Di Indonesia, Riset Virus Masih 10 Persen
DUA perusahaan dalam negeri, PT Bio Farma dan Kalbe Farma, bekerja sama dengan produsen vaksin dari Tiongkok dan Korea Selatan. Menristek Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menjelaskan, kerja sama itu dijalin untuk memastikan pasokan vaksin Covid-19 di Indonesia aman. ”Kerja sama tersebut melalui transfer teknologi dan proses produksi,” paparnya.
Ketua Konsorsium Riset Inovasi
Covid-19 sekaligus Koordinator Tim Pengembangan Vaksin Ali Ghufron Mukti menambahkan, Indonesia sejatinya sudah berpengalaman dalam hal penelitian vaksin
Bio Farma, misalnya, berhasil mengekspor vaksin ke 118 negara. Karena itu, dia optimistis vaksin bisa ditemukan dan diproduksi pada awal 2021. ”Targetnya, di awal atau pertengahan 2021. Permintaan bapak presiden sih di awal ya,” ungkapnya.
Dia mengakui, pengembangan vaksin itu bisa membangun ekonomi yang menjanjikan. Sebab, sangat banyak yang membutuhkan. Namun, yang paling penting ialah kemandirian produksi agar bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Terkait kerja sama dengan pihak luar, mantan Wamenkes tersebut menegaskan bahwa kerja sama itu tentu saling menguntungkan. Indonesia tidak ingin hanya jadi lokasi uji klinis dan calon pasar. ”Kita ingin bisa produksi sendiri,” tegasnya.
Dalam penelitian pengembangan vaksin itu, setidaknya ada tiga pendekatan. Pertama, melemahkan atau mematikan virus seperti yang dilakukan Bio Farma bersama produsen vaksin dari Tiongkok. Kedua, dengan protein rekombinan yang dilakukan lembaga Eijkman. Terakhir, secara genetik melalui DNA dan mRNA.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman terus mengebut riset vaksin. Lembaga yang dipimpin Amin Soebandrio itu mendapatkan tugas sebagai pemimpin konsorsium riset vaksin Covid-19. Riset serupa dikerjakan lembaga lain seperti Unair, Universitas Indonesia, dan Universitas Gadjah Mada.
Amin menuturkan, riset virus yang mereka lakukan saat ini masih tahap awal. ”Saat ini masih 10 persen,” katanya tadi malam (7/6). Namun, dia mengatakan, meski masih 10 persen, proses tersebut sangat fundamental. Dia mengibaratkan orang membangun rumah. Saat ini Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sedang pada tahap pembuatan fondasi. Tahap berikutnya relatif lebih mudah dan cepat.
Yang dilakukan lembaga Eijkman saat ini adalah mempelajari virus-virus korona di Indonesia. Dicari untuk mendapatkan virus korona dengan tingkat mutasi yang tidak terlalu banyak. Setelah proses itu selesai, tahap berikutnya adalah membuat protein rekombinan.
”Kalau sudah ketemu protein rekombinan, dilakukan uji coba di hewan,” jelasnya. Setelah ditemukan hasil yang bagus, dibuat formulasi bibit vaksin untuk diserahkan ke industri. Pada tahap itulah, bibit vaksin akan diuji coba pada manusia. Dia menegaskan, proses uji coba harus dilakukan oleh industri karena ada sejumlah ketentuan khusus. Amin menceritakan, mereka diberi target satu tahun untuk membuat bibit vaksin. ”Terhitung sejak Maret (2020, Red),” tegasnya.