentu diiringi anamnesis awal dari kondisi tubuh dan riwayat kontak.

Hal tersebut menjadi data penting bagi tenaga medis untuk menentukan strategi apa yang dipakai. ’’Hasil swab kan lebih lama. Jadi, biasanya berpatokan dengan rapid test positif atau negatif dulu,’’ ucap dr Hendera

Henderi SpOG. Jika reaktif, si ibu akan ditangani layaknya pasien positif Covid-19.

Setiap tenaga medis yang menangani harus dilengkapi dengan APD. Penanganan kelahiran disarankan melalui operasi Caesar. Sebab, kelahiran normal juga memiliki risiko bagi tenaga medis yang menangani. ’’Ibu kan pasti ngos-ngosan, teriak kesakitan. Isinya droplet semua, masak disuruh pakai masker?’’ ucap Hendera, kemudian terkekeh

Dengan anjuran operasi Caesar, diharapkan risiko persebaran droplet lebih mudah dikontrol.

Apakahmenj­alankanope­rasiCaesar lebih mudah? Hendera mengungkap­kan,mulaipersi­apansaja,tenaga medissudah­ekstrahati-hati.Mereka harusmelen­gkapidirid­enganmedic­al scrub,apron,hazmatsuit,dansurgica­l gown.Empatlapis­digunakanu­ntuk melindungi seluruh bagian badan tenagamedi­s.Berlapis-lapispakai­an dan pengaman yang dikenakan tersebutte­ntumembuat­nyamudah berkeringa­t.’Mauruangop­erasisudah dibuat 18 derajat Celsius, ya tetap sajangucur,’ tutur Hendera.

Tenaga medis juga harus mengenakan masker N95 dan google sebagai pelindung wajah. Itu tentu memengaruh­i sirkulasi pernapasan. ’’Biasanya lebih lega udaranya. Sekarang kan mau tidak mau kita pasti mudah ngos-ngosan, CO2-nya juga ada yang terhirup lagi kan,’’ ucapnya. Bicara biasa saja jadi lebih lambat dan mudah terengah-engah. Apalagi melakukan operasi besar, pikirnya.

Rasa mudah lelah sudah bisa diprediksi. Meski, rata-rata operasi Caesar hanya membutuhka­n waktu satu jam. ’’Rasa capeknya itu seperti habis operasi empat jam,’’ tuturnya, kemudian terkekeh. Meski begitu, Hendera mengakui itu dilakukan demikeaman­andirisend­irisebagai tenaga medis. Jadi, ya harus nrimo.

Saat operasi dilakukan, biasanya ada lima tenaga medis di dalam ruangan. Sekali masuk, mereka harus bertahan hingga operasi benar-benar selesai. ’’Usai operasi juga ibu biasanya diobservas­i selama satu jam. Jadi, ya setelah itu baru kami boleh keluar,’’ jelasnya.

Hendera menyatakan, penanganan operasi pasien dengan Covid-19 sebenarnya lebih ketat ketimbang operasi pasien dengan HIV yang pernah dilakoniny­a. ’’Karena kita tahu penularan lewat darah, kalau saya ada luka, baru berisiko. Sedangkan Covid-19 ini lewat droplet yang bisa berisiko aerosol di ruang operasi,’’ jabarnya.

Setelah operasi, Hendera tentu harus menjalani serangkaia­n proses bersih-bersih. ’’Mencopot APD itu bukan sekadar lepas buang. Itu juga ada aturannya lho,’’ tegas Hendera. Setiap melepas satu lapis, dia harus mencuci tangan dengan alkohol. Lepas sarung tangan, cuci tangan. Melepas google dan masker, cuci tangan. Terakhir, dia harus mencuci tangan dari telapak hingga siku dengan air mengalir dan sabun. Total, dia harus mencuci tangan sampai lebih dari lima kali.

Terakhir, Hendera harus mandi di kamar mandi khusus bagi tenaga medis yang menangani kasus terkait dengan Covid-19.

Ritual tersebut dilakukan setiap Hendera melakukan operasi kelahiran. Meski sudah mandi di rumah sakit, dia tetap harus mandi lagi di rumah. ’’Pernah satu hari mandi lima kali karena operasi tiga kali,’’ kenangnya, kemudian tertawa. Meski terdengar sepele, mandi berkali-kali tersebut bikin hati lebih nyaman dan aman sebelum berkumpul lagi dengan keluarga.

Pengalaman operasi pasien dengan kondisi terduga Covid-19 juga dialami dr Manggala Pasca Wardhana SpOG (K). ’’Kita jarang sekali ya dapat yang sudah terkonfirm­asi, ya karena hasil tes juga tidak cepat. Sedangkan melahirkan tidak bisa ditunda kan,’’ ucap Manggala.

Manggala mengakui keringat yang dikeluarka­n selama operasi banyak bukan main. Bahkan, dia mengatakan, operasi dengan APD level III itu bisa bikin kurus. ’’Sekali operasi bisa berkurang sampai 500 gram lho,’’ ujarnya. Bukan hanya karena ketebalan APD, melainkan juga karena kompleksit­as operasi yang bikin dia dan tim harus berpikir taktis.

Keringat di badan sebenarnya tak menjadi masalah besar. Justru yang bikin gatal adalah keringat di wajah. ’’Kan kita nggak bisa ngelap,’’ ucapnya. Padahal, makin rumit keadaan pasien pasti bikin tenaga medis makin stres dan berkeringa­t. ’’Ya, kalau pas mata itu, cuma bisa kedip-kedip,’’ tuturnya.

 ?? HENDERA HENDERI FOR JAWA POS ?? MASIH KURANG SATU LAPIS: Dokter Hendera Henderi mengenakan hazmat suit di ruang transisi sebelum operasi. APD tersebut akan dilengkapi lagi dengan surgical gown di dalam ruang operasi.
HENDERA HENDERI FOR JAWA POS MASIH KURANG SATU LAPIS: Dokter Hendera Henderi mengenakan hazmat suit di ruang transisi sebelum operasi. APD tersebut akan dilengkapi lagi dengan surgical gown di dalam ruang operasi.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia