Muhammadiyah dan NU Pilih Mundur
Buntut Polemik Program Organisasi Penggerak Kemendikbud
JAKARTA, Jawa Pos – Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengucurkan dana melalui Program Organisasi Penggerak (POP) belum berjalan, tapi polemik sudah terjadi. Penentuan yang lolos dinilai bermasalah dan mengakibatkan sejumlah organisasi mundur dari program berbiaya lebih dari setengah triliun rupiah itu.
Total ada 324 judul proposal dari 260 organisasi masyarakat (ormas) yang mendaftar. Setelah proses seleksi, 183 judul proposal dari 156 ormas dinyatakan lolos J
Muhammadiyah saat ini memiliki 30 ribu satuan pendidikan dan sejak sebelum merdeka membantu pemerintah menyelenggarakan pendidikan.”
KASIYARNO Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah
Mereka berhak mendapatkan kucuran dana dari Kemendikbud untuk menjalankan program sesuai proposal masing-masing.
Anggaran program itu cukup besar, mencapai Rp 595 miliar. Tiap-tiap proposal mendapatkan pendanaan bervariasi sesuai dengan kelompoknya.
Ada tiga kelompok yang ditetapkan Kemendikbud. Kategori gajah dengan garapan lebih dari seratus unit sekolah atau PAUD mendapatkan dana maksimal Rp 20 miliar. Kemudian kategori macan dengan garapan proyek rintisan di 21–100 unit sekolah atau PAUD mendapatkan uang maksimal Rp 5 miliar. Lalu, kelompok terakhir kategori kijang dengan jumlah sekolah atau PAUD binaan sebanyak 5–20 unit memperoleh anggaran maksimal Rp 1 miliar.
Muhammadiyah sudah memutuskan mundur dari POP. Keputusan tersebut disampaikan secara tertulis oleh Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Kasiyarno. Dia menyampaikan, ada sejumlah alasan sampai akhirnya memastikan mundur.
Di antaranya, dia mengatakan Muhammadiyah saat ini memiliki 30 ribu satuan pendidikan dan sejak sebelum merdeka membantu pemerintah menyelenggarakan pendidikan. ’’Sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak,’’ jelasnya.
Alasan berikutnya, mereka menilai kriteria pemilihan ormas yang dinyatakan lolos sangat tidak jelas karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang seharusnya membantu dana pendidikan dan ormas yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
LP Ma’arif NU juga menyatakan akan mundur. Ketua LP Ma’arif Zainul Arifin Junaidi menjelaskan, sudah ada arahan dari ketua umum PB NU dan ketua bidang pendidikan supaya LP Ma’arif mundur dari POP. Serta, tetap fokus pada pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah seperti selama ini.
’’Kami sedang rapat. Tapi, karena itu perintah ya akan kami laksanakan,’’ tuturnya. Seusai rapat, dia memastikan LP Ma’arif NU mundur dari POP Kemendikbud.
Arifin mengatakan sejak awal menilai POP itu aneh. ’’Kami ditelepon agar mengajukan proposal dua hari sebelum penutupan,’’ jelasnya.
Karena waktu yang singkat, pihaknya tidak bisa membuat proposal. Tetapi, LP Ma’arif NU tetap diminta untuk mengajukan saja, persyaratannya menyusul.
Lalu, pada 5 Maret melalui laman resmi Kemendikbud proposal mereka dinyatakan ditolak. Sampai akhirnya persyaratan yang diperlukan seperti badan hukum sendiri, bukan badan hukum NU, serta surat kuasa dari PB NU tidak bisa dipenuhi karena bertentangan dengan AD/ART LP Ma’arif NU. ’’Kami terus didesak,’’ katanya. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbud Evy Mulyani mengatakan, proses evaluasi proposal dilakukan dengan prinsip transparan serta akuntabel. ’’Oleh lembaga independen, yaitu SMERU Research Institute,’’ ujarnya.
Proses evaluasi proposal menggunakan metode double blind review sehingga mereka tidak mengetahui organisasi mana yang memiliki proposal itu.
Dengan proses tersebut, kata Evy, netralitas dan independensi terjaga. Kemendikbud tidak melakukan intervensi terhadap hasil tim evaluator sehingga bisa menjaga imparsialitas dalam proses evaluasi. Dengan demikian, komitmen awal bahwa POP bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dapat terjaga.
Terkait mundurnya sejumlah ormas yang lolos seleksi atau evaluasi, Evy mengatakan bahwa Kemendikbud menghormati setiap keputusan peserta POP. Kemendikbud terus menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak. Dia menjelaskan, POP merupakan program kolaborasi pemerintah dengan komunitas pendidikan.