Jawa Pos

Kapolri: Polisi Itu Kompak, tapi kayak Api dalam Sekam

Sambutan saat HUT Ke-74 Polri Mirip Pidato Perpisahan

-

JAKARTA, Jawa Pos – Peringatan HUT Ke-74 Polri kemarin sungguh berbeda. Kapolri Jenderal Idham Azis memberikan sambutan yang menyinggun­g soal pergantian pimpinan di Polri.

Pada awal-awal sambutan, Idham memberikan pesan terkait profesiona­litas dalam bekerja. Menurut dia, bekerja baik belum tentu dinilai baik. Pesan itu mungkin terasa sederhana, tapi faktanya memang setiap hari polisi dituntut melakukan perbuatan, kegiatan, dan tindakan terbaik. ”Hanya dengan cara itu kita dicintai rakyat,” ujarnya.

Dia menjelaska­n, suka atau tidak suka, saat ini penilaian masyarakat terhadap Polri baik

J

Bahkan, 82 persen masyarakat menganggap kinerja Polri bagus. ”Mempertaha­nkan ini lebih susah daripada meraihnya,” urainya.

Karena itu, Kapolri selanjutny­a diharapkan bisa lebih baik. Dentumkan harapan setinggi langit, lalu biarkan Tuhan yang memilih. ”Siapa nanti di antara rekan-rekan sekalian yang jadi. Semua yang di ruangan ini punya kesempatan,” paparnya.

Dia menegaskan, jangan sampai ada istilah senang melihat teman susah atau susah melihat teman senang. ”Saya perlu ingatkan ini agar tidak ada yang susupo, itu bahasa Palu. Artinya, isu liar. Semakin ke depan semakin tajam ini,” ucapnya.

Meski begitu, lanjut dia, sepertinya kejadian semacam itu tidak ada di Polri, tapi di luar negeri yang negaranya seperti gua. ”Polisi Indonesia itu saya lihat kompakkomp­ak sih. Tapi, kayak api dalam sekam,” singgungny­a.

Entah kenapa, Idham lalu menyinggun­g program pemberian beras yang dilaksanak­an Polri. Anehnya, Kapolri menyebut program itu bukan rancangann­ya. ”Bukan program saya. Saya hanya apa lah, pecahan beling. Kalau ujung-ujungnya belatung nangka lah,” katanya.

Kapolri juga menyebutka­n bahwa yang membuat konsep itu adalah Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. ”Saya kan agak-agak goblok. Goblok aja jadi Kapolri. Gimana (kalau, Red) saya pinter,” tuturnya.

Idham juga meminta maaf kepada masyarakat bila selama ini belum bisa memenuhi ekspektasi. ”Saya juga mengucapka­n terima kasih atas kinerja semua rekan, Bapak Wakapolri, Irwasum, rekan Kapolda, dan seluruh Ka

Peringatan Hari Bhayangkar­a tahun ini tidak semeriah sebelumnya. Seremoni kecil tetap diadakan dengan segala keterbatas­an. Namun yang utama, Polri tetap diharapkan mampu berperan maksimal dalam penanganan pandemi dengan tidak meninggalk­an tugas utamanya melayani dan mengayomi masyarakat.

turut memberikan catatan di hari jadi Polri. Salah satunya diungkapka­n aktivis dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Mereka menyinggun­g soal otoritaria­nisme. Itu hanya satu di antara enam temuan yang mereka sampaikan untuk diperbaiki oleh Polri.

Ketua YLBHI Asfinawati menerangka­n bahwa Polri menjadi bagian dalam tanda-tanda otoritaria­nisme pemerintah. Antara lain, membatasi penyampaia­n pendapat di muka umum, menggunaka­n pasal makar secara sembaranga­n, mengembali­kan dwifungsi aparat keamanan, hingga memberangu­s hak kebebasan berekspres­i.

Menurut dia, Polri kerap menggunaka­n pasal 104 KUHP untuk menjerat tindakan yang disebut makar. Padahal, seharusnya pasal itu hanya diberlakuk­an jika ada serangan. ’’Kepolisian mengenakan pasal ini untuk aksi demonstras­i terkait Papua dan suara kritis lainnya,’’ jelas Asfinawati.

Dia juga menggarisb­awahi pengembali­an dwifungsi aparat keamanan yang tidak sesuai Tap MPR VI/2000. Yang terjadi saat ini, berbagai posisi strategis di jabatan sipil diisi anggota Polri. Total ada tujuh rekomendas­i yang disampaika­n YLBHI. Di antaranya, mendesak pemerintah dan DPR merevisi UU KUHAP sesuai dengan ketentuan perjanjian atau kovenan HAM internasio­nal yang telah diratifika­si Indonesia. ’’Kami juga meminta Kepolisian RI patuh pada prinsippri­nsip HAM dalam menjalanka­n tugasnya,’’ tegas Asfinawati.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia