Jelajahi Surabaya Heritage Bisa dari Rumah
Beragam cara dilakukan demi membuat museum tetap dekat dengan masyarakat pada masa pandemi. Salah satu caranya mengubah semua yang ada di museum menjadi medium baru yang bisa diakses di mana saja. Tantangan baru muncul dalam pembuatannya.
BARU seminggu diluncurkan, Pameran Merdeka Bermusik di The Residence, House of Sampoerna, ditutup hingga kini. Semuanya disebabkan pandemi. Padahal, pameran tersebut berusaha mengajak pengunjung kembali ke masa kemerdekaan dulu.
Alunan lagu Padamu Negeri yang biasanya sayup-sayup terdengar oleh pengunjung kini harus dimatikan sementara. Begitu pula lagu-lagu legendaris lainnya,
Jawa Pos seperti Walang Kekek oleh Waldjinah, Tante Sun oleh Bimbo, dan Sahabat Matahari Pagi oleh Ully Sigar Rusady.
Lalu, bagaimana mengajak masyarakat tetap bisa menikmatinya? Manajer House of Sampoerna Rani Anggraini berusaha menanggapi pandemi ini secara positif. ”Jadikan pandemi ini dorongan positif untuk lebih kreatif bagi museum ya,” jawabnya
Fasilitasmuseumberbasisonestop tourism tersebut diubah menjadi virtual seluruhnya. Mulai beberapa pameran yang seharusnya sedang berlangsung,suvenir,hinggaturkeliling Surabaya. ”Kami ubah semua yang on-sitejadionline,”ujarRani.Seluruhnya bisa diakses dalam website www. houseofsampoerna.museum.
Di dalamnya, pengunjung bisa memilihpameranmanayangingin dilihat.Merekabisamelakukanscan pada QR code di laman tersebut. Hasilnya, sebuah katalog elektronik dengandesainmenarikakanmuncul secara otomatis. Hanya itu? Tentu tidak.Ranidantimnyaberusahakeras agar katalog tersebut terasa seperti pamerandilokasi.”Harusinteraktif, harusbisabikinorangnggakboring,” tegas perempuan berkacamata itu.
Salah satu caranya adalah menyisipkan QR code yang membuat pembacabisatetapditemanialunan lagu-lagu kemerdekaan tersebut. Beragamfotokoleksiyangditampilkan juga dibubuhkan dalam katalog. Begitu pula deskripsi singkat yang tak bikin orang pusing saat membacanya.”Apalagiitupameranmusik, ya harus terasa musiknya dong,” imbuhnya, kemudian tertawa.
Hal serupa diterapkan di Pameran Tanah Air Beta. Pameran keramik tersebut diubah dalam bentuk katalog interaktif yang memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menyaksikan beberapa video.
Fasilitas lainnya yang diubah dalam bentuk virtual adalah Surabaya
Heritage Track. Sesi jalan-jalan yang biasanya dilakukan di dalam bus khusus itu kini bisa dinikmati di rumah masing-masing.
Dalam satu minggu, tur virtual itu dilakukansebanyakempatkalidengan duaruteyangberbeda.Pesertaharus mendaftarkandiripadalinkkhusus danmengunduhaplikasivideogroup call. ”Nah, ini juga menantang tim. Bagaimana biar orang tidak bosan menatap layar?” ucap Rani.
Melalui komposisi beragam medium pembantu, guide harus bisamengajakpesertamelihatselukbeluk lokasi. Video dokumentasi, deretan foto-foto, hingga bantuan Google maps digunakan. Peserta bisa melihat foto zaman lawas dan video yang menunjukkan situasi serta kondisi asli. Tinjauan foto 360 derajatdariGooglemapsmemberikan kesempatan bagi peserta untuk melihat lokasi secara menyeluruh. ”Kalauguidecumacerita,pastibosan. Jadi, bikin presentasinya ini yang menantang,” jelasnya.
Apalagi, tur virtual itu berlangsung selama 1 hingga 1,5 jam. Rani menyatakan senang dengan antusiasme peserta. Setiap sesi selalu diikuti minimal 10 orang
Untuk menghadapi kenormalan barunanti,pihaknyaterusmenggodok detail protokol. Sejauh ini, Rani menyebutakanadanyapembatasan kunjungan hingga 50 persen dari kapasitasruangan.”Durasikunjungan juga diatur, masih dibicarakan,” sambungnya.Ranijugamengadvokasi pengunjunguntukmembawaperalatan ibadah sendiri.