Polemik Pansus Dewan Berakhir
Covid-19 Dibahas di Komisi tanpa Telekonferensi
SURABAYA, Jawa Pos – Polemik pembentukan pansus Covid-19 di internal DPRD Surabaya berakhir. Voting di rapat badan musyawarah (bamus) memutuskan bahwa pansus tidak perlu dibentuk. Namun, keputusan itu harus dibayar dengan meniadakan seluruh rapat telekonferensi di tingkat komisi.
Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono mengungkapkan, usul pembentukan pansus Covid-19 diawali protes anggota dewan dalam rapat telekonferensi. Rapat daring itu dinilai tidak efektif. Banyak gangguan teknis dan keterbatasan waktu. ’’Kami putuskan untuk meniadakan telekonferensi,’’ kata Awi, sapaan akrab Adi.
Sejumlah anggota dewan sebenarnya sudah mulai terbiasa dengan rapat telekonferensi. Namun, ada juga yang menilai cara itu punya banyak kekurangan. Mulai gangguan sinyal hingga data-data angka yang hanya disampaikan lewat lisan.
Sebagai gantinya, rapat di tingkat komisi akan dilakukan secara tatap muka. Keputusan itu juga bukan tanpa risiko. Sebab, rapat tatap muka harus dihindari saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ruang komisi juga dinilai terlalu sempit.
Awi menyadari rapat tidak mungkin diadakan di ruang komisi yang ada. Karena itu, dia berkoordinasi dengan sekretariat dewan untuk mencari ruangan yang lebih luas. ’’Ada beberapa opsi. Yang paling besar ada di ruang paripurna. Lalu, ruang rapat badan musyawarah I,’’ jelas ketua DPC PDIP Surabaya tersebut.
Keputusan meniadakan rapat telekonferensi juga belum disampaikan kepada Pemkot Surabaya. Rencananya, Awi menemui Wali Kota Tri Rismaharini dan Sekda
Hendro Gunawan untuk membicarakan hasil kesepakatan dewan tersebut. Bagaimanapun, seluruh perwakilan dinas yang diundang ke rapat tatap muka harus mendapatkan izin dari kepala daerah.
Protokol rapat juga bakal dibuat. Mulai pengaturan jarak antar peserta rapat, wajib memakai masker, hingga pembatasan jumlah perwakilan dinas. ’’Kalau biasanya satu dinas bisa diwakili tiga-empat orang, nanti cukup satu saja,’’ ujar mantan wakil ketua DPRD Surabaya tersebut.
Wakil Ketua DPRD Surabaya A.H. Thony sebenarnya menghendaki adanya pansus sesuai dengan sikap Gerindra. Namun, setelah voting, mayoritas anggota bamus ternyata tidak sepakat. ’’Kami sangat menghormati keputusan itu,’’ katanya.
Thony menganggap pro-kontra di dewan sebagai hal yang lumrah. Sebelum bamus melakukan voting, usul pembentukan pansus Covid19 memang menyita waktu dan tenaga anggota dewan. Rapat bamus sempat diboikot pada
April lalu oleh lima fraksi pengusul. Tiga anggota dewan juga membahas permasalahan tersebut ke badan kehormatan (BK).
Menurut Thony, pihak yang mengusulkan pembentukan pansus punya pandangan yang sama. Mereka memandang persoalan Covid-19 bukan hanya yang terjadi saat ini, tetapi juga pascapandemi.
’’Tapi, forum memutuskan pengawasan dilakukan lewat komisi. Jadi, kami harus mengikuti keputusan itu,’’ ujar dia. Dia berharap seluruh anggota dewan bisa memanfaatkan rapat komisi dengan tatap muka nanti.
Thony juga meminta perwakilan pemkot menyiapkan data detail sebelum rapat. Selama ini data yang disampaikan melalui telekonferensi kurang memuaskan anggota dewan. Transparansi dari pemkot sangat menentukan sikap dan masukan dari parlemen. ’’Kalau gaya rapatnya masih seperti kemarin, ya penanganan Covid-19 tidak akan terukur dan buang waktu,’’ tegasnya.