Keluhan Belajar Daring Makin Kompleks
HP Gantian, Kuota Internet Terbatas, dan Jaringan Lemot
SURABAYA, Jawa Pos ‒ Pandemi korona memaksa sekolah menjalankan proses belajar-mengajar secara online atau dalam jaringan (daring). Siswa harus belajar di rumah. Namun, sistem yang mulai diterapkan di akhir tahun ajaran sebelumnya itu ternyata masih jauh dari sempurna. Banyak menuai keluhan warga
Nah, keluhan warga tersebut disampaikan ke wakil rakyat di DPRD Surabaya. Salah satunya Wakil Ketua DPRD A.H. Tony. Setiap hari dia terus mendapatkan aduan terkait pembelajaran daring. ’’Dua hari terakhir warga sambat ke saya,’’ paparnya.
Terakhir dua hari lalu. Lima orang tiba di ruang kerjanya. Warga mengadukan sistem pembelajaran daring yang merasa sangat memberatkan. Ada tiga poin keluhan yang disampaikan warga. Pertama, terkait ketersediaan alat seperti smartphone atau HP serta komputer. Pembelajaran online membutuhkan gadget. Sebab, materi dari guru disampaikan lewat aplikasi Zoom.
Tony menjelaskan, bagi warga yang mampu, ketersediaan HP tentu tidak menjadi masalah. Sebab, rata-rata setiap anak memiliki satu HP. ’’Lain halnya dengan yang tidak mampu,’’ ujarnya.
Dia menyatakan, ada warga tidak mampu yang hanya memiliki satu HP. Sementara itu, dia memiliki tiga anak yang sekolah. Seluruhnya belajar daring. ’’HP-nya tidak bisa dipakai gantian. Sebab, jam belajar bersamaan,’’ ucapnya.
Aduan kedua terkait kuota internet. Pembelajaran daring tentu menyedot pulsa. Alhasil, setiap hari warga mau tidak mau dipaksa membeli pulsa. Selain menerima keluhan dari warga, Tony mengecek pembelajaran daring. Saat melintas di jalan, dia kaget melihat siswa berseragam sekolah yang cangkruk di warkop.
Setelah didekati, pelajar itu ternyata tengah mendengarkan penjelasan guru. ’’Karena tidak memiliki kuota internet sampai nunut wifi warkop,’’ tuturnya.
Jika kondisi itu terus berlanjut, proses belajar siswa dikhawatirkan terganggu. Alih-alih mencari ilmu, pelajar justru sibuk ngopi atau malah lebih banyak bercengkerama. ’’Karena di warkop kan bising,’’ jelasnya. Belum lagi risiko persebaran Covid-19 yang masih tinggi.
Keluhan ketiga berkaitan dengan jaringan. Tony mengatakan, pembelajaran daring belum berjalan mulus. Jaringan internet kadang-kadang lemot. Bahkan, koneksi internet sering terputus.
Bukan hanya Tony, anggota dewan lain pun disambati warga. Misalnya, anggota Komisi D Badru Tamam. Menurut dia, pemkot sudah berupaya mengenalkan pembelajaran daring. Bahkan sejak sebelum pandemi merebak.
Namun, dari evaluasi komisi D, langkah itu belum efektif. Menurut dia, proses belajarmengajar harus tatap muka. ’’Transfer ilmu tidak lancar,’’ paparnya. Selain itu, kebutuhan warga bertambah. Tidak hanya membayar SPP, wali murid juga dikenai tanggungan baru. Yaitu, paket internet. ’’Ini sangat memberatkan,’’ paparnya.
Politikus PKB itu sejatinya sudah mengajukan usul ke dinas pendidikan (dispendik) agar OPD turun. Memberikan bantuan pada warga. Dengan begitu, warga tidak terbebani. Sayangnya, belum ada tindak lanjut. ’’Kalau dibiarkan, warga buntung. Pemasukan minim ditambah pendidikan yang terasa makin mahal,’’ paparnya.
Dewan tidak sekadar mengajukan kritik, tetapi juga menyampaikan solusi. Tony menjelaskan, pemkot harus mengambil langkah cepat. Terkait jaringan dan kuota internet, solusinya bekerja sama dengan provider.
Pada saat jam pembelajaran, ada pengecualian bagi siswa yang mengikuti daring. Dengan begitu, pulsa tidak cepat berkurang. ’’Tinggal mencatat nomor-nomor warga yang tidak mampu,’’ paparnya. Solusi lain disampaikan Badru. Dia meminta kelurahan memancarkan wifi ke seluruh warga. Jaringan internet pun bisa dimanfaatkan warga. ’’Tak perlu memakan pulsa,’’ paparnya.
Bulan lalu dewan dan dispendik menerima keluhan serupa. Aliansi Pelajar Surabaya (APS) juga sudah merekomendasikan terkait belajar secara daring. Kadispendik Surabaya Supomo sempat mengungkapkan, untuk kuota internet, sekolah masih memungkinkan mengatasinya. Dia mengacu pada petunjuk teknis (juknis) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pada masa pandemi, Kemendikbud sudah mengeluarkan juknis terbaru terkait penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) maupun bantuan operasional pendidikan daerah (bopda).
’’Sudah diatur dalam BOS dan bopda bisa digunakan untuk kuota internet,’’ kata mantan kepala dinas sosial (Kadinsos) itu.
Namun, pemkot tidak bisa memaksakan sekolah untuk memberikan kuota bantuan tersebut. Sebab, hal itu menjadi kewenangan tiap sekolah. Penganggaran kuota internet bisa diberikan jika sekolah merasa anggaran BOS dan bopda-nya memungkinkan untuk dibelanjakan kuota internet.