Kasus Nurhadi Jalan Masuk Ungkap Mafia Hukum
KPK Diminta Kembangkan Pengusutan Suap Peradilan
JAKARTA, Jawa Pos – Penangkapan Nurhadi dan menantunya adalah rangkaian pengungkapan sindikat mafia hukum yang dilakukan KPK sejak lama. Kasus itu seperti membongkar kotak pandora tentang praktik kotor di dunia peradilan. Sindikat tersebut meliputi panitera, advokat, pejabat MA, dan kelompok pengusaha.
Kasus itu dikembangkan dari operasi tangkap tangan (OTT) panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution pada 2016
Edy diduga menerima suap dari Presiden Komisaris PT Lippo Group Eddy Sindoro melalui Doddy Ariyanto Supeno. Eddy Sindoro sempat kabur ke luar negeri setelah ditetapkan sebagai tersangka. Dia akhirnya menyerahkan diri pada Oktober 2018.
Kasus itu kemudian berkembang. KPK menetapkan advokat Lucas sebagai tersangka pada Oktober 2018. Lucas disangka menghalangi penyidikan lantaran membantu Eddy Sindoro kabur ke luar negeri. Semua tersangka dalam perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, peran Nurhadi dalam perkara suap panitera itu sudah lama mencuat. Bahkan, KPK sempat menggeledah rumah pribadi Nurhadi tak lama setelah OTT digelar. Saat itu KPK menemukan uang Rp 1,7 miliar. ’’Tentu hal ini relevan untuk digali kembali, untuk mencari keterlibatan Nurhadi,’’ paparnya kemarin (2/6).
Kurnia menyebutkan, dalam persidangan terdakwa Eddy Sindoro pada Januari 2019, terungkap adanya memo untuk Nurhadi. Memo itu terkait perkara hukum sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Eddy Sindoro. Nurhadi juga disebut pernah berkomunikasi dengan Edy Nasution terkait dengan pengurusan berkas perkara PT Across Asia Limited. ’’Padahal, perkara tersebut diketahui dijadikan bancakan korupsi oleh Edy Nasution dengan menerima suap dari mantan presiden komisaris PT Lippo tersebut,’’ terang Kurnia. KPK juga perlu menelusuri pihak lain yang diduga membantu Nurhadi melanggengkan perbuatan sindikat mafia hukum itu. Anggota Komisi III DPR Arsul
Sani mengatakan, penangkapan Nurhadi perlu diapresiasi. Sebab, Nurhadi merupakan orang kuat yang sulit disentuh penegak hukum, terutama ketika masih menjadi pejabat utama di MA. ’’Untuk memerika anggota Brimob yang menjadi pengawal di rumah Nurhadi saja, KPK kesulitan,’’ terang dia.
Arsul meminta KPK tidak berhenti pada kasus yang menyebabkan Nurhadi menjadi tersangka. Menurut dia, kasus yang saat ini disidik hendaknya menjadi pintu masuk untuk menyelidiki kasus-kasus suap di dunia peradilan.
Wakil ketua MPR itu mengatakan, jika berhasil mengembangkan penyidikan kasus Nurhadi, KPK akan membantu dunia peradilan untuk mendapatkan peningkatan kepercayaan. ’’Bukan saja dari masyarakat, tetapi juga dari dunia bisnis dan investor, termasuk investor asing,’’ tuturnya. Arsul menyatakan, ketika praktik suap bisa dibersihkan dari dunia peradilan, MA dan lembaga peradilan akan mendapatkan apresiasi. Khususnya dalam bidang pelayanan publik yang memudahkan perkara di tingkat pertama sampai MA.
Dia berharap kepercayaan baik dari lingkungan dalam negeri maupun kalangan dunia luar terhadap peradilan bisa terus meningkat. ’’Salah satunya dengan memastikan bahwa praktik suap tidak ada lagi dalam proses peradilan kita,’’ tegas Arsul.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, kasus Nurhadi sangat terbuka untuk dikembangkan. Hanya, saat ini pihaknya fokus melakukan pemeriksaan. KPK juga bakal menelusuri siapa saja pihak yang diduga melindungi atau membantu Nurhadi bersembunyi. ’’Infoinfo tentu akan kami terima. Info tersebut akan dikroscek dengan alat bukti lain,’’ ujarnya.