Pasal Pendidikan Hanya untuk Kawasan Ekonomi Khusus
PEMERINTAH dan DPR terus berusaha menangkis sorotan bertubi-tubi terhadap UU Cipta Kerja. Soal masih munculnya klaster pendidikan di UU tersebut, mereka berdalih bahwa aturan itu hanya berlaku untuk kawasan ekonomi khusus (KEK).
Ferdiansyah, anggota Komisi X (membidangi pendidikan) DPR yang juga ikut dalam Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja, menegaskan bahwa klaster pendidikan sudah dicabut
Semula ada sejumlah UU sektor pendidikan yang dimasukkan RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Mulai UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Pendidikan Tinggi, UU Pendidikan Kedokteran, UU Guru dan Dosen, sampai UU Kebudayaan. ’’Semuanya dicabut dari RUU Ciptaker. Tidak ada UU-UU itu,’’ kata politikus Partai Golkar tersebut kemarin (7/10).
Lantas, mengapa masih ada pasal 65 yang menyebutkan bahwa pelaksanaan perizinan di sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha? Ferdiansyah menyatakan, cantolan pasal 65 tersebut bukan UU tentang pendidikan. Karena itu, menurut dia, tidak bisa disebut masih ada klaster pendidikan di UU Ciptaker.
Dia menjelaskan, ketentuan perizinan berusaha untuk sektor pendidikan adalah bagian dari komitmen dunia. Indonesia tidak bisa lari dari ketentuan itu. Sebab, Indonesia sudah meratifikasi general agreement tariffs and trade (GATT) yang juga mengatur soal pendidikan. Karena itu, pendirian lembaga pendidikan juga menjadi bagian dari kegiatan berusaha.
Ferdiansyah menegaskan, ketentuan pengurusan izin lembaga pendidikan sebagai kegiatan berusaha itu hanya berlaku di KEK. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan 15 titik KEK. Di antaranya, Mandalika, Tanjung Lesung, Morotai, Bitung, dan Sorong.
Ferdiansyah mengatakan, untuk daerah-daerah non-KEK, pendirian lembaga pendidikan oleh masyarakat tetap harus nirlaba. Adapun di kawasan KEK, satuan pendidikan asing bisa mendirikan cabangnya. ’’Contohnya adalah beberapa perguruan tinggi asing,’’ jelasnya. Dia menerangkan, pemerintah tentu tidak boleh sembarangan memberikan izin berusaha untuk lembaga pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Perguruan tinggi yang mengajukan minimal harus masuk seratus besar dunia. Kemudian, harus merekrut juga dosen-dosen dalam negeri. Lalu, tidak boleh membawa motif infiltrasi budaya yang tidak cocok dengan budaya Indonesia. Dia menegaskan, pasal soal perizinan lembaga pendidikan di UU Cipta Kerja justru bertujuan untuk melindungi masyarakat. Supaya jelas jika ada lembaga pendidikan yang arahnya bukan nirlaba. ’’Jangan ngakunya nirlaba, tetapi dalam praktiknya mencari laba. Ujungnya masyarakat yang dirugikan,’’ jelasnya.
Pernyataan senada disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia menegaskan, pemerintah telah menghapus pembahasan klaster pendidikan dalam UU Cipta Kerja. ’’Kami tegaskan bahwa klaster pendidikan didrop dalam pembahasan sehingga perizinan pendidikan tidak diatur di dalam UU Cipta Kerja,’’ ujarnya dalam konferensi pers kemarin (7/10).
Demikian pula halnya dengan pendidikan pesantren yang telah didrop dari UU tersebut. ’’Sehingga tidak ada pengaturan mengenai perizinan pendidikan di dalam UU Cipta Kerja,’’ tegasnya.