Pemerintah Diminta Serius Danai Pilkada
Tahapan Sudah Jalan, Duit Masih Nyantol
JAKARTA, Jawa Pos – Tahapan pilkada 2020 yang sempat tertunda sudah dilanjutkan kembali sejak 15 Juni. Namun, anggaran untuk membiayai tahapan itu belum dicairkan pemerintah. Kondisi tersebut menyebabkan KPU sulit melaksanakan agenda yang telah dijadwalkan.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, hingga kemarin, anggaran yang dijanjikan menteri keuangan belum juga dicairkan. Duit itu sangat dibutuhkan untuk pengadaan alat-alat protokol kesehatan yang sebelumnya memang tidak dianggarkan melalui hibah dana APBD. ”Sekarang kondisinya sudah mendesak. Kalau ditanya apa perasaan kami, terus terang kami risau,” ujar Arief dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR kemarin.
Arief menjelaskan, pihaknya sudah mengambil kebijakan memundurkan tahapan verifikasi faktual dari 18 Juni menjadi 24 Juni. Pertimbangannya, pada saat tahapan berlangsung, uang sudah cair. Namun, faktanya, hingga kemarin belum juga dicairkan.
Pria asal Surabaya itu mengaku tidak mungkin memundurkan lagi tahapan. Sebab, jadwal sudah sangat padat. Dia berharap anggaran bisa dicairkan hari ini. Dengan demikian, saat petugas verifikasi faktual turun ke lapangan, uang untuk keperluan pembelian APD sudah selesai. Situasi yang sama juga dialami Bawaslu.
Lambatnya pencairan yang dilakukan pemerintah menjadi sorotan Komisi II DPR. Salah satunya dilontarkan Johan Budi. Dia menilai pemerintah tidak serius. Anggota Fraksi PDIP itu bahkan sempat mengusulkan penundaan jika anggaran tak kunjung cair.
”Saya usul ke komisi II untuk ditunda dulu pilkada karena kayaknya main-main. Ini enggak serius pemerintah,” ujarnya. Kekecewaan yang sama disampaikan sejumlah anggota lainnya.
Atas dasar itu, dalam kesimpulan rapat RDP kemarin, komisi II memasukkan desakan pencairan anggaran pilkada 2020. ”Komisi II mendesak pemerintah untuk merealisasikan pemenuhan kebutuhan anggaran pilkada serentak tahun 2020,” kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia.
Pada kesempatan yang sama, KPU dan Bawaslu mengajukan usulan penambahan anggaran untuk tahun 2021. Total usulan tambahan dua lembaga penyelenggara pemilu itu nyaris Rp 1,3 triliun.
Arief Budiman mengatakan, untuk tahun anggaran 2021, pihaknya mendapat pagu indikatif Rp 2,048 triliun. Dia menilai jumlah tersebut belum cukup memenuhi kegiatan tahun depan.
”KPU mengusulkan tambahan anggaran Rp 696 miliar,” ujarnya.
Sebagian besar tambahan anggaran itu dipakai untuk memenuhi kegiatan rutin. Misalnya, belanja operasional pegawai, kantor, dan non-operasional. KPU juga mengusulkan sejumlah pergeseran anggaran. Di antaranya, program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya dari Rp 2,005 triliun menjadi Rp 1,993 triliun. Juga, program penguatan kelembagaan demokrasi dan perbaikan proses politik dari Rp 43,069 miliar menjadi Rp 55,075 miliar.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, dalam pagu indikatif 2021, jajarannya mendapat alokasi Rp 1,64 triliun. Namun, sama halnya dengan KPU, Bawaslu mengajukan tambahan. ”Kami menyampaikan usulan tambahan anggaran Bawaslu tahun anggaran 2021 Rp 699 miliar,” ujarnya.
Pria asal Pekalongan itu menjelaskan, tambahan anggaran tersebut dibutuhkan untuk mendukung program di tahun 2021. Pihaknya mencanangkan penguatan kelembagaan Bawaslu daerah. Baik dalam hal sumber daya manusia (SDM) maupun infrastrukturnya. ”Ada juga rencana pembentukan pusat pengawasan pemilu,” imbuhnya.
Proses pembahasan atas usulan tersebut relatif tidak berlangsung lama. Semua anggota Komisi II DPR menyatakan persetujuannya. Hanya, mereka berharap usulan kenaikan anggaran diikuti dengan peningkatan kinerja dalam memajukan kualitas demokrasi di Indonesia.