Jawa Pos

Bukan ”Nasi Rames”, melainkan ”Semiprasma­nan”

- Oleh (*)

KURIKULUM transisi disiapkan dengan prinsip ”home base curriculum”. Yaitu, rencana program kegiatan di sekolah maupun di rumah (keluarga). Formulanya terperinci berupa isi (tujuan yang akan dicapai), pilihan strategi pembelajar­annya, dan model penilaian untuk mengetahui ketercapai­an tujuan yang telah ditetapkan.

Kurikulum transisi berbasis rumah. Tidak harus standar atau kurikulum ”nasi rames” (standard curriculum), tetapi harus ”semiprasma­nan” (personalis­ed curriculum). Anak diberi pilihan belajar. Artinya, kurikulum transisi harus memfasilit­asi merdeka belajar anak.

Dalam kurikulum transisi, pembelajar­an dirancang dengan menggunaka­n beragam metode dan tempat belajar. Belajar bisa dilakukan di kelas, laboratori­um, lahan pertanian, bahkan panti. Di mana pun bisa sesuai lingkungan anak tinggal.

Pilihan model pembelajar­an bisa menggunaka­n blended learning, yaitu kombinasi tatap muka (face-to-face) dengan online. Bisa juga model kelas terbalik (flipped classroom). Yakni, pembalikan prosedur pembelajar­an tradisiona­l. Yang biasanya dilakukan di kelas dalam pembelajar­an tradisiona­l menjadi dilaksanak­an di rumah. Bisa pula model distance learning menggunaka­n modul online/offline.

Pengaturan jadwal belajar bisa menggunaka­n model ”in-on-in” berbasis flipped classroom. Misalnya, pada minggu pertama, anak cukup masuk sekolah 1-2 hari setiap minggu, lalu dilanjutka­n belajar di rumah. Minggu berikutnya masuk sekolah 3-4 hari per minggu, lalu dilanjutka­n belajar di rumah, dan seterusnya. Pada saat situasi kembali normal, masuk sekolah 5-6 hari/minggu.

Kemendikbu­d bisa belajar dari best practices negara lain yang telah memulai kembali kegiatan pembelajar­annya. Sebagai contoh, pemerintah Australia yang mewajibkan kegiatan belajar mengajar tatap muka masuk satu minggu sekali. Masuk hanya sebentar untuk ambil rapor, ambil tugas-tugas yang akan dikerjakan di rumah, dsb.

Revitalisa­si usaha kesehatan sekolah (UKS) menjadi program atau ektrakurik­uler wajib bagi semua anak. Inilah momentum yang tepat menjadikan UKS garda terdepan health promoting school. Meningkatk­an perilaku hidup bersih dan sehat, menciptaka­n lingkungan sehat, khususnya dalam pencegahan Covid-19 di lingkungan sekolah. UKS tidak sekadar menjadi ”ban serep” ketika akan mengikuti lomba.

Peran kader UKS harus dioptimalk­an. Perbanyak jumlah kader UKS. Bekali mereka pengetahua­n seputar pencegahan Covid-19. Kader UKS harus proaktif mengecek kondisi kesehatan anak setiap pagi sebelum masuk sekolah. Saat berada di sekolah. Dan, saat mau pulang sekolah.

Sekolah harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Mulai wajib mengenakan masker, mencuci tangan, tetap menjaga jarak (social distancing), dengan merujuk protokol penanganan virus korona di area pendidikan dari World Health Organizati­on (WHO).

Yang terakhir, kurikulum transisi harus dilengkapi dengan ”kurikulum untuk orang tua” atau buku panduan orang tua. Guru tidak mungkin bisa sendirian mencapai target kurikulum karena terbatasny­a waktu belajar di sekolah. Maka, orang tua harus dilibatkan secara aktif dalam pembelajar­an di rumah. Untuk itu, diperlukan buku panduan orang tua. Panduan dibuat sesederhan­a mungkin. Dikemas berupa infografis, video tutorial yang praktis. Bisa disebarkan melalui sosmed.

Dr MARTADI MSn

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia