Pemerintah Lebarkan Defisit 2021
Naik Menjadi 5,7 Persen
JAKARTA, Jawa Pos – Defisit anggaran tahun depan melebar. Keputusan itu diambil pemerintah seiring meningkatnya ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19. Selain itu, ada perubahan postur pendapatan yang signifikan.
Pada 2021, defisit anggaran akan menjadi 5,7 persen atau setara dengan Rp 1.006,4 triliun. Angka itu naik 0,2 persen dari yang ditetapkan sebelumnya. Yakni, 5,5 persen.
”Mempertimbangkan ketidakpastian pada 2021 dan program yang telah disusun dan dibahas kementerian dengan komisi, sementara defisit anggaran (2021) naik menjadi 5,7 persen dari PDB,’’ terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam raker dengan badan anggaran (banggar) DPR kemarin (11/9).
Ani, sapaan Sri Mulyani, menyebutkan bahwa penyebab melebarnya defisit adalah target pendapatan negara yang turun pada 2021. Dari sekitar Rp 1.776,4 triliun menjadi Rp 1.743,7 triliun.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyatakan bahwa penurunan pendapatan yang drastis berasal dari pajak. Tepatnya penerimaan pajak. Nominalnya turun sekitar Rp 37,4 triliun sehingga menjadi kira-kira Rp 1.444,5 triliun saja. Sampai Agustus lalu, penerimaan pajak masih jauh dari target. Realisasinya baru mencapai Rp 795,95 triliun. Itu setara dengan 54 persen target APBN 2020 yang mencapai Rp 1.404 triliun.
Turunnya pendapatan korporasi dan perseorangan akibat pandemi juga akan membuat target penerimaan perpajakan tahun ini sulit tercapai. Kondisi itu diyakini masih berlangsung hingga tahun depan. ”Oleh karena itu, kita melakukan pembahasan untuk koreksi,’’ imbuh Ani.
Sementara itu, belanja negara ditargetkan meningkat Rp 2,5 triliun menjadi Rp 2.750 triliun. Pos belanja yang naik adalah belanja pemerintah pusat yang meningkat Rp 3,3 triliun. Anggaran transfer ke daerah dan dana desa turun sekitar Rp 0,8 triliun.
Ada juga penambahan volume LPG bersubsidi dari 7 juta metrik ton menjadi 7,5 juta metrik ton. Hal itu berakibat pada belanja untuk subsidi energi yang bertambah Rp 2,4 triliun.
Selain itu, pemerintah mengalokasikan Rp 15,8 triliun untuk tambahan cadangan belanja pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang semula tidak tercatat dalam nota keuangan RAPBN 2021.
”Untuk postur ini, keseimbangan primer mencapai defisit 633,1, triliun lebih tinggi daripada RAPBN 2021. Dengan keseimbangan primer defisit tersebut, keseluruhan defisit anggaran APBN 2021 mencapai Rp 1.006,4 triliun, naik jadi 5,7 persen PDB,’’ terang Ani.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung kinerja pemerintah dalam menciptakan stabilitas pasar surat berharga negara (SBN). Sebab, SBN menjadi salah satu tumpuan pembiayaan pada tahun depan. ”Menkeu sudah berkoordinasi dengan kami,’’ tuturnya.
Secara umum, Perry menyebutkan bahwa tantangan inflasi tahun depan akan lebih berat. Hal itu sesuai dengan asumsi dasar ekonomi makro yang memasang inflasi pada angka 3 persen.
Meski begitu, bank sentral tetap mendukung asumsi dasar ekonomi makro. Termasuk tentang pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 5 persen dan nilai tukar rupiah Rp 14.600 per USD. ”Nilai tukar Rp 14.600 semua itu masih dalam risk kami. Kami dukung untuk asumsi makro,’’ tandasnya.