Ancaman Hukuman Bisa Lebih Berat
Praktisi Hukum Tanggapi Persoalan Penyaluran BPNT
GRESIK, Jawa Pos – Belum jelas kapan Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Gresik melanjutkan pemanggilan pihak-pihak yang terkait dengan program bantuan pangan nontunai (BPNT) di masa pandemi Covid-19. Yang pasti, baru tiga pihak yang dimintai keterangan oleh polisi. Yakni, koordinator daerah (Korda) dan dua orang dari Dinas Sosial (Dinsos) Gresik. Sedangkan rencana pemanggilan pihak bank penyalur masih tertunda terus.
Menurut Hartanto, praktisi hukum Gresik, sejauh ini pihaknya juga intens mengikuti pemberitaan soal BPNT. Dia mengatakan, setidaknya ada dua poin yang terindikasi kuat telah dilanggar dalam penyelenggaraan program dari Kementerian Sosial (Kemensos) itu. ”Pertama, ada tindakan melawan hukum. Kedua, dugaan terjadi tindakan korupsi,” jelas pengacara senior itu kemarin (23/8).
Dia menyatakan, dalam penyaluran BPNT, jelas sudah pedoman umum dan aturannya. Yakni, Permensos Nomor 20 Tahun 2019. Nah, dalam hal ini, penyelenggara tidak melaksanakan aturan tersebut. ”Apabila regulasi yang ada tidak dilakukan, artinya ada tindakan melawan hukum,” ucapnya. Berdasar pedoman umum dan Permensos 20/2019, sudah diatur dengan terang mekanisme penyaluran sembako untuk keluarga kurang mampu tersebut. Salah satunya, sembako dilarang untuk dibagikan dalam bentuk paket. Namun, dari hasil penelusuran tim Ja
wa Pos di lapangan, hingga penyaluran bulan ini beberapa komoditas masih dibagikan dengan sistem pemaketan. Temuan lain, penyaluran dilakukan bukan di agen atau e-warong, melainkan balai desa.
”Apabila regulasi yang ada itu betul tidak dilakukan, artinya
kan ada tindakan melawan hukum,” tegas Hartanto.
Tim Jawa Pos juga menemukan margin atau selisih harga sembako yang diterima para keluarga penerima manfaat (KPM). Selama masa pandemi Covid-19, nominal BPNT sebesar Rp 200 ribu per KPM. Namun, dari kalkulasi harga di pasaran, nilai sembako yang didapat KPM tidak sampai Rp 200 ribu. Ada selisih Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu.
Total penerima BPNT di Gresik di masa pandemi naik menjadi 92.529 KPM. Nah, jika diasumsikan selisih harga untuk setiap KPM Rp 20 ribu saja, margin mencapai Rp 1,8 miliar per bulan. Sempat ada rumor bahwa selisih itu mengalir ke oknum tertentu. ”Kalau faktanya benar demikian, ada potensi korupsi karena merugikan keuangan negara. Kan sumber dananya dari APBN. Berapa pun nilainya,” kata Hartanto.
Karena itu, dia berharap semua pihak ikut memberikan atensi terhadap penyaluran BPNT sehingga sesuai tujuan. Yakni, membantu orang kurang mampu. Bukan malah mencari keuntungan dalam situasi sulit para KPM. Dia pun mendorong aparat penegak hukum untuk terus melanjutkan proses hukum. Dalam pasal 2 ayat 2 UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor disebutkan keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku. Yakni, penyelewengan tersebut dilakukan terhadap dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan bahaya dan bencana.
”Instruksi dari pusat kan jelas, yang menyelewengkan anggaran selama pandemi, ancaman hukumannya berat,” ujarnya.
Memang, seperti pernah diberitakan, aparat penegak hukum di awal-awal masa pandemi Covid-19 sudah memberikan warning untuk tidak menyelewengkan dana bantuan sosial. Ancaman hukumannya berat. Warning itu disampaikan oleh Kapolri Jenderal Idham Azis maupun Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Bahkan, Presiden Joko Widodo juga mengancam akan ”menggigit” mereka yang main-main dengan bantuan di masa pandemi tersebut.
Kalau faktanya benar demikian, ada potensi korupsi karena merugikan keuangan negara. Kan sumber dananya dari APBN. Berapa pun nilainya.”
HARTANTO SH
Praktisi Hukum