Minimalkan Dampak Ekonomi, Genjot Serapan Anggaran
PENERAPAN kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta memberikan tekanan baru terhadap perekonomian. Pemerintah dan regulator, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Bank Indonesia (BI), harus kembali bekerja ekstra untuk menstabilkan pasar keuangan dan mengembalikan kepercayaan pelaku pasar.
’’Kita khawatir upaya yang dilakukan gubernur BI sia-sia kalau di antara kita tidak ada koordinasi yang baik di semua lini,’’ ujar
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah saat rapat kerja dengan pemerintah dan BI kemarin (11/9).
Dia menyinggung pasar saham yang jatuh serta kehilangan nilai kapitalisasi nyaris Rp 300 triliun setelah ada pengumuman dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
J
’’Kalau korporasi hancur, ritel akan hancur,’’ ingat Said.
Secara terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan kekhawatirannya dengan pengetatan kembali PSBB. Khususnya pada industri manufaktur. ’’PMI industri manufaktur sudah bergeliat di atas indeks 50 saat ini. Kalau Jakarta sebagai kota barometer memperketat PSBB, tentu akan memberikan tekanan yang selama ini mulai kita hadapi dengan baik,’’ ujarnya.
PSBB, kata dia, tidak hanya akan berdampak pada timbulnya guncangan terhadap produktivitas industri, tapi juga memengaruhi sisi demand. ’’Masyarakat akan lebih hatihati walaupun untuk membeli barang yang penting. Mereka menahan spending,’’ tambahnya.
Menperin menyebutkan, pemerintah daerah perlu merumuskan instrumen-instrumen lain yang bisa dipakai untuk menjaga laju pertumbuhan kasus di daerah. Sebab, industri bergerak ke arah yang baik.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Felix Wisnu Handoyo memperkirakan, dampak pemberlakuan PSBB ketat di Jakarta pada 14 September akan terlihat pada pertumbuhan ekonomi kuartal IV. Menurut dia, pemerintah pusat maupun daerah harus kompak dalam situasi darurat. Sebab, angka kasus Covid-19 di DKI Jakarta ditambah Jawa Timur setara dengan 42 persen angka nasional.
Dia menyatakan, pemerintah pusat dan daerah sejatinya bisa berbagi peran. Pemerintah pusat sebaiknya berfokus memaksimalkan belanja negara atau serapan anggaran. Melalui serapan anggaran yang maksimal, dampak ekonomi akibat PSBB di DKI Jakarta cukup bisa ditekan. ’’PSBB di Jakarta perlu dilakukan. Biarkan masyarakat di rumah. Stimulus pemerintah pusat harusnya cepat,’’ katanya.
Dia menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang empat aspek. Yaitu, investasi, konsumsi masyarakat, belanja pemerintah, serta ekspor dan impor. Nah, di masa pandemi, jangan sampai semua aspek itu mandek. Felix mengatakan, ketika investasi, konsumsi masyarakat, serta ekspor dan impor tergencet pandemi, belanja pemerintah bisa dimaksimalkan. ’’Bahasa lainnya jangan keempat-empatnya lumpuh,’’ tegasnya.
Pada bagian lain, ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef ) Fadhil Hasan mendorong tiga agenda prioritas belanja pemerintah 2021 untuk penanganan Covid-19. Khususnya mendorong pemulihan perekonomian yang terdampak pandemi. ’’Tiga agenda prioritas itu investasi di sektor kesehatan publik, ekonomi digital menyeluruh hingga ke pedesaan, serta peningkatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam upaya mengatasi pengangguran,’’ kata Fadhil.
Menurut dia, diperlukan evaluasi alokasi belanja kementerian dan lembaga dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2021. Rancangan yang dibuat tidak mencerminkan dasar yang kuat untuk menopang menangani pandemi dan bangkit secara ekonomi. ’’Kalau kita lihat, berdasar belanja pemerintah pusat, anggaran tahun depan itu posturnya masih business as usual. Tidak ada perubahan yang mencolok. Menunjukkan keberpihakan pemerintah untuk mengatasi persoalan pandemi di Indonesia saat ini,’’ beber Ahmad.
Perubahan itu hanya meningkat secara nilai. Misalnya, belanja pemerintah pusat pada RAPBN 2021 meningkat sekitar 23 persen menjadi Rp 1.030 triliun. Fadhil menyoroti anggaran kesehatan RAPBN 2021 yang justru disunat. Dari Rp 212,5 triliun pada 2020 menjadi Rp 169 triliun. Meski, anggaran untuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meningkat dari Rp 78,5 triliun menjadi Rp 84,3 triliun.