The Daddies pun Harus Perkuat Mental
Pressure di Olimpiade Lebih Berat
JAKARTA, Jawa Pos – Tidak ada yang meragukan kematangan pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di jagat ganda putra dunia. Selama setahun terakhir, mereka muncul lagi menjadi kekuatan yang menakutkan buat para pasangan muda. Dengan cepat, mereka menggeser nama-nama besar dan nyaman bertengger di peringkat ke-2.
Sudah berkali-kali pasangan berjuluk The Daddies (alias para ayah) itu memamerkan level sebagai pasangan senior. Tidak hanya dari segi permainan seperti skill dan strategi jitu. Tapi, juga mentalitas baja. Juara meski cedera, membalikkan skor dari posisi tertinggal, dan sebagainya. Namun, ternyata, untuk menghadapi Olimpiade Tokyo 2020, mereka tetap berupaya memperkuat mental.
Hal itu, kata Hendra, karena tekanan yang dirasakan atlet di Olimpiade lebih berat. Pemain peringkat pertama atau diunggulkan di tempat pertama belum tentu mudah jadi juara. ’’Menurut saya, gak sama Olimpiade dengan pertandingan biasa,’’ kata Hendra kemarin.
Olimpiade Rio de Janeiro 2016 menjadi pengalaman berharga baginya. Saat itu Ahsan/Hendra menempati unggulan kedua di bawah pasangan Korea Lee Yong-dae/Yoo Yeon-seong. Mereka datang dengan status juara dunia 2015 serta kampiun Super Series Finals (sekarang BWF World Tour Finals). Kans meraih emas sangat terbuka lebar.
Namun, hasilnya justru jauh di bawah ekspektasi. Keduanya tak mampu melewati babak penyisihan grup D. Ahsan/Hendra hanya menang sekali dan kalah dua kali. Berada di peringkat ketiga grup, mereka gagal lolos ke perempat final. Sebuah sumber mengatakan, Ahsan dan Hendra menghadapi masalah pribadi yang merusak soliditas mereka.
Nah, saat ini mereka sangat kompak. Bertambahnya usia serta pengalaman telah mendewasakan mereka. Sebagai partner di lapangan maupun sebagai pribadi, keduanya begitu solid. Itu dibuktikan dengan gelar mayor sepanjang 2019. Mereka menggondol juara All England, juara dunia, serta BWF World Tour Finals. Dalam kondisi seperti itu, lagi-lagi mental akan sangat menentukan.
Di sisi lain, rasa penasaran membuat AhsansangattermotivasimenjalaniOlimpiade Tokyo nanti. Tidak seperti Hendra, diamemangbelumpernahmeraihemas Olimpiade. Padahal, dia berkesempatan tampil di ajang multievent paling akbar diduniaituduakali.Yakni,2012dan2016.
Pada 2012 Ahsan yang berpasangan dengan Bona Septano terhenti di babak perempat final. Mereka takluk oleh pasangan Korea Selatan Jung Jae-sung/ Lee Yong-dae 12-21, 16-21. Karena itu, dia terus menggeber persiapan. Baik fisik maupun mental. ’’Saya sendiri sudah latihan setiap hari,’’ ujar pemain kelahiran Palembang itu.
SaatiniAhsan/Hendraberupayamenjaga agar peringkat mereka tidak turun. Di klasemen Race to Tokyo, mereka masih kukuhdiposisikeduadengan96.757poin. Di bawah The Daddies, ada pasangan Tiongkok Li Jun Hui/Liu Yu Chen yang mengumpulkan78.350poin.Lalu,disusul jagoan Jepang Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe dengan 74.983 poin.
Menjaga posisi sangat penting untuk menciptakan daftar seeded di Olimpiade nanti. Apalagi, posisi teratas masih ditempati Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Jika kita bisa mengunci unggulan pertama dan kedua, kans untuk menciptakan all Indonesian finals sangat besar. Sejak 1992, prestasi itu belum pernah dicapai ganda putra Merah Putih.
Pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi menuturkan, dirinya tidak ingin terlalu jauh memikirkan Olimpiade. ’’Masih ada kualifikasi yang harus diselesaikan,’’ katanya.
Daripada berandai-andai, dia masih ingin memperbaiki kekurangan anak asuhnya. Tujuannya, posisi dua besar Minions dan The Daddies aman hingga Juli tahun depan.