Bukan ”Nasi Rames”, melainkan ”Semiprasmanan”
KURIKULUM transisi disiapkan dengan prinsip ”home base curriculum”. Yaitu, rencana program kegiatan di sekolah maupun di rumah (keluarga). Formulanya terperinci berupa isi (tujuan yang akan dicapai), pilihan strategi pembelajarannya, dan model penilaian untuk mengetahui ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kurikulum transisi berbasis rumah. Tidak harus standar atau kurikulum ”nasi rames” (standard curriculum), tetapi harus ”semiprasmanan” (personalised curriculum). Anak diberi pilihan belajar. Artinya, kurikulum transisi harus memfasilitasi merdeka belajar anak.
Dalam kurikulum transisi, pembelajaran dirancang dengan menggunakan beragam metode dan tempat belajar. Belajar bisa dilakukan di kelas, laboratorium, lahan pertanian, bahkan panti. Di mana pun bisa sesuai lingkungan anak tinggal.
Pilihan model pembelajaran bisa menggunakan blended learning, yaitu kombinasi tatap muka (face-to-face) dengan online. Bisa juga model kelas terbalik (flipped classroom). Yakni, pembalikan prosedur pembelajaran tradisional. Yang biasanya dilakukan di kelas dalam pembelajaran tradisional menjadi dilaksanakan di rumah. Bisa pula model distance learning menggunakan modul online/offline.
Pengaturan jadwal belajar bisa menggunakan model ”in-on-in” berbasis flipped classroom. Misalnya, pada minggu pertama, anak cukup masuk sekolah 1-2 hari setiap minggu, lalu dilanjutkan belajar di rumah. Minggu berikutnya masuk sekolah 3-4 hari per minggu, lalu dilanjutkan belajar di rumah, dan seterusnya. Pada saat situasi kembali normal, masuk sekolah 5-6 hari/minggu.
Kemendikbud bisa belajar dari best practices negara lain yang telah memulai kembali kegiatan pembelajarannya. Sebagai contoh, pemerintah Australia yang mewajibkan kegiatan belajar mengajar tatap muka masuk satu minggu sekali. Masuk hanya sebentar untuk ambil rapor, ambil tugas-tugas yang akan dikerjakan di rumah, dsb.
Revitalisasi usaha kesehatan sekolah (UKS) menjadi program atau ektrakurikuler wajib bagi semua anak. Inilah momentum yang tepat menjadikan UKS garda terdepan health promoting school. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, menciptakan lingkungan sehat, khususnya dalam pencegahan Covid-19 di lingkungan sekolah. UKS tidak sekadar menjadi ”ban serep” ketika akan mengikuti lomba.
Peran kader UKS harus dioptimalkan. Perbanyak jumlah kader UKS. Bekali mereka pengetahuan seputar pencegahan Covid-19. Kader UKS harus proaktif mengecek kondisi kesehatan anak setiap pagi sebelum masuk sekolah. Saat berada di sekolah. Dan, saat mau pulang sekolah.
Sekolah harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Mulai wajib mengenakan masker, mencuci tangan, tetap menjaga jarak (social distancing), dengan merujuk protokol penanganan virus korona di area pendidikan dari World Health Organization (WHO).
Yang terakhir, kurikulum transisi harus dilengkapi dengan ”kurikulum untuk orang tua” atau buku panduan orang tua. Guru tidak mungkin bisa sendirian mencapai target kurikulum karena terbatasnya waktu belajar di sekolah. Maka, orang tua harus dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran di rumah. Untuk itu, diperlukan buku panduan orang tua. Panduan dibuat sesederhana mungkin. Dikemas berupa infografis, video tutorial yang praktis. Bisa disebarkan melalui sosmed.
Dr MARTADI MSn