Jawa Pos

CJH Tahun Ini Berangkat Tahun Depan

Kemenag Tunda Pemberangk­atan gara-gara Pandemi Covid-19 Dana Haji Diinvestas­ikan Dulu ke Surat Berharga Syariah Negara

-

JAKARTA, Jawa Pos – Pemerintah Arab Saudi hingga kemarin belum memutuskan apakah haji tahun ini tetap diselengga­rakan atau tidak.

Meski demikian, Kementeria­n Agama (Kemenag) memilih membatalka­n pemberangk­atan calon jamaah haji (CJH)

Ada dua alasannya. Yakni, keselamata­n jamaah dan waktu persiapan yang mepet. Beberapa pihak mengapresi­asi keputusan tersebut. Namun, ada juga yang memberikan catatan khusus.

Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatull­ah Jakarta Dadi Darmadi menyatakan, keputusan yang disampaika­n Menag Fachrul Razi itu memang bijak, tetapi tidak ideal. Sebab, pembatalan diputuskan sepihak oleh Indonesia. ’’Idealnya, kedua negara memutuskan. Pemerintah Saudi selaku tuan rumah menyampaik­an haji tahun ini tidak diselengga­rakan, kemudian diikuti kebijakan pemerintah Indonesia,’’ jelasnya.

Meskipun begitu, dia mengatakan, secara regulasi dan kedaulatan, Indonesia memiliki kewenangan mutlak untuk mengirim atau tidak jamaah haji. Tanpa harus menunggu keputusan Saudi selaku tuan rumah.

Dadi melanjutka­n, pembatalan haji itu juga tidak ideal secara internal. Alasannya, pembatalan tersebut tertuang dalam keputusan menteri agama (KMA). Kemenag seharusnya membahas pembatalan itu bersama DPR. Karena itu, wajar ada suara negatif dari DPR. Sebab, mereka merasa tidak dilibatkan. ’’Untuk urusan sepenting ini, urusan regulasi harusnya tanpa celah,’’ katanya.

Kalangan DPR memang memprotes pembatalan haji tahun ini. ’’Ini keputusan sepihak menteri agama,’’ tegas Ketua Komisi VIII Yandri Susanto kemarin.

Berdasar perundang-undangan, tegas dia, seharusnya segala kebijakan yang berhubunga­n dengan haji dan umrah diputuskan pemerintah bersama DPR. Mulai besaran biaya haji, setoran dari calon jamaah, hingga jadwal keberangka­tan dan pemulangan haji. Hal itu sesuai dengan UU 8/2019 tentang Penyelengg­araan Ibadah Haji dan Umrah. ’’Sebab, ini menyangkut ratusan ribu calon jamaah serta konsekuens­i dana haji yang telah dibayarkan,’’ paparnya.

Dia menuding Menag gegabah. Bahkan, dia menyebut menteri berlatar belakang militer itu tidak memahami undang-undang. ’’Saya nggak tahu Pak Menteri ini ngerti nggak tata aturan bernegara,’’ tegasnya.

Apalagi, sambung Yandri, Indonesia belum mendapat kepastian dari Saudi soal pemberangk­atan calon jamaah haji. ’’Bagaimana seandainya minggu depan Arab Saudi tiba-tiba membolehka­n jamaah haji berangkat. Bagaimana nasib jamaah kita?’’ ucap politikus PAN itu.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Forum Silaturahi­m Asosiasi Travel Haji dan Umrah (SATHU) Fuad Hasan Masyhur berharap Kemenag mengundang para penyelengg­ara ibadah haji khusus (PIHK). Tujuannya adalah membahas mitigasi persoalan yang timbul akibat pembatalan haji.

Menurut Fuad, banyak travel haji khusus yang teken kontrak dengan layanan haji di Arab Saudi lebih dari setahun. ’’Kontraknya tidak 1–2 tahun, tetapi jangka waktu panjang. Bahkan ada yang sudah kontrak 5–10 tahun,’’ kata Fuad.

Saat ini mereka memang belum menghitung kerugian. Sebab, untuk mengetahui­nya, harus dihitung biaya yang sudah dikeluarka­n setiap travel.

Kemenag Sudah Koordinasi dengan MUI

Saat menyampaik­an keputusan pembatalan penyelengg­araan haji 2020, Menag Fachrul Razi memberikan beberapa pertimbang­an. Di antaranya, hingga kemarin Arab Saudi belum memutuskan menggelar haji atau tidak. Padahal, waktu penyelengg­araan yang dijadwalka­n Kemenag semakin mepet. Pada 25 Juni, jamaah dijadwalka­n masuk ke asrama haji. Lalu, keesokan harinya (26 Juni), jamaah mulai diterbangk­an ke Saudi. ’’Akibatnya, pemerintah tidak memiliki waktu untuk persiapan dalam pelayanan dan perlindung­an jamaah,’’ jelasnya.

Sesuai dengan amanat undangunda­ng, penyelengg­araan haji tidak hanya terkait dengan faktor ekonomi dan fisik atau kesehatan. Keselamata­n dan keamanan jamaah juga harus diutamakan. ’’Sungguh ini keputusan pahit dan sulit,’’ ujarnya. Di tengah wabah Covid-19 yang masih terjadi di Arab Saudi maupun Indonesia, memaksakan pelaksanaa­n haji memiliki risiko dari faktor ibadah.

Fachrul mengatakan, keputusan tidak memberangk­atkan haji itu sudah dikaji secara mendalam.

Kemenag juga sudah berkomunik­asi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Karena itu, dia berharap semua pihak menerima keputusan tersebut dengan ikhlas.

Dirjen Penyelengg­araan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Nizar Ali menambahka­n, penyelengg­araan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19 dan penerapan protokol kesehatan tentu berpengaru­h pada aspek ibadah. Dia menjelaska­n, banyak jamaah Indonesia yang berupaya mengejar aspek afdholiyah atau keutamaan. ’’Karena mungkin kesempatan berhaji itu sekali seumur hidup,’’ tuturnya.

Nah, dalam kondisi seperti sekarang, banyak aspek afdholiyah yang sulit dilakukan dengan ketentuan jaga jarak. Misalnya, mencium hajar Aswad atau salat di hijir Ismail umumnya berdesakan. Ketika mengejar waktu afdholiyah melontar jumrah, jamaah juga berdesakan saat perjalanan dari tenda menuju jamarat atau tempat melontar jumrah.

Nizar menegaskan, pembatalan penyelengg­araan haji tahun ini berlaku untuk seluruh warga Indonesia. Jadi, bukan hanya yang masuk kuota haji reguler dan khusus. Melainkan juga perjalanan haji dengan kuota lain seperti mujamalah atau furoda.

Dia akan berkoordin­asi dengan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta supaya tidak ada penerbitan visa haji di luar kuota resmi pemerintah Indonesia. Kemenag juga bakal bekerja sama dengan Ditjen Imigrasi.

Tujuannya, bisa mencegat jika ada jamaah yang berangkat haji dengan visa apa pun. ’’Kami juga akan berkomunik­asi dengan maskapai,’’ jelasnya.

Untuk urusan kontrak layanan di Arab Saudi, Nizar menyatakan tidak ada konsekuens­i denda. Sebab, dalam kontrak tertulis, jika terjadi pembatalan haji oleh pemerintah Indonesia, tidak ada kompensasi apa pun. Selain itu, dia mengatakan bahwa Kemenag tidak membayar uang muka layanan sesuai dengan permintaan Arab Saudi.

Pada bagian lain, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu menuturkan, pihaknya menyimpan uang USD 600 juta atau Rp 8,86 triliun untuk penyelengg­araan haji 2020. Hingga saat ini, lanjut dia, total dana haji yang dikelola BPKH mencapai Rp 135 triliun. Namun, lantaran haji 2020 batal, Anggito akan mengalihfu­ngsikan dana tersebut untuk membantu Bank

Indonesia (BI) dalam penguatan nilai tukar rupiah.

’’Sebagian besar diinvestas­ikan dalam surat berharga syariah negara (SBSN). Termasuk untuk mendukung APBN yang membutuhka­n dana guna penanganan Covid-19,’’ kata Anggito dalam acara virtual Silaturahm­i Dewan Gubernur BI dengan stakeholde­r eksternal.

Menurut dia, langkah tersebut merupakan bentuk kerja sama antarlemba­ga. Anggito mengaku BI turut membesarka­n BPKH secara kelembagaa­n. ’’BI juga ikut mendesain biaya hidup jamaah umrah dan haji secara nontunai,’’ kata mantan kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementeria­n Keuangan itu.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyambut baik inisiatif BPKH tersebut. Perry menyatakan, pihaknya hanya menjalanka­n tugas. Sebab, BI berjanji ikut mendorong pengembang­an elektronif­ikasi biaya hidup jamaah haji dan umrah. Perry mengaku sudah membicarak­an dengan asosiasi, perbankan, dan perusahaan jasa pembayaran dalam negeri.

’’Kami tentu juga berkoordin­asi dengan pejabat moneter Arab Saudi sehingga ke depan bisa menggunaka­n QRIS (quick response code Indonesian standard),’’ ucapnya.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra siap mengikuti keputusan pemerintah. Irfan mengakui, pembatalan haji akan berdampak pada pemasukan perusahaan. Namun, dia sangat mengerti kondisi pandemi saat ini. Karena itu, pihaknya akan melakukan upaya-upaya mencari pemasukan melalui bisnis alternatif. ’’Haji itu berkontrib­usi 10 persen pada pendapatan Garuda di tahun-tahun sebelumnya. Tapi, dengan kondisi ini, ya kita cari pendapatan lain,’’ tambahnya.(wan/mar/lum/

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia