Medical Call Center, Penanganan Rujukan Lebih Cepat
GRAFIK persebaran Covid-19 belum menunjukkan tandatanda penurunan. Persoalan komunikasi dianggap menjadi salah satu kendala percepatan penanganan. Karena itulah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya mengusulkan adanya medical call center (MCC).
Perwakilan IDI Surabaya dr Muhammad Shoifi menerangkan bahwa kecepatan komunikasi sangat memengaruhi kecepatan rujukan. Jika sistem rujukan tidak tertata, penanganan akan lama. ”Makanya kita perlu medical call center. Itu yang kita tidak punya,” kata Shoifi. Yang terjadi saat ini adalah mayoritas rumah sakit rujukan sudah penuh
Empat hari lalu masih PDP, tiga hari lalu sudah dinyatakan positif. Ini butuh penanganan cepat.”
RENI ASTUTI
Wakil Ketua DPRD Surabaya
MCC dibutuhkan sebagai komunikasi terpadu untuk memudahkan dokter dan rumah sakit mengambil keputusan.
Dia mencontohkan saat ada pasien, RS Bhakti Dharma Husada penuh dan RS Haji juga penuh. Maka, dokter perlu pegangan sistem untuk menentukan akan dirujuk ke mana pasien itu. ”Ternyata misalnya, di Unair ada kosong satu. Maka dengan MCC itu, semuanya akan cepat,” lanjutnya.
Jika sistem komunikasi masih seperti sekarang, dia khawatir ada pasien rujukan yang lepas. Kondisi itu jelas membahayakan.
”Kalau tidak ada RS yang menerima pasien, dokter melepaskan pasien ini untuk mencari sendiri. Dan itu jangan sampai terjadi,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti yang juga mengikuti jalannya telekonferensi mengatakan, yang dikhawatirkan dr Shoifi sudah terjadi. Reni mendapat laporan pasien dalam pemantauan (PDP) yang harus dirawat di RS non rujukan. ”Empat hari lalu masih PDP, tiga hari lalu dia sudah dinyatakan positif,” ujarnya.
Dokter sudah menanyakan bed di rumah sakit rujukan. Namun, semuanya penuh. Dia akhirnya terpaksa mengeluarkan uang pribadi untuk perawatan. Sebab, BPJS tidak bisa menanggung biaya pengobatan pasien yang diduga terjangkit Covid-19.
Pasien yang sehari-hari hanya berjualan bakso itu harus menghabiskan duit hingga Rp 26 juta. Masalahnya, pemkot tidak ikut campur dalam pendanaan pasien Covid-19. Sebab, seluruh biayanya ditanggung pemerintah pusat. ”Masak orang jual bakso tidak bisa dibantu. Sedangkan orang mampu yang baru turun saja sampai di bandara dibantu isolasi di hotel dan dibiayai penuh oleh pemkot,” jelas politikus PKS itu.
Penanganan di hilir juga perlu diperhatikan. IDI terus mewantiwanti masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan. Sebab, rumah sakit di negara termaju sekalipun tidak akan bisa menangani pasien jika jumlah kasus melebihi batas kemampuan rumah sakit.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Surabaya (Kadinkes) Surabaya Febria Rachmanita tidak menanggapi secara khusus mengenai usulan MCC itu dalam telekonferensi. Dia menerangkan apa saja yang sudah dilakukan pemkot. ”Kita lakukan rapid banyak sekali. Seluruh pasar dan pabrik-pabrik juga kami minta melakukan rapid test,” ujarnya.