Logistik Pertahankan Tren Positif
JAKARTA, Jawa Pos – Meski ekspor impor terdampak perlambatan permintaan global, aktivitas kepelabuhan dalam negeri tetap berjalan. Pelaku usaha logistik pun meminta pemerintah tetap meningkatkan efektivitas dan menekan biaya logistik meski pandemi Covid-19 masih merebak.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, arus barang domestik sedang bereskalasi. Itulah sinyal bagus di tengah landainya kinerja ekspor impor akibat persebaran virus SARS-CoV-2. ”Artinya, ada ketahanan ekonomi lokal di Indonesia. Kita harus dukung itu,” ujarnya setelah berkoordinasi dengan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo II/ IPC) kemarin (7/10).
Menurut Bahlil, pemerintah harus segera merespons sinyal positif perekonomian daerah. Bila perlu, pemerintah memberikan dukungan agar perekonomian terus menggeliat. Misalnya, memberikan insentif fiskal. Menurut dia, BKPM terus memberikan kemudahan usaha dan pengawalan investasi bagi perusahaan di Indonesia. Termasuk perusahaan nasional dan BUMN.
Direktur Utama IPC Arif Suhartono mengakui, secara keseluruhan, arus ekspor impor terdampak pandemi. Penurunan tajam terjadi pada akhir semester pertama 2020. Dia berharap, dengan kembali dimulainya aktivitas ekonomi di beberapa negara Asia, Indonesia juga akan terkena imbas. Apalagi, selama ini Indonesia lebih banyak melayani intra-Asia.
”Pada periode Januari–Agustus 2020, arus peti kemas di seluruh terminal kelolaan IPC turun hingga 9,9 persen atau sekitar 4,45 juta TEUs jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” papar Arif.
Sementara itu, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) melaporkan hasil surveinya terkait dengan ki
nerja industri logistik dan pandemi. Ketua Umum ALFI Yukki Nugrahawan menegaskan bahwa kemampuan bertahan perusahaan logistik sangat bervariasi. ”Sebanyak 12,6 persen responden menyatakan hanya sanggup bertahan
kurang dari tiga bulan dan hanya 35,4 persen yang menyatakan sanggup bertahan 3–6 bulan,” terangnya.
Yukki menambahkan, sekitar 51,9 persen responden menyatakan mampu bertahan dalam kurun waktu 6–12 bulan.
Dalam survei yang dilakukan pada Agustus dan melibatkan 1.256 responden itu, ALFI mencatat bahwa 95,6 persen responden mengeluhkan usaha mereka yang menurun.
Dia menyatakan, imbas penetapan PSBB sangat dirasakannya. Sebagian industri harus terhenti. Misalnya, manufaktur dan tekstil. ”Hal ini berdampak pada kegiatan logistik penunjang industri itu meski ada kebijakan pengecualian,” tegasnya.