Sayang Eddie Tak Sempat Mampir ke Rangkasbitung
Ide teknik-teknik permainan gitar ’’nyeleneh” Eddie Van Halen diserap dari sebuah band metal fiktif. Ibundanya lahir di Rangkasbitung dari keluarga pebisnis perkebunan.
BAYANGKAN betapa bakal emosionalnya. Bayangkan betapa akan bersejarahnya.
Eddie Van Halen memainkan Eruption, solo gitarnya selama 1 menit 42 detik yang monumental itu J
Sebelum kemudian... Ah, might as well jump.
Dan puluhan ribu orang yang memadati Stadion Uwes Qorny, Rangkasbitung, Lebak, Banten, akan menjawab undangan Eddie dan kawan-kawannya di Van Halen dari atas panggung itu dengan...jump!
’’Dulu pernah ada yang mengusulkan Van Halen konser di sini (Rangkasbitung). Saya kecewa tak segera berusaha mewujudkan itu,” kata Kepala Seksi Museum dan Cagar Budaya pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lebak Ubaidillah Muchtar kepada Jawa Pos di Rangkasbitung.
Ya, rencana itu tak mungkin terwujud lagi sekarang. Selasa (6/10), Eddie, gitaris legendaris yang memiliki pertalian sejarah dengan Rangkasbitung itu, menutup mata untuk selamanya. Peringkat keempat dalam daftar 100 Gitaris Terhebat Sepanjang Masa versi Guitar World tersebut meninggal karena penyakit kanker di St John Hospital, Santa Monica, California, Amerika Serikat.
Didampingi sang istri, Valerie; anaknya sekaligus basis Van Halen sekarang, Wolfgang; dan sang kakak yang juga drumer band yang telah menelurkan 12 album itu, Alex. Kepergian pria bernama lengkap Edward Lodewijk van Halen tersebut hanya berselang sepekan dari meninggalnya Mark Stone, basis pertama Van Halen.
Eddie adalah salah seorang gitaris yang tak cuma virtuoso secara teknik, tapi juga amat berpengaruh. Two-handed tapping, salah satu ciri khas permainannya, misalnya, menginspirasi banyak gitaris.
Eruption yang masuk dalam album pertama Van Halen adalah semacam parameter ’’kamu baru layak disebut gitaris kalau bisa main ini”. Mungkin sejajar dengan melodi Slash dari Guns N’ Roses dalam Sweet Child O’Mine untuk perkara ini.
Sejarah Eddie menjulur panjang dan semuanya berakar di Rangkasbitung. Tempat sang ibunda yang berdarah campuran Belanda-Italia-Indonesia, Eugenia van Beers, dilahirkan pada 1914.
Putri pasangan Frans van Beers dan Eugenie Rygello Mafficioli der Castelletto itu kemudian menikah dengan pemusik Jan van Halen. Dari catatan sejarah yang ditulis kurator Museum Multatuli di Rangkasbitung dan keterangan sejarawan Bonnie Triyana, Eugenia van Beers lahir dan dibesarkan di wilayah perkebunan di Rangkasbitung.
Orang tuanya, Frans van Beers dan Eugenie Rygello Mafficioli der Castelletto, merupakan pebisnis di bidang perkebunan. Mereka berpindah-pindah tempat, mulai Bojonegoro, Salatiga, Rembang, hingga menetap di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Tidak diketahui dengan jelas, di mana tempat tinggal kakek dan nenek Eddie Van Halen ini. Sejarawan Bonnie Triyana mengungkapkan, di Lebak ada beberapa perkebunan, yakni di Cisalak atau perkebunan arah Leuwidamar di Cimarga. Namun, Bonnie tidak menemukan arsip tentang tempat tinggal keluarga tersebut. Dia menambahkan, pada 1953 Eugenia van Beers bersama Jan van Halen memutuskan pulang ke Belanda. Sebab, setelah kemerdekaan, ada repatriasi atau pemulangan orang-orang Belanda.
Saat itu, Eugenia sedang mengandung Alex. ’’Di Amsterdam, Eugenia melahirkan Alex (pada 5 Mei 1953) dan dua tahun kemudian melahirkan Eddie.
Lalu, keluarga tersebut pindah ke Pasadena, Amerika Serikat,” ungkapnya.
Kepergian Eddie tak cuma memukul keluarga, tapi juga para kawan dan kolega. Sammy Hagar, mantan vokalis Van Halen, serta vokalis saat ini, David Lee Roth, mengaku kehilangan kata-kata.
Weezer mendedikasikan calon album baru mereka, Van Weezer, buat sang dewa gitar. Metallica mengenang Van Halen sebagai sahabat setelah kedua band menghabiskan waktu bersama di tur pada 1988.
Bagi yang bukan penggemar musik keras pun, karya Eddie tetap menggaung. Yakni, lewat dua solo gitar di Beat It, hit Michael Jackson dari album Thriller.
Dalam wawancara pada 1991, Eddie mengaku ide teknikteknik nyelenehnya lahir karena band heavy metal fiksi di Spinal Tap. Dalam film rilisan 1984 itu, dikisahkan gitaris band tersebut pamer. Amplifier mereka punya setelan 1–11, lebih tinggi setingkat dari setelan biasanya.
’’Kalau mereka bisa 11, aku bakal di 15,” ungkapnya dalam wawancara dengan The New York Times.