Bantah Terima Uang, Saiful Ilah Ajukan Eksepsi
SURABAYA, Jawa Pos – ’’Uang apa? Saya tidak terima kok. Nggak ada operasi tangkap tangan.’’ Sanggahan itu diucapkan Saiful Ilah, bupati nonaktif Sidoarjo, di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (3/6). Dia membantah semua dakwaan jaksa KPK.
Versi Saiful, saat hari penangkapan, dirinya berada di dalam ruangan. Bukan di lokasi penangkapan. Saat itu tim KPK menanyakan tas hitam. Padahal, tidak ada tas itu di ruangannya. ’’Nggak ada uang kok. Tapi, KPK bilangnya ada. Kalau ada uang itu dibawa orang lain, bukan aku,’’ ucapnya.
Pernyataan Saiful tersebut bertolak belakang dengan dakwaan jaksa KPK. Dalam sidang perdana kemarin, jaksa menyebutkan bahwa Saiful menerima uang Rp 550 juta dari Ibnu Gopur dan M. Totok Sumedi, dua kontraktor proyek infrastruktur di Sidoarjo.
Jaksa KPK Arif Suhermanto menyatakan, penerimaan suap itu terjadi dalam kurun waktu Juli 2019–Januari 2020. Pada 2019, Pemkab Sidoarjo memiliki beberapa program pembangunan infrastruktur. ’’Perusahaan Ibnu Gopur dan Totok Sumedi pun siap untuk mengikuti proyek Jalan Candi–Prasung, Sidoarjo,’’ bebernya. Saat lelang digelar, sempat ada masalah proses sanggah dan Gopur meminta Saiful menyelesaikannya.
Selain pembangunan jalan, ada beberapa proyek lagi. Di antaranya, pembangunan Pasar Porong, pembangunan wisma atlet, pekerjaan proyek Afv Karang Pucang Pagerwojo, peningkatan Jalan Kendalcabean–Kedungbanteng, dan pemeliharaan Saluran Mangetan Kanal IV. ’’Totalnya lebih dari lima proyek yang dikerjakan oleh keduanya. Dan, semua itu ada bayarannya alias fee. Kami ungkap semuanya, termasuk ada temuan aliran dana yang lain saat persidangan,’’ kata Arif.
Samsul Huda, kuasa hukum Saiful Ilah, menyatakan bahwa dakwaan jaksa prematur dan tidak sesuai. Karena itu, pihaknya akan mengajukan eksepsi (nota keberatan).
JAKARTA, Jawa Pos – Keberhasilan menangkap eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono, belum sepenuhnya memulihkan kepercayaan terhadap KPK. Masih ada tanggungan lembaga antirasuah itu untuk menemukan buron kasus korupsi yang lain.
Ada sejumlah tersangka yang kini dalam pelarian. Misalnya, Izil Azhar alias Ayah Marine, Harun Masiku, serta Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim (selengkapnya lihat grafis).
Di antara para buron tersebut, penangkapan bekas calon anggota legislatif (caleg) DPR dari PDI Perjuangan Harun Masiku paling ditunggu. Sebab, kasus penyuapan eks komisioner KPU Wahyu Setiawan yang melibatkan Harun diwarnai kontroversi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, apabila Harun masih berkeliaran, persepsi masyarakat akan semakin kuat terkait tidak seriusnya komitmen Ketua KPK Firli Bahuri terhadap penanganan kasus tersebut. ’’Sedari awal ICW tidak percaya terhadap komitmen ketua KPK yang menyebutkan akan serius menangani perkara yang melibatkan Harun
Masiku,’’ ujar Kurnia kepada Jawa Pos kemarin (3/6).
Menurut dia, sejak dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari lalu, banyak informasi yang terkesan disembunyikan KPK. Salah satunya, polemik penggeledahan di kantor PDIP.
Kurnia menduga kontroversi itu sengaja diciptakan agar Harun Masiku tidak tertangkap. Dugaan itu diperkuat dengan pergantian tim di satuan tugas (satgas) yang menangani perkara tersebut. ’’Apa urgensinya (mengganti tim yang menangani perkara Harun)?’’ cetusnya.
Secara teknis, pencarian buron di KPK dilakukan satgas yang menangani perkara. Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos, Nurhadi ditangkap tim satgas yang dipimpin Novel Baswedan. Sementara itu, satgas yang menangani perkara Harun dipimpin penyidik KPK dari institusi kepolisian berinisial W.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango enggan berkomentar soal perbedaan kerja tim pencari Harun dengan tim yang menangkap Nurhadi. Dia hanya meminta semua pihak menunggu perkembangan pencarian Harun. ’’Kita lihat saja nanti,’ katanya.
Pihaknya sudah memerintah semua tim satgas untuk mengintensifkan pencarian tersangka yang masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buron. Perintah itu disampaikan beberapa waktu lalu setelah dia ditunjuk sebagai pimpinan yang mengurusi bidang penindakan. ’’Saya baru ditunjuk sebagai pimpinan yang membawahkan bidang penindakan,’’ tutur mantan hakim itu.
Dia memastikan bahwa perintah untuk mencari para buron tersebut sudah diketahui pimpinan yang lain. Termasuk Ketua KPK Firli Bahuri. ’’Jadi, tidak benar kalau apa yang saya lakukan tidak diketahui pimpinan lain,’’ ungkap dia yang meluruskan isu perseteruan di kalangan pimpinan KPK terkait penangkapan Nurhadi.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengapresiasi keberhasilan KPK menangkap Nurhadi. ’’Itu membuktikan bahwa KPK bekerja serius mengurus (perkara) Nurhadi,’’ imbuhnya.
Kemarin sore Mahfud bertemu Firli Bahuri. Dia menyampikan dukungan Kemenko Polhukam terhadap KPK.