Jawa Pos

Gugatan Kepastian Status Honorer Kandas

MK Minta Pemerintah Beri Perhatian dalam Program Penataan ASN

-

JAKARTA, Jawa Pos – Kans para pekerja honorer untuk segera mendapat kepastian status melalui judicial review UndangUnda­ng Aparatur Sipil Negara (UU ASN) kembali kandas. Kemarin (19/5) Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perkara Nomor 9/PUU-XVIII/2020 yang diajukan 19 orang guru honorer dari berbagai daerah di Indonesia.

Sebelumnya 19 guru honorer itu menggugat pasal 6, pasal 58, dan pasal 99 UU ASN. Pasal 6 mengatur jenis ASN di mana hanya ada dua jenis, yakni pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Dengan definisi tersebut, pemohon menilai guru honorer tidak memiliki dasar hukum meski secara fakta masih banyak di sekolah.

Kemudian pasal 58 yang mengatur pengadaan ASN. Pemohon menilai semestinya pengadaan ASN menyediaka­n jalur khusus honorer. Sementara pasal 99 ayat 1 dan 2 yang mengatur PPPK tidak bisa diangkat sebagai PNS, nama lama ASN. Pemohon berharap PPPK yang berasal dari guru honorer masuk dalam pengecuali­an.

Dalam pertimbang­annya, MK berpendapa­t, pengadaan ASN merupakan kewenangan pemerintah untuk menjalanka­n fungsi pelayanan dan pembanguna­n. Untuk menjamin fungsi tersebut, ASN harus memiliki profesiona­litas berdasar kriteria kualifikas­i, kompetensi, dan kinerja yang dibutuhkan. Dengan demikian, prosesnya tetap harus memenuhi syarat.

”Keberadaan norma pasal 58 ayat (1) UU 5/2014 adalah untuk memberikan dasar hukum dalam memenuhi kebutuhan ASN dimaksud,” ujar hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan. Hal itu sebagaiman­a keputusan MK Nomor 6/PUU-XVII/2019.

Yang terpenting, lanjut Anwar, pemerintah harus memberikan ruang dan kesempatan yang sama kepada warga negara untuk ikut berkompeti­si dalam pengisian ASN. ”Sepanjang memenuhi persyarata­n yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan,” imbuhnya.

Sementara untuk isu PPPK pada pasal 99 ayat 1 dan 2, Anwar menyebut MK sudah memberikan tafsir pada perkara Nomor 9/ PUU-XIII/2015. Pada pokoknya,

MK sepakat dengan proses penerimaan PPPK dilakukan dengan penilaian objektif berdasar kompetensi, kualifikas­i, kebutuhan instansi, dan persyarata­n lain yang dibutuhkan dalam jabatan. Meski demikian, pegawai tidak lantas bisa naik menjadi PNS, terlepas apa pun latar belakangny­a.

”Jika seorang PPPK ingin menja di seorang PNS, yang bersangkut­an harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanak­an bagi seorang CPNS,” tuturnya.

MK juga meminta para tenaga honorer tidak perlu khawatir hak konstitusi­onalnya akan terlanggar dengan diberlakuk­annya UU ASN. Sebab, faktanya, UU ASN yang terkait dengan hak pegawai honorer tetap ada. Honorer pun bisa mengikuti tes PPPK.

Selain itu, pemerintah saat ini tengah menata manajemen ASN dalam jangka waktu lima tahun. Termasuk di dalamnya menyelesai­kan penataan terhadap honorer. MK meminta pemerintah mempertimb­angkan nasib honorer dalam penataan tersebut.

”Dalam hal ini, pemerintah agar mempertimb­angkan setiap kebijakan yang diambil untuk dapat melindungi hak-hak tenaga honorer dengan memperhati­kan persyarata­n khusus sesuai dengan tujuan pembentuka­n UU ASN,” pungkasnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia