Ke Jogja, Belajar Sejarah sambil Beli Bakpia
Tur virtual bisa mengajak Anda balik ke zaman Majapahit, menelusuri masa muda Bung Karno, atau mengunjungi Istana Raja Thailand. Geliat pelaku wisata, dengan harapan kelak saat pandemi berakhir peserta tertarik ikut tur beneran.
DUA puluh ribu tentara Mongol yang diperintah Kubilai Khan baru saja tiba di Singhasari. Mereka semua kecele
Raja Kertanegara yang ingin mereka serang rupanya sudah mati di tangan Bupati GelangGelang Jayakatwang.
Dalam kebingungan itu, datanglah Raden Wijaya, menantu Kertanegara. Ia mengajak tentara Mongol untuk bersama-sama menyerang Jayakatwang. Rencana mereka berhasil.
Jayakatwang kalah oleh serangan pasukan gabungan itu. Namun, rupanya tentara Mongol tetap berhasrat menanamkan pengaruhnya di Jawadwipa.
Dengan kekuatan yang tersisa, Raden Wijaya memukul mundur dan mengalahkan pasukan Mongol itu. Akhirnya, dia menjadi raja Majapahit pada 1293.
’’Majapahit lahir dari nama buah maja yang rasanya pahit,’’ kata Dimas Suryo, host tur virtual bertema The Lost City of Maja
pahit dari Bersukaria Tour, pada Minggu lalu (10/5).
Ah, rasanya ingin sekali kami, para peserta tur, termasuk Jawa
Pos yang ikut serta, masuk ke layar ponsel yang kami pegang. Menembus ruang dan waktu, menyaksikan langsung drama di era Kerajaan Kadiri, Singhasari, hingga Majapahit.
Wisata virtual seperti itu seakan menjadi pelarian sesaat ketika jenuh menyerang di tengah pandemi Covid-19 ini. Meminjam istilah anak-anak milenial, ’’membunuh kegabutan’’.
Pada Minggu siang lalu itu cuaca panas. Ponsel kami juga. Namun, kami tetap asyik mengikuti wisata virtual tersebut.
Tak apalah baterai ponsel cepat drop, kuota tersedot garagara aplikasi Zoom aktif terus. Yang penting pikiran kami terhibur barang sebentar. Saat itu kami membahas sejarah Trowulan sampai Demak. Dari masa Kerajaan Hindu-Buddha sampai Islam.
’’Wah, panjang bener ya trip kita hari ini. Harus ada lanjutannya ini,’’ kata Diah Siska, salah seorang peserta tur virtual.
Wisata sejarah di sepanjang tanah Jawa selesai. Sorenya kami beranjak –tentu secara pikiran saja, fisik tidak– mengikuti tur yang diselenggarakan PT Kereta Api Pariwisata (Kawisata). Kami diajak Beni, tour guide-nya, menyusuri Jalan Malioboro dalam tur virtual bertema The
Legend Jogja. Tampak toko-toko di sekitar jalan itu tutup.
Beni terus mengajak peserta berjalan hingga ke Istana Yogyakarta. ’’Jadi, dulunya Jogja ini pernah menjadi ibu kota negara pada 1946–1948. Gedung ini sekarang dipakai untuk menerima tamu negara. Atau kalau presiden ke sini, sering mampir juga,’’ paparnya sambil menunjuk ke arah bangunan yang dari luar tampak dominan berwarna putih itu.
Meski kami sudah pakai earbud, suara Beni sesekali tidak begitu jelas terdengar. Gambar di layar ponsel kami pun sempat buram. Waktu itu hujan di Jogja. Mungkin faktor sinyal.
Wisata di Jogja diakhiri dengan mengunjungi salah satu pusat oleh-oleh. Paket wisata virtual kali ini menawarkan pembelian bundling dengan bakpia yang bisa dikirim ke lokasi peserta wisata. Oh ya, kalau mau sekalian beli bakpia, tiketnya seharga Rp 55 ribu, belum termasuk ongkos kirim. Kalau minus bakpia, tiket cuma Rp 25 ribu. Sedikit berbeda dengan tarif tur Majapahit yang tiketnya seharga Rp 30 ribu.
Cara mengikuti wisata virtual ini sangat mudah. Pertama, ketahui dulu jadwal tur virtual yang diselenggarakan. Cek di akun media sosial penyelenggara tur virtual, misalnya Instagram @kawisata, @bersukariatour, @bandunggoodguide, @wisatakreatifjakarta, @jktgoodguide, dan akun-akun lain yang mengadakan wisata virtual. Pastikan akun itu asli agar kita tidak ditipu.
Setelah mengetahui jadwal tur, bayar tiket via transfer. Untuk beberapa penyelenggara tur, ada yang menetapkan tarif tiket di awal, ada juga yang menggunakan sistem pembayaran suka-suka (pay as you wish).
Untuk pengalaman terbaik, gunakan jaringan yang kuat dan stabil serta headset/earbud/ earphone. Tur ini juga bisa diikuti dengan mengecek akun media sosial atau website resmi penyelenggara. Beberapa lokasi wisata seperti Museum Louvre Paris, Buckingham Palace London, Monumen Nasional (Monas), dan lain-lain juga menyelenggarakan wisata virtual.
Bosan di dalam negeri, kami jalan-jalan –lagi-lagi secara pikiran saja, fisik tidak– ke Thailand. Berbekal tiket Rp 50 ribu, kemarin (16/5) kami mengikuti tur bertema Explore the City of Angels yang diselenggarakan Wisata Kreatif Jakarta. Devandy Ario Putro, pemandu wisata kami, mengajak kami berkeliling Kota Bangkok.
Kami mengelilingi Istana Raja, Jalan Khaosan-Rambuttri, Pasar Akhir Pekan Chatuchak, dan masih banyak titik pemberhentian lainnya. Wah, rasanya kami sudah membayangkan nikmatnya jajanan Thailand yang enak-enak itu. Astagfirullah, puasa!
Setidaknya pandemi ini berdampak pada 1,7 juta pelaku industri wisata di tanah air. Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Jatim Gondo Hartono menuturkan, pemasukan pelaku industri pariwisata mulai travel agent sampai tour guide saat ini tidak ada.
Sebab, aktivitas pariwisata sekarang benar-benar berhenti untuk sementara waktu sehingga pendapatan nol persen. ’’Akhirnya banyak dari mereka yang beralih jualan makanan atau buah-buahan untuk menyambung hidup,’’ katanya.
Founder Bandung Good Guide (BGG) Muhammad Anugrah Basysyar membenarkan bahwa semua bisnis terkait pariwisata tengah tiarap sekarang. Tantangan jadi kian berat lagi buat pendatang baru seperti BGG yang baru buka Februari lalu.
Egar menuturkan, wisata online itu bukan semata-mata untuk mencari pendapatan. Namun, yang terpenting bagi dia bisa terus menjalin relasi dengan para pegiat walking tour meskipun sedang di rumah saja.
Rute yang disediakan BGG dalam tur virtual cukup beragam. Misalnya, rute Gedung Sate En Omsreke. Peserta akan dibawa ke masa Hindia Belanda tahun 1920 yang berencana memindahkan ibu kota dari Batavia (Jakarta) ke Bandung.
Lalu, ada pula rute Bandoeng Stad Centrum yang menceritakan bagaimana peradaban Kota Bandung dibentuk. Opsi lain, rute Petite Story of Soekarno juga tak kalah menarik. Peserta akan diberi perjalanan tentang kehidupan Bung Karno ketika berada di Bandung.
’’Meskipun semuanya tentang sejarah, kami kemas dengan sederhana dan semodern mungkin,’’ lanjutnya.
BGG menganggap tur virtual itu sebagai teaser. ’’Jadi, kalau nanti pandemi sudah selesai, teman-teman yang awalnya sudah tur Kota Bandung secara online kemudian ingin melihatnya secara riil, yuk kita ajak jalan bareng,’’ tegasnya.
Waktu tur online BGG dilaksanakan setiap Rabu dan Minggu. Aplikasi meeting yang digunakan adalah Cisco Webex.
Terkait harga, BGG tidak punya patokan. Pihaknya memiliki tagline pay as you wish. Bayar sukarela sesuai dengan tingkat kepuasan peserta.