Tantangan Berpikir Cerdas dan Kreatif bagi Guru
PEMBUKAAN tahun ajaran baru 2020/2021 tinggal menghitung hari pada Juli ini. Semua pihak yang terkait dengan proses pendidikan sibuk menyiapkan terobosan baru. Media pembelajaran, metode pembelajaran, dan sistem pendidikan terbaik dalam menghadapi era baru (new normal).
Gadget selama ini berfungsi sebagai media komunikasi. Namun, sekarang gawai menempati urutan pertama sebagai media terpenting untuk menciptakan ruang belajar, seminar, dan kegiatan kreatif berbasis digital lain. ”Terpaksa belajar” telah dialami guru dan orang tua murid sekolah dasar dan menengah.
Guru ”memaksakan diri” belajar mengenal berbagai platform pembelajaran. Belajar membuat soal berbasis teknologi informasi (TI). Belajar membuat desain informasi menarik dengan aplikasiaplikasi yang tinggal pilih. Juga belajar membuat asesmen untuk tetap mampu memotret perkembangan siswa-siswinya yang #belajardarirumah.
Menuju era normal baru, tantangan guru dan orang tua makin berat. Kesabaran, kedisiplinan, kebersihan, dan kepedulian belum sepenuhnya lulus uji. Ada sisi lain yang harus pula diperhatikan. Yaitu, efek psikologis #belajardarirumah bagi anak, orang tua, dan guru. Rasa bosan, stres, menggampangkan sesuatu, dan pribadi individualis.
Beberapa psikolog menyebutkan kemungkinan terjadinya declining
HAMDIYATUR ROHMAH
social relationship sosial di kalangan para siswa. Fakta itu bisa menjadi pekerjaan rumah baru di era normal ini.
Di daerah terpencil, khususnya zona hijau Covid-19, belajar-mengajar masih bisa dilaksanakan dengan mengatur jadwal pertemuan langsung. Namun, guru yang mengajar di perkotaan, khususnya zona merah, harus meningkatkan kompetensi pengajaran berbasis TI.
Kreativitas dan inovasi guru di daerah yang masuk zona merah sedang diuji. Para guru harus tetap mampu menciptakan desain suasana belajar yang menyenangkan. Walaupun, pembelajaran dilakukan secara daring atau online.
Kajian multiple intelligence (MI) Howard Gardner telah mengalami banyak perkembangan. Orang tua dan guru berkewajiban melihat, memahami, dan melejitkan potensi anak. Dalam suasana normal, terkadang kita kurang detail dalam melihat potensi anakSelama ini, pembelajaran klasikal di sekolah menjadi tantangan guru untuk lebih jeli dalam melihat potensi anak didik. Saat belajar dari rumah seperti sekarang, tantangan itu menjadi 50:50 untuk orang tua dan guru. Guru berkewajiban menciptakan model pembelajaran yang mengaktifkan semua kecerdasan. Orang tua otomatis menjadi observer dan konselor tumbuh kembang anakPemilihan media pembelajaran harus tepat dan memiliki daya guna. Selain itu, bahannya mudah didapatkan di lingkungan rumah. Bekas botol minuman bisa menjadi salah satu pilihan. Beberapa kegiatan terintegrasi bisa dilakukan cukup dengan media botol bekas.
Siswa dan orang tua diajak membuat botol-botol itu menjadi berbagai macam kreasi gerak olahraga. Misalnya, botol diisi air, pasir, atau sampah plastik dan ecobrick. Kemudian, digunakan sebagai alat olahraga. Siswa juga bisa menggunakannya sebagai bahan belajar sains. Sampah organik dan nonorganik, bahaya bahan plastik, dan lainnya. Siswa juga bisa belajar numerik. Menghitung satuan berat, harga produk, dan kelipatan.
Pembelajaran ilmu sosial dan akidah akhlak bisa juga dilakukan melalui media sederhana tersebut. Misalnya sikap peduli lingkungan dan usaha menyelamatkan sumber daya alam. Juga bersyukur kepada Tuhan YME dan menjadi pribadi yang menjaga kebersihan.
Tidak terkecuali bidang seni. Pasti bisa menggunakan media botol bekas untuk kegiatan reuse dan recycle. Pembelajaran lainnya pun bisa. Satu media menjadi bahan ajar selama satu minggu atau lima hari efektif sekolah. Sederhana, tapi hasil belajar istimewa, kan?
Para pendidik dan profesional lain yang ingin berbagi gagasan dipersilakan mengirim tulisan melalui
Diutamakan, tema Pendidikan di Era New Normal.