Tujuh Pemikiran Strategis dan Solutif
SECARA konsep, zonasi bertujuan sangat baik. Namun, jika implementasinya tidak dikawal dengan baik, bisa jadi, tujuan tersebut tidak akan tercapai. Penulis memberikan beberapa poin pemikiran yang perlu menjadi catatan untuk memastikan zonasi berjalan baik.
Zonasi harus menjadi bagian grand design pembangunan daerah (city plan). Urusan pendidikan sering kali saling terkait dengan urusan yang lain. Misalnya, pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, daya beli, dan sebagainya. Oleh sebab itu, penting dipastikan, zonasi pendidikan menjadi prioritas dalam rencana pembangunan daerah. Sehingga bisa terkawal secara konsisten oleh pimpinan daerah. Bukan ganti pimpinan ganti kebijakan.
Zonasi dilakukan secara holistik dan berkelanjutan. Zonasi harus dibarengi dengan kapasitasi sekolah. Baik peningkatan guru, penyediaan fasilitas sekolah, penguatan manajemen sekolah, dan sebagainya. Kelemahan saat ini, zonasi hanya identik dengan PPDB sehingga masyarakat tidak bisa memahami tujuan zonasi secara utuh. Yaitu, peningkatan mutu secara merata.
PPDB zonasi dilakukan secara bertahap. Sambil pemerintah daerah melakukan school mapping, menyiapkan sarana dan prasarananya. Setidaknya dibutuhkan tiga tahun untuk transisi. Sambil menyesuaikan persentase kuota zonasi secara bertahap. Sesungguhnya jika tersedia sekolah bermutu secara merata di semua wilayah, akan terjadi ”zonasi alamiah”. Karena pada dasarnya orang tua ingin menyekolahkan anaknya di dekat rumah.
Zonasi memerlukan kapasitasi guru. Faktor kunci yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan lebih dari 50 persennya disumbang oleh guru. Riset John Hattie (2008) di New Zealand menyebutkan, 58 persen hasil belajar siswa ditentukan guru. Sementara menurut penelitian Pujiastuti dkk (2012), di Indonesia, 54,5 persen hasil belajar siswa ditentukan guru.
Kebijakan zonasi harus dibarengi dengan peningkatan kualitas guru. Mulai perbaikan pendidikan guru, rotasi guru (tour of duty), peningkatan kompetensi guru, hingga harlindung guru.
Belajar dari Jepang, rotasi guru dilakukan dalam satu wilayah prefecture (provinsi). Sebagai contoh, di Nagasaki Prefecture, setiap enam tahun sekali seorang guru akan mengalami rotasi ke sekolah lain di dalam prefecture tersebut. Bahkan, guru wajib dirotasi ke sekolah yang berada di wilayah kepulauan selama empat tahun. Dengan sistem ini, guru bisa merasakan mengajar di wilayah yang jauh dari keramaian. Tidak melulu mengajar pada sekolah di kota. Sehingga guru memiliki wawasan luas, kebijaksanaan, dan daya juang yang tinggi berbekal pengalaman mengajar di berbagai sekolah. Bagi peserta didik, mereka dapat merasakan belajar dengan guru yang berbeda-beda dengan segala kreativitasnya.
Zonasi harus menggandeng sekolah swasta. Sekolah negeri hanya mampu menampung kurang lebih 40 persen dari jumlah anak usia sekolah di sebuah daerah. Lalu, apa kompensasinya? Sekolah swasta yang mau bergabung program zonasi diberi insentif. Bisa berupa bantuan biaya operasional pendidikan, bantuan insentif guru, atau bantuan fasilitas. Sehingga orang tua akan berterima ketika anaknya bersekolah ke swasta.
Pemerintah daerah perlu diberi kewenangan secara lebih luas. Urusan pendidikan semestinya dilaksanakan dengan prinsip desentralisasi sesuai yang diatur dalam UU No 23 Tahun 2014. Asumsinya, pemerintah daerahlah yang lebih tahu kondisi di daerahnya. Kemendikbud harus memberikan keluwesan kepada pemda untuk melaksanakan PPDB di daerahnya. Baik terkait persentase kuota yang diterima lewat jalur zonasi, penentuan cakupan zonasi, maupun teknis operasionalnya. Kemendikbud cukup mengatur hal-hal yang bersifat strategis, bukan teknis.
Sinergi antar-pemerintah daerah. Tidak bisa dimungkiri, zonasi kurang menguntungkan untuk wilayah perbatasan antarkabupaten/kota. Bisa jadi, lokasi rumah mereka lebih dekat dengan sekolah di wilayah daerah lain. Contoh kasus di Waru. Tetapi, anak ini tidak bisa diterima sekolah karena bukan penduduk di wilayah tersebut. Sementara jika harus masuk sekolah yang sesuai KTP, jaraknya sangat jauh. Untuk itu, perlu kerja sama lintas daerah untuk menyelesaikannya. Dibutuhkan kearifan semua pemangku kepentingan agar semua anak bangsa ini bisa mendapatkan pendidikan yang layak sesuai amanat UUD 1945 pasal 31.
Prof Dr NURHASAN