Bentuk Pokja Penanganan Pelanggaran Protokol
Khusus Tangani Kedisiplinan di Pilkada
JAKARTA, Jawa Pos – Upaya penertiban protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada diformalisasi lewat tim gabungan. Sejumlah kementerian/ lembaga terkait sepakat membentuk kelompok kerja (pokja) penanganan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) dalam pilkada 2020.
Kesepakatan itu dicapai dalam pertemuan yang digelar di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kemarin (17/9). Pertemuan tersebut dihadiri perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, TNI/Polri, Kejaksaan Agung, Satgas Penanggulangan Covid-19, dan DKPP.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, fenomena yang terjadi selama masa pendaftaran 4–6 September lalu harus menjadi pelajaran. Ke depan, pelanggaran serupa mesti diantisipasi dengan mengintensifkan pokja. Rencananya, tim gabungan itu dibentuk hingga level kabupaten/kota. ’’Yang diberi amanat adalah Bawaslu untuk menjadi ketua dan anggota dari KPU, DKPP, Kemendagri, serta TNI. Disusul satgas, kejaksaan, dan kepolisian,’’ jelasnya.
Abhan melanjutkan, pokja akan bekerja dalam hal pencegahan dan penindakan. Untuk pencegahan, pokja bakal berkoordinasi dengan partai politik dan tim kampanye pasangan calon (paslon). Mereka diminta aktif terlibat dalam penerapan prokes. ’’Pokja juga akan melakukan sosialisasi dan kampanye masif kepada publik untuk kepatuhan,’’ terangnya.
Selain itu, paslon harus menandatangani pakta integritas saat penetapan paslon pada 23 September mendatang. Pakta tersebut memuat komitmen penerapan prokes selama menjalani tahapan pilkada. Jika terjadi pelanggaran di lapangan, pokja sepakat bahwa hal itu menjadi kewenangan kepolisian.
Asisten Operasi Polri Irjen Pol Imam Sugianto menuturkan, jajaran polri di daerah siap mengamankan pelaksanaan pilkada. Di lapangan, Polri akan bekerja sama dengan jajaran TNI dan satpol PP. Menurut dia, tahapan yang cukup riskan terjadi pada tanggal penetapan paslon dan pengundian nomor urut esoknya. ’’Mudah-mudahan kejadian di tahap pendaftaran kemarin tidak terulang pada tanggal 23-24 (September), dan seterusnya sampai tahap kampanye,’’ ucapnya.
Di sisi lain, Prof Wiku Adisasmito
selaku juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 mengkritisi peraturan KPU yang mengizinkan digelarnya konser musik dalam kampanye pilkada. Pasalnya, kegiatan itu berpotensi menjadi klaster penularan baru. ’’Semua kegiatan kampanye yang menimbulkan kerumunan dan potensi penularan (Covid-19) itu dilarang,’’ tegasnya di kantor presiden kemarin.