Enam Strategi Mewujudkan Smart School
SMART School merupakan solusi yang mendesak untuk menyongsong tatanan baru (new
normal) di dunia pendidikan. Sejumlah langkah perubahan perlu dilakukan sekolah untuk mewujudkan wajah baru sekolah pascapandemi Covid-19 itu.
Pertama, menerapkan protokol Covid-19. New normal diberlakukan dengan kesadaran penuh bahwa wabah masih ada di sekitar kita. Untuk itu, aktivitas sekolah diperbolehkan dengan syarat tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Mulai wajib mengenakan masker, mencuci tangan, hingga tetap menjaga jarak aman. Rujukannya adalah protokol penanganan virus korona di area pendidikan oleh World Health Organization (WHO).
Warga sekolah, kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua tidak perlu panik. Namun, harus tetap waspada dan berpartisipasi aktif mengantisipasi persebaran virus korona. Protokol kesehatan diterapkan dari anak berangkat ke sekolah, selama berada di sekolah, dan saat anak pulang sekolah.
Kedua, mengubah pola pikir tentang cara baru belajar. Perkembangan teknologi memungkinkan proses belajar dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan dengan siapa saja. Tanpa ada batas ruang dan waktu. Sayangnya, iklim pendidikan di Indonesia belum adaptif pada perkembangan itu. Studi dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) (2018) menunjukkan, masyarakat Indonesia, khususnya orang tua, masih terlalu percaya pendidikan formal di kelas merupakan satu-satunya jaminan memperoleh pekerjaan.
Penelitian Balitbang Kemdikbud menemukan model pembelajaran kelas formal hanya efektif untuk mengembangkan pengetahuan dasar. Tetapi, kurang efektif untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah secara kreatif dan inovatif. Karena itu, perlu lebih banyak pembelajaran campuran antara tatap muka dan digital.
Ketiga, mewadahi merdeka belajar anak. Konsep merdeka belajar memberikan ruang kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang mau dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya, dan cara mengukur ketercapaiannya. Tanpa memaksa anak untuk mempelajari atau menguasai sesuatu di luar bakat, potensi, dan kemampuannya. Sementara itu, guru bertugas menjadi fasilitator.
Keempat, guru harus adaptif teknologi. Penguasaan guru akan teknologi pembelajaran (technological pedagogical
knowledge) menjadi kompetensi yang sangat penting. Berdasar penelitian Universitat Oberta de Catalunya, Spanyol, kemampuan guru dalam mendesain strategi belajar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran online.
Kondisi saat ini, masih banyak guru yang sebatas memberikan tugas secara online tanpa adanya umpan balik. Atau, sebatas memindahkan pembelajaran satu arah dari yang biasanya di kelas ke ”ruang maya”. Kemendikbud perlu lebih memfokuskan pelatihan guru, terutama kemampuan pengintegrasian teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar. Mulai penyiapan calon guru di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) hingga program pelatihan untuk guru-guru yang sudah mengajar di sekolah.
Kelima, menerapkan model pembelajaran e-learning.
E-learning adalah suatu sistem pendidikan yang memanfaatkan TIK dalam proses belajar-mengajar. Menurut Rosenberg (2001), karakteristik e-learning bersifat jaringan. Mampu secara cepat memperbaiki, menyimpan, atau memunculkan kembali, mendistribusikan, sharing pembelajaran dan informasi.
Pembelajaran e-learning bisa dilakukan dengan menggunakan model blended learning dan flipped classroom. Model blended learning merupakan kombinasi pembelajaran langsung (faceto-face) secara online. Model itu memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat mengakses pelajaran. Sementara itu, model flipped classroom merupakan pembalikan prosedur pembelajaran tradisional. Yang biasanya dilakukan di kelas menjadi di rumah. Yakni, melalui menonton video pembelajaran, membuat rangkuman, membuat pertanyaan, diskusi dengan teman secara online, atau mencari sumber belajar.
Keenam, menciptakan Smart School Society (SSC). Konsep tersebut memungkinkan sekolah memanfaatkan teknologi modern (AI, robot, IoT, dsb) untuk mendukung aktivitas di sekolah. Dengan SSC, akan terwujud ekosistem sekolah yang cerdas. Orang-orang di dalamnya mendapatkan kemudahan dalam belajar.
Dengan tetap mendepankan sisi-sisi kemanusiakan sebagai masyarakat yang ”humanum”, menjaga hubungan yang harmoni dengan alam, sehingga terbangun ekosistem sekolah yang membelajarkan. (*)