Beban Berat Nakes di Puskesmas
Pemkot Akan Buka Posko Relawan
SURABAYA, Jawa Pos − Dokter puskesmas mengadu kepada Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti. Mereka mengadu beban kerja tenaga kesehatan di puskesmas terlampau berat.
Pertama, mereka tentu harus melayani pasien di puskesmas. Selama ada Covid-19, mereka juga harus melakukan tracing pasien setiap hari, mengantarkan pokak dan telur dari rumah ke rumah, melakukan rapid test di wilayah kerja, hingga bergabung di tim gerak cepat yang dibagi dalam tiga sif.
Mereka juga mengatakan bahwa para dokter dan perawat harus melakukan double job di asrama haji. Tempat itu disulap jadi gedung isolasi yang dilengkapi pelayanan medis.
”Kami hingga saat ini berusaha APD selalu terjaga dan pulang dalam kondisi steril agar orangorang tercinta kami aman,” ujar dokter itu dalam pengaduan tertulisnya. Dia khawatir tingginya beban kerja justru membuat banyak tenaga kesehatan berjatuhan.
Reni menerangkan, situasi memang semakin sulit. Para tenaga kesehatan di garda depan harus mati-matian menyelamatkan pasien Covid-19. Masalahnya, angka pasien positif terus bertambah. ”Orang sakit bertambah, nakes kewalahan, RS overload,” katanya.
Dia mengharapkan dinas kesehatan memperhatikan keluhan dokter tersebut. Menurut dia, setiap tenaga kesehatan memiliki limit kemampuan untuk bekerja. Para tenaga kesehatan, lanjut Reni, adalah prajurit garda depan. Kondisinya harus selalu dipantau.
Jika jumlah dokter yang menangani Covid-19 kurang, dia menyarankan pemda berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk pemetaan kebutuhan nakes. Selain itu, pembentukan tim relawan sangat diperlukan untuk meringankan beban nakes. ”Misalnya, membagikan pokak dan telur dari rumah ke rumah. Ini jangan dibebankan di puskesmas,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita menyinggung pendistribusian tenaga kesehatan ke asrama haji. Namun, jumlah yang diperbantukan tidak terlalu banyak. ”Yang diperbantukan 9 dokter dan 16 perawat,” ujarnya.
Keberadaan asrama haji memang sangat diperlukan. Yang dirawat di sana adalah mereka yang dinyatakan reaktif setelah rapid test. Mereka diisolasi selama 14 hari di sana. Selain itu, pemkot menyediakan fasilitas hotel dengan kapasitas 315 bed untuk isolasi. Semuanya dilakukan agar persebaran Covid-19 bisa dilokalisasi.
Relawan untuk Covid-19 juga akan dibuka. Diharapkan dengan tambahan bantuan dari relawan, pemberantasan Covid-19 bisa lebih cepat. Reni melihat kurva penularan Covid-19 belum menurun. Malah cenderung semakin naik selama dua kali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan. ”Memang tenaga relawan itu sangat dibutuhkan untuk saat ini. Karena situasinya sudah sangat mendesak,” ujar politikus PKS itu.
Surabaya termasuk daerah merah dengan klaster-klaster baru yang terus bermunculan. Apalagi, RS rujukan Covid-19 sudah overload. Untuk itu, perlu ada upaya-upaya ekstra untuk melandaikan kurva persebaran Covid-19.