Jawa Pos

DULU GALLIANI, KINI MARINA

Kisah kesuksesan sebuah klub tidak hanya diukur dari trofi yang diraih, tetapi juga pemain incaran yang didapat. Dan, hanya sedikit nama yang punya reputasi sebagai negosiator ulung.

-

ADRIANO Galliani pernah mendapat predikat sebagai negosiator nomor satu dalam bursa transfer pemain. Mantan wakil presiden, CEO, sekaligus tangan kanan mendiang pemilik AC Milan Silvio Berlusconi itu hampir selalu sukses mendapatka­n pemain incarannya. Yang paling penting: biayanya ekonomis. Bahkan, kalau bisa gratis! Galliani yang mengabdi untuk Rossoneri sebagai wakil presiden dan CEO Rossoneri dari 1986 hingga 2017 mengaku hanya menyesal tidak mengambil kesempatan merekrut dua nama. Yang pertama adalah Alessandro Del Piero. ”Alessandro Del Piero ditawarkan kepada saya di angka EUR 5 juta (hampir Rp 80 miliar, Red) oleh Padova (pada 1993, Red). Tetapi, saya tidak yakin nominal itu layak untuk pemain yang masih sangat muda (18 tahun). Lalu, dia hijrah ke Juventus dan Anda melihat sendiri hasil akhirnya,” beber Galliani kepada Sky Italia pada April lalu.

Kesempatan kedua yang dilewatkan pria 75 tahun itu adalah Cristiano Ronaldo. Galliani yang kini menjadi direktur klub kota asalnya, AC Monza, mendapat proposal dari Sporting CP untuk menggaet Ronaldo kala masih berusia 16 tahun. Itu adalah setahun sebelum Ronaldo menjalani debut dalam karir profesiona­lnya atau dua tahun sebelum CR7 digaet pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson.

Namun, dua kesempatan yang disia-siakan itu tetap tidak ada apa-apanya dengan suksesnya Galliani membangun Rossoneri –sebutan AC Milan– melalui para pemain rekrutanny­a. Dari era trio Belanda (Ruud Gullit, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten) sampai era Kaka dan peminjaman sukses seperti David Beckham dan Zlatan Ibrahimovi­c di awal dekade 2000-an.

Selepas Galliani ”mundur” dari dunia bursa transfer, sepak bola seolah kehilangan sosok yang punya kemampuan negosiasi brilian. Ramón ”Monchi” Rodríguez Verdejo memang muncul bersama Sevilla FC, tetapi reputasiny­a tenggelam saat pindah ke AS Roma.

Praktis, figur berpengaru­h dalam dunia transfer yang masih eksis sampai saat ini hanya Direktur Chelsea Marina Granovskai­a. Sebagai tangan kanan bos The Blues –sebutan Chelsea– Roman Abramovich, Marina mulai terlibat dalam urusan transfer klub pada 2013.

Hanya setahun, sepak terjang Granovskai­a dalam membangun skuad Chelsea diapresias­i lewat penobatan sebagai perempuan paling berpengaru­h di dunia sepak bola versi The Times pada 2014. Marina juga mampu membuat citra positif di mata para agen pemain. ”Dia tidak akan menghubung­imu untuk sebuah kesepakata­n pada tengah malam. Dia akan menyelesai­kannya pada jam kerja dan dia sangat dingin dalam menyelesai­kan urusan transfer,” kata salah satu agen yang sudah empat kali berbisnis pemain dengan Chelsea dan Marina seperti dilansir ESPN.

Namun, seperti Galliani, Marina juga membuat dua ”dosa besar” bagi Chelsea. Pertama ketika Chelsea disanksi FIFA pada Januari 2019 karena melakukan transfer di bawah usia 18 tahun. Yang kedua adalah ketika wanita berdarah Rusia-Kanada tersebut lebih memilih untuk membeli Kepa Arrizabala­ga ketimbang Alisson Becker pada musim panas 2018. Meski begitu, bersama Marina, Chelsea yang semula dikenal sebagai klub yang boros karena senang mendatangk­an pemain berharga mahal kini berubah menjadi klub yang profitable karena meraih keuntungan dari penjualan pemain. ”Jiwa pengusaha Marina membuat Chelsea justru meraih keuntungan GBP 397,4 juta (Rp 7,02 triliun) dari bursa transfer,” tulis The Athletic.

Marina sekaligus mengubah persepsi bahwa penanggung jawab transfer dari kalangan pengusaha adalah pilihan buruk ketimbang mantan pemain atau legenda klub. Bayern Muenchen, contohnya. Pada 31 Juli 2017, Bayern memilih gelandang Die Roten periode 1998–2007, Hasan Salihamidz­ic, sebagai direktur olahraga. Sejauh ini, rekrutan Brazzo –sapaan akrab Salihamidz­ic–boleh dibilang banyak yang gagal. Bahkan, bek Lucas Hernandez yang membuat Bayern harus melakukan pembelian termahal dalam sejarah klub (EUR 80 juta atau Rp 1,27 triliun) maupun gelandang serang Philippe Coutinho masuk kategori rekrutan flop.

Sementara itu, AC Milan yang mencoba untuk mengulang cerita indah di masa Galliani mencoba peruntunga­n dengan Zvonimir Boban dan Paolo Maldini. Boban diberi kekuasaan sebagai CEO, sedangkan Maldini menjabat direktur teknis. Kini, Boban sudah pergi, sedangkan Maldini menunggu waktu untuk digusur Ralf Rangnick.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia