Ciptakan dan Patenkan Alat Pemurnian Biogas
Skala Rumah Tangga, Peternak Sapi Langsung Dapat Manfaat
SURABAYA, Jawa Pos – Tim peneliti Departemen Teknik Instrumentasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan sistem pemurnian biogas otomatis. Inovasi tersebut pun telah mendapatkan paten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
Dosen Departemen Teknik Instrumentasi ITS Arief Abdurrakhman bersama lima mahasiswanya mengembangkan sistem pemurnian otomatis dengan teori kelarutan gas. Inovasi tersebut dibentuk berdasar keprihatinan bersama dalam melihat pemanfaatan potensi sumber daya alam. ”Khususnya untuk energi terbarukan,” katanya.
Berdasar informasi yang dilansir dari situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah telah berkomitmen dalam merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35 ribu megawatt (mw). Sebanyak 25 persen dari target tersebut diupayakan berasal dari energi terbarukan. ”Potensi sumber daya alam Indonesia luar biasa. Namun, baru 15 persen yang terpenuhi menjadi energi terbarukan,” ujarnya.
Kepala Subdirektorat Pengembangan Kewirausahaan dan Karir ITS tersebut menuturkan, pihaknya telah berupaya mengoptimalkan pemanfaatan biogas menjadi sumber energi terbarukan. Hasil analisis tim peneliti menunjukkan bahwa banyak wilayah di Jawa Timur berfokus pada peternakan. Misalnya, Malang dan Pasuruan. Namun, limbah kotoran sapi belum dimanfaatkan sebagai bahan baku primer biogas secara maksimal. ”Padahal, dari 20 ribu reaktor biogas yang ada di Indonesia, sekitar 7.000 sampai 8.000 di antaranya ada di wilayah Jawa Timur,” tuturnya.
Arief menjelaskan, masih minimnya optimalisasi pemanfaatan biogas tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, biogas langsung dikeluarkan dari reaktor ke alam bebas dan dapat menimbulkan bahaya. Sebab, bukan hanya metana yang ada dalam kandungan biogas, tetapi terdapat juga kandungan pengotornya.
Pada reaktor biogas yang belum dilengkapi dengan alat pemurnian, lanjut dia, kandungan pengotornya dapat mencapai 40 hingga 50 persen. Akibatnya, surplus biogas yang dihasilkan industri rumah tangga tersebut tidak bisa langsung dimanfaatkan masyarakat. ”Itu karena biogas dengan kandungan pengotor tinggi yang langsung dialirkan ke genset akan menimbulkan kerusakan pada mesin generator,” jelasnya.
Sebab itu, Arief bersama timnya menggagas sebuah sistem pemurnian biogas dengan mengandalkan bahan-bahan yang relatif mudah didapat. Selain itu, inovasi tersebut dibuat untuk skala rumah tangga. ”Khususnya untuk membantu para peternak sapi agar bisa mengonversi biogas dari kotoran sapi menjadi energi listrik,” katanya.
Arief mengatakan, alat itu sudah diuji di wilayah Desa Nongkojajar, Kabupaten Malang. Juga, Superdepo Sampah Surabaya. Keunggulan dari produk sistem pemurnian biogas tersebut adalah sistem monitoringnya. Dengan itu, pengguna produk dapat mengetahui kuantitas gas yang dimasukkan alat (input), komposisi gas, dan hasil keluaran gas setelah pemurnian (out
put). ”Jadi, apabila belum mencapai minimum requirement untuk bisa dialirkan ke genset, gas akan kembali lagi ke proses awal pemurnian secara otomatis,” jelasnya.