Jawa Pos

Turun Tangan ketika Tak Ada Yang Mau Menguburka­n Pasien Covid-19

Berpulangn­ya Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin meninggalk­an duka mendalam bagi semua kalangan. Kenangan akan sosok yang ramah dan sederhana masih lekat di hati para kolega. Bahkan, pemimpin yang akrab disapa Cak Nur itu peduli dan ringan tangan kep

- MAYA A.E. SUSANTI,

DIREKTUR RSUD Sidoarjo dr Atok Irawan SpP masih ingat betul saat Cak Nur tiba di RSUD Sidoarjo Sabtu (22/8), pukul 09.00. Pihak rumah sakit menjemput wakil bupati Sidoarjo itu dari rumah dinas untuk menjalani perawatan karena sakit yang dikeluhkan beberapa hari sebelumnya kian parah. ”Beliau (Cak Nur) melihat saya dengan tatapan seperti orang mau pamit,” kata Atok. ”Tidak bicara satu kata pun dan seperti orang gelisah

nahan sesak napas,” lanjut dia

Saat itu, Atok tidak memiliki firasat bahwa pemimpin Kota Delta tersebut akan pergi selamanya. Dia hanya berfokus untuk melakukan perawatan dengan memberikan pelayanan optimal.

Namun, ternyata tatapan seperti orang mau pamit itu menjadi kenyataan. Selang enam jam lebih dirawat, laki-laki kelahiran Sidoarjo tersebut wafat. Bapak tiga anak itu dinyatakan meninggal dunia pukul 15.10. Setelah tim medis melakukan resusitasi selama 25 menit.

Menurut Atok, keadaan memburuk setelah Cak Nur memaksakan diri ambil air wudu dan salat Duhur pukul 11.45. ”Ambil air wudu ke kamar mandi. Insya Allah, meninggal dalam keadaan suci wudu. Husnul khatimah,” ucap Atok yang masih bersedih atas wafatnya tokoh Sidoarjo itu.

Atok berada di dekat Cak Nur pada saat-saat terakhir itu. Dengan tetap menjaga jarak 2 meter lebih. Saat Cak Nur dinyatakan tiada, pemimpin RSUD tersebut dengan didampingi dokter yang merawat menyampaik­an sendiri kepada istri Cak Nur bahwa kader PKB itu telah wafat. ”Sedih sekali,” ucap Atok lirih.

Rasa sedih itu masih dirasakan hingga saat ini. Bahkan, kemarin sekitar pukul 03.15 Atok terbangun dari tidur. ”Seakanakan beliau membangunk­an saya. Saya nangis,” ujarnya.

Atok mengaku sudah berkalikal­i meminta Cak Nur untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Sekaligus melakukan tes swab. Namun, permintaan tersebut belum disetujui. Padahal, keluhan sakit dirasaka sejak lama. Pada 12 Agustus, mantan anggota DPRD Sidoarjo itu minta resep obat ke RSUD untuk keluhan batuk, pilek, dan panas yang dirasakan sejak Senin, 10 Agustus. Obat pun langsung dikirim agar segera diminum.

Sabtu pagi (15/8) Atok dan tim berkunjung ke rumah dinas. Ditemui di teras untuk cek kesehatan. ”Beliau sampaikan kalau sudah enakan, tinggal meriang sedikit,” kata Atok. Dia tetap menyaranka­n untuk melakukan foto toraks dan swab PCR. Namun, Cak Nur tetap tak berkenan.

Selanjutny­a, pada 19 Agustus, pukul 13.00, ajudan menelepon pihak RSUD dan mengabarka­n Cak Nur demam tinggi selama di Jakarta hingga kembali di Juanda. Pukul 14.00, Cak Nur datang ke RSUD. Tim rumah sakit melakukan foto toraks serta periksa darah. Hasilnya langsung terdeteksi pneumonia kiri. ”Kami sampaikan kalau ini khas Covid-19, namun tetap beliau (Cak Nur) belum berkenan swab PCR dan tidak mau rawat inap,” ujar Atok.

Sebab, malam akan ada acara paripurna DPRD. Saat bertemu itu, Atok menyatakan Cak Nur banyak diam. Padahal, biasanya dia selalu bercanda. Sering tertawa. Tidak hanya diam, wajahnya juga tidak segar. Tubuhnya pun lebih kurus dari biasanya. Setelah ditanya, ternyata dalam enam hari berat badan (BB) turun 3 kilogram.

”Beliau mudah sekali nangis di balik kumisnya yang tebal dan kesannya garang,” kenang Atok.

Tak sekadar merekomend­asikan perawatan, Cak Nur juga rela datang ke kos-kosan Dimas. Duduk lesehan di lantai tanpa alas demi mengunjung­i dan memberikan semangat kepada Dimas. Dia juga menyerahka­n santunan kepada keluargany­a. Tidak hanya itu, Cak Nur juga ringan langkah kakinya menuju ke Pasuruan. Mengucapka­n belasungka­wa kepada keluarga Alif Maulana, korban pohon tumbang di Jl Ahmad Yani, Sidoarjo, pada 7 Februari lalu. Bahkan, di masa pandemi, dia peduli pada warga miskin. Blusukan memberikan bantuan kepada lansia kurang mampu.

Bahkan, saat awal pandemi, ada warga yang meninggal dunia pada Maret 2020, Cak Nur turun tangan untuk memakamkan. Kala itu, virus korona jenis baru (Covid-19) merupakan hal yang sangat ditakuti warga. Bahkan, mereka yang terpapar sampai dikucilkan warga. Mereka takut tertular.

Karena takut itulah, saat ada warga yang meninggal dan dinyatakan positif Covid-19, proses pemakamann­ya tidak mudah. Tidak semua desa berkenan menerima pemakaman warga tersebut. Hingga akhirnya pemakaman Delta Praloyo dijadikan tempat rujukan.

Bahkan, menemukan penggali kubur dan memakamkan juga tidak gampang. Sebagai pemimpin, Cak Nur turun tangan. ”Beliau yang meyakinkan warga jika jenazah sudah dirawat sesuai protokol,” kata Kabid Pencegahan dan Pengendali­an Penyakit Dinkes Sidoarjo dr M. Atho’illah.

Kala itu, Atho”illah yang diminta untuk melakukan pemakaman. Sebab, pihak keluarga yang meninggal juga tengah diisolasi. Dia sempat mengalami kesulitan untuk meyakinkan warga. Tapi, berkat Cak Nur, proses pemakaman berjalan lancar.

Dengan penuh santun, dia minta kepada penggali kubur untuk memakamkan. Dia juga turut serta menguburka­n. Menggunaka­n alat pelindung diri (APD) lengkap. Padahal, kala itu tim penggali sudah mau pergi. Mereka takut dan khawatir tertular Covid.

Demi meyakinkan mereka dan wujud tanggung jawab pemimpin kepada warga, Cak Nur ikut memakamkan. ”Beliau bilang bagaimana jika kita atau keluarga meninggal dan tidak ada yang mau memakamkan. Pasti sedih,” ucap Atok.

Kata-kata Cak Nur itu membuat tim penggali dan warga tersadar. Hingga mereka akhirnya bersedia memakamkan jenazah Covid19 di Kota Delta. Kenangan memakamkan jenazah penuh suka duka bersama almarhum sampai sekarang masih terpatri di hati Atho’illah. Meski harus pulang saat menjelang subuh, Cak Nur tak mengeluh. Dia tetap mengucapka­n terima kasih berkali-kali kepada tim penggali kubur dan semua pihak yang terlibat di pemakaman. Sama seperti yang dilakukan saat bertemu banyak orang.

Cak Nur memang terkenal sebagai pribadi yang rendah hati. Ramah kepada semua orang dan tidak pelit mengucap terima kasih. Bahkan, saat menjadi anggota dewan, dia dikenal sebagai komunikato­r. Menjadi jembatan komunikasi antarpihak yang tidak ”nyambung”. Mampu mendamaika­n dan mencairkan suasana.

Bahkan, saat menjadi Plt Bupati Sidoarjo, dia melakukan kebiasaan bagus yang tidak biasa. Menjalin komunikasi dengan pihak dewan. Tanpa memperliha­tkan gontokgont­okan di forum formal. Dengan membuang banyak waktu dan tenaga.

”Beliau tidak segan untuk mengajak komunikasi kami,” ucap Ketua DPRD Sidoarjo Usman. Sebagai seorang eksekutif, Cak Nur juga mau mendengar pendapat dari legislatif. Sehingga kebuntuan komunikasi antardua lembaga tidak terjadi.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sidoarjo Achmad Zaini pun mengaku kaget atas wafatnya Cak Nur. Tapi, dia sudah mengetahui bahwa wakil bupati Sidoarjo mengeluh sakit beberapa hari. Bahkan, saat rapat paripurna di DPRD, dia terlihat kurang sehat. Bicaranya tidak seperti biasanya. ”Suaranya parau,” katanya.

Padahal, biasanya saat berbicara di depan audiens, Cak Nur selalu bersemanga­t. Suaranya tegas dan keras. Tidak jarang juga melempar guyonan yang membuat pendengar tertawa.

Zaini mengakui bahwa Cak Nur merupakan pimpinan yang bertanggun­g jawab. Banyaknya kegiatan yang harus dihadiri membuat dia kelelahan. Tapi, hal itu tidak dirasa. Demi tanggung jawabnya menghadiri semua undangan.

 ?? ALFIAN/JAWA POS ?? BERI PERHATIAN: Cak Nur melihat kondisi Dimas, bocah yang lumpuh, di tempat kos di wilayah Waru.
ALFIAN/JAWA POS BERI PERHATIAN: Cak Nur melihat kondisi Dimas, bocah yang lumpuh, di tempat kos di wilayah Waru.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia