Jawa Pos

Sakit Jantung, Bos Pasar Turi Meninggal di Rutan

-

SURABAYA, Jawa Pos – Tangisan Iuneke Anggraini pecah saat melihat jenazah suaminya, Henry J. Gunawan, diangkut ke ambulans. Pria yang dikenal sebagai bos Pasar Turi itu dinyatakan meninggal dunia saat menjalani proses pidana di Rutan Kelas I-A Surabaya, Medaeng, Sabtu malam (22/8). Mendiang yang terjerat kasus pidana penggelapa­n dan keterangan palsu dalam akta otentik itu dinyatakan meninggal karena penyakit jantung

Kabar meninggaln­ya Henry cukup mengejutka­n pihak keluarga. Mereka berdatanga­n memenuhi gerbang Rutan Kelas I-A Surabaya. Henry dinyatakan meninggal sekitar pukul 19.00. Namun, Henry baru dipindahka­n pukul 21.37. Selama 2,5 jam, dokter rutan memeriksa jasad Henry.

Saat proses tersebut, keluarga Henry tampak cemas. Mereka ingin masuk ke rutan untuk melihat jenazah Henry secara langsung. Tetapi, petugas melarang mereka. Iuneke terlihat terus menangis. Suara tangisanny­a cukup kencang. Dia tampak tak kuasa melihat suaminya meninggal di dalam rutan.

Penasihat hukum Henry, Jeffry N. Simatupang, yang juga hadir di rutan menyatakan bahwa kliennya mengeluh sakit sejak pukul 16.30. Kemudian, dia meminjam alat komunikasi untuk menyampaik­an kabar itu kepada Jeffry. Lantas, Jeffry menghubung­i pihak rutan. Namun, tidak ada balasan.

Jeffry mengungkap­kan, meski sudah tahu kondisi Henry, pihak rutan tidak segera merujuknya ke rumah sakit. ”Nyeri dadaku. Saya kemungkina­n kena serangan jantung koroner,” kata Jeffry menirukan kalimat yang diucapkan Henry kepadanya. Jeffry mengatakan, itulah ucapan terakhir yang disampaika­n mendiang kepadanya.

Berita meninggaln­ya Henry sangat memukul keluarga. Terlebih, kliennya itu meninggal di Rutan Medaeng. Selama hidup, lanjut Jeffry, kliennya dikenal aktif di kegiatan sosial. Misal, memberikan sumbangan terhadap Yayasan Bill Gates untuk kemanusiaa­n. ”Kami kehilangan beliau. Selain sosok kontrovers­ial dengan berbagai kasus, Henry juga dikenal suka ikut kegiatan sosial dan sering membantu orang-orang yang tak mampu,” katanya.

Sementara itu, Kepala Rutan Kelas I Surabaya Hamdanu menyangkal­adanyakete­rlambatan penanganan.Diamengung­kapkan, Henry mengeluh sakit mulai 18 Agustus. Awalnya, lanjut dia, Henry mengeluh matanya sakit. Setelah diperiksa dokter, dia diberi obat tetes mata.

Lalu, dua hari kemudian, Henry mengeluh batuk. Tim dokter rutan merekomend­asikan untuk diperiksak­an ke laboratori­um dan mendapatka­n resep obat. Dalampemer­iksaanlabo­ratorium, hasilnya normal. ”Kami sudah tangani dari awal. Penanganan atas keluhan warga binaan dengan baik. Tapi, kehendak Yang Mahakuasa berkata lain,” ucapnya.

Selanjutny­a, Sabtu petang pada pukul 17.25, Henry mengeluh dadanya sakit. Dokter rutan langsung memeriksa yang bersangkut­an. Saat diperiksa oleh dokter rutan, tekanan darahnya normal 127/74 dan suhu tubuhnya 36,9 Celsius.

Lalu, tim dokter memutuskan untuk menelepon dokter pribadi Henry. Dari obrolan tersebut, dokter pribadi Henry merekomend­asikan untuk memberikan obat

plavix, obat untuk mengurangi risiko serangan jantung. Lalu, perawat dan petugas rutan membelikan­nya. Sebab, rutan tidak memiliki obat tersebut.

”Namun usai meminumnya, sekitar pukul 18.55, Henry kembali meminta untuk dipanggilk­an dokter dan saat dokter rutan datang, yang bersangkut­an sudah meninggal dunia. Sampai saat ini, dugaan penyebab kematianny­a adalah penyakit jantung,” terangnya.

Mendiang Henry berurusan dengan pengadilan terkait empat kasus yang berbeda. Yakni, kasus penipuan dan pemalsuan surat keterangan akta otentik bersama istrinya. Dalam kasus penipuan pertamanya, Henry dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Dia divonis bersalah atas tindak pidana penipuan terkait jual beli tanah di Malang. Di kasus kedua, Henry divonis 2,5 tahun penjara terkait penipuan terhadap 12 pedagang Pasar Turi karena pungutan strata title dan BPHTB.

Nah, untuk kasus ketiga, yakni penipuan, dia diganjar hukuman pidana selama tiga tahun. Pada kasus terakhir, yaitu pembuatan akta otentik dengan memalsukan akta pernikahan, Henry divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Sementara itu, istrinya, Iuneke, divonis satu tahun enam bulan penjara.

Kasi Pelayanan Tahanan Rutan Kelas I-A Surabaya Ahmad Nuri Dhuka menyebutka­n, hanya satu kasus yang membuat Henry harus mendekam di Rutan Medaeng. Dia mencatat kasus terakhir, yakni pembuatan akta otentik. ”Lainnya saya nggak tahu. Karena kasus terakhir yang ada dalam berkas di rutan. Mungkin masih dalam catatan kejaksaan,” ucapnya.

Penasihat hukumnya yang lain, Lilik Djaliya Ma Sururi, mengungkap­kan bahwa kliennya telah menjalani kasus pertama terkait penipuan. Lalu dalam kasus kedua, Henry belum menjalanin­ya secara penuh. Pada kasus ketiga, Henry baru menjalani 2 tahun penjara. Nah, pada kasus terakhirny­a, Henry juga belum menjalani penuh. Apalagi dalam kasus terakhir, tim masih mengajukan upaya kasasi. ”Jadi yang tercatat di dalam catatan kami hanya kasus terakhir untuk proses pidananya,’’ katanya.

 ?? GUSLAN GUMILANG/JAWA POS ?? BERPULANG: Henry J. Gunawan saat menjalani salah satu sidang.
GUSLAN GUMILANG/JAWA POS BERPULANG: Henry J. Gunawan saat menjalani salah satu sidang.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia