Butuh Tindakan Cepat
HAMPIR dua pekan setelah pencabutan PSBB dan memasuki masa transisi fase new normal, tingkat penambahan infeksi baru Covid-19 terus makin tinggi. Saat ini Indonesia memiliki kasus terkonfirmasi resmi tertinggi se-Asia Tenggara. Itu pun dengan catatan, jumlah tes per populasi Indonesia masih salah satu yang terkecil di dunia. Yang berarti bahwa jumlah sebenarnya penderita Covid-19 di atas jumlah yang resmi dilaporkan. Banyak yang belum terdeteksi, dan berpotensi menjadi klaster-klaster baru.
Ekonomi juga masih belum terlihat menggeliat. Itu juga yang seharusnya menjadi kajian lebih dalam. Jangan sampai niat untuk menggerakkan ekonomi (pencabutan PSBB) tidak seimbang dengan kerugian yang dialaminya. Harus ada perhitungan matang dan simulasi, jika PSBB dicabut, berapa persen ekonomi yang bisa didorong tumbuh, dan berapa banyak pertumbuhan kurva infeksi baru. Harus dibandingkan. Jika tidak, kebangkitan ekonomi tidak diraih, kesehatan masyarakat pun menjadi makin parah.
Begitu pula halnya di bidang pendidikan. Keputusan Kemendikbud untuk tetap tidak membuka sekolah secara fisik patut diapresiasi. Namun, solusinya tidak lantas berhenti dengan sistem pengajaran jarak jauh via daring. Sebab, itu bukan solusi.
Sampai saat ini, Menteri Nadiem belum bisa menjawab pertanyaan: bagaimana dengan siswa yang tidak mempunyai akses internet? Bagaimana dengan siswa miskin yang tidak mempunyai gadget? Bagaimana dengan kurikulum di kala pandemi?
Seharusnya, sejak kali pertama kasus Covid-19 resmi diumumkan di Indonesia, Nadiem sudah berpikir strategis. Terutama yang paling dibutuhkan: menyusun kurikulum darurat saat pandemi. Yang bertujuan bisa meringkas kurikulum menjadi lebih sederhana dan sesuai dengan kondisi yang ada. Bukan hanya menunggu dan baru tergopoh ketika memasuki tahun ajaran baru.
Pandemi Covid-19 membawa dampak yang luar biasa. Tak ada satu negara pun yang tak terdampak. Semua pemerintah, termasuk Indonesia, dihadapkan pada berbagai tantangan dalam penyelenggaraan bernegaranya. Terutama soal adaptasi dan manajemen risiko.
Birokrasi yang memang selalu kaku, besar, dan lamban harus ditabrakkan dengan situasi yang menuntut adaptasi tinggi dari situasi-situasi yang di luar kontrolnya. Itulah yang harus segera diantisipasi pemerintah. Apalagi, sejak awal menjadi presiden, Jokowi selalu menekankan pada debirokratisasi.
Lampu merah sudah menyala di manamana. Pemerintah kini dituntut untuk bergerak cepat dan mengambil tindakan yang efisien untuk menangani mitigasi pandemi ini.