Vonis 5 Tahun, Denda Rp 10 M
Kasus Karyawan Bank yang Palsukan Penaksiran Harga Agunan
SURABAYA, Jawa Pos – Dua mantan business relationship officer (BRO) marketing Bank Danamon divonis berbeda. Aluisius Dwipa Subiantoro alias Luis yang sebelumnya bekerja di Bank Danamon Cabang Coklat divonis pidana 5 tahun penjara. Sementara itu, Rendi yang merupakan mantan karyawan Bank Danamon Cabang Mayjen Sungkono divonis 5,5 tahun penjara.
Di dalam sidang terpisah, majelis hakim yang diketuai Johanis Hehamony juga mengharuskan kedua terdakwa membayar denda masing-masing Rp 10 miliar. Jika tidak sanggup membayar, maka diganti dengan pidana dua bulan kurungan. Vonis terhadap mereka berbeda karena modus tindak pidananya juga berbeda.
”Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbankan sebagaiman dalam dakwaan primair,” ujar hakim Johanis dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (24/8).
Luis menurut majelis hakim awalnya memproses permohonan kredit Dirut PT Indo Putra Kencana (IPK) Hendro Poedjiono. Dia mencatat data-data dari debitur ke credit application memo (CAM). Termasuk, nilai aset Rp 29,8 miliar yang nilai sebenarnya tidak sebesar itu.
Nilai aset tersebut berdasar laporan penilaian jaminan (LPJ) yang diterbitkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) rekanan. Namun, setelah ditelusuri, buku LPJ itu palsu. KJPP mengakui tidak pernah menerbitkannya. Ternyata, LPJ tersebut dibuat sendiri oleh seorang karyawan KJPP yang bekerja sama dengan terdakwa.
Nilai aset yang tercatat di buku LPJ dilebihkan. Dari yang sebenarnya hanya Rp 11,5 miliar dicatat Rp 29,8 miliar. Tujuannya, agar debitur mendapatkan kredit yang lebih besar dari bank. Hingga akhirnya kredit yang disetujui Rp 12,5 miliar.
Sementara itu, Rendi telah lalai hingga Bank Danamon mencairkan kredit Rp 12,5 miliar kepada Dirut PT Pilar Kuat Tekan (PKT) Hadi Suwanto. Dalam pengajuan kredit tersebut, debitur menjaminkan aset yang ditulis dalam laporan penilaian jaminan (LPJ) dari KJPP rekanan Rp 29,8 miliar. Berdasar jaminan aset itu, kredit yang diajukan debitur Rp 15 miliar cair Rp 12,5 miliar.
LPJ tersebut berdasar fakta persidangan akhirnya diketahui palsu. KJPP rekanan mengklaim tidak pernah menerbitkan buku laporan itu. Ternyata, LPJ tersebut dibuat sendiri oleh Bagus Hariyadi tanpa sepengetahuan kantor tempatnya bekerja. Bagus adalah karyawan KJPP rekanan. Dari pembuatan LPJ palsu itu, dia mendapat upah Rp 7 juta dari debitur yang diberikan Rendi.
Bagus menerbitkan LPJ palsu tersebut dengan memalsukan tanda tangan Kepala KJPP Satria Wicaksono. LPJ palsu itu dijadikan terdakwa syarat untuk meneruskan kredit dan mencatat nilai aset yang tidak sebenarnya ke CAM.
Dari laporannya di CAM itu akhirnya kredit cair. Debitur dalam perjalanannya gagal bayar. Dia tidak sanggup lagi mencicil kreditnya. Tim audit mengaudit kembali data-data pengajuan kredit tersebut. Hasilnya, mereka menemukan LPJ tersebut palsu. Dalam buku itu tertulis nilai aset Rp 29,8 miliar. Padahal, berdasar audit, nilai aset yang dijaminkan debitur Rp 11,5 miliar. Lebih rendah daripada kredit yang dicairkan Rp 12,5 miliar.
Menanggapi vonis tersebut, terdakwa dan jaksa sama-sama menyatakan pikir-pikir.
”Kalau Luis dinyatakan bersalah, berarti semua yang terlibat direktur sampai komisaris juga bersalah. Luis kan karyawan paling bawah. Tetap mereka punya kewajiban saling kontrol,” kata pengacara Luis, Hugeng Kumalaharja.
Pengacara Rendi, Ani Wijayanti, menyatakan, vonis tersebut sudah menzalimi kliennya. Berdasar fakta persidangan, pencatatan palsu dalam dokumen masih harus dikaji lebih mendalam. ”Belum ada putusan bahwa dokumen itu palsu. Semua juga dilakukan oknum KJPP,” ujarnya.