Terdampak Pandemi, UMK 2021 Jangan Turun
SURABAYA, Jawa Pos – Berapa upah minimum kabupaten/kota (UMK) Surabaya 2021? Jawabannya masih dalam pembahasan. Pemkot Surabaya melalui dinas tenaga kerja (disnaker) terus berkoordinasi dengan pihak terkait yang tergabung dalam dewan pengupahan
J
Kabid Hubungan Industrial, Syarat Kerja, dan Jamsostek Disnaker Surabaya Rizal Zainal Arifin menyatakan belum bisa memprediksi angka UMK Kota Surabaya tahun depan. Juga apakah nilainya akan naik dari UMK 2020, tetap, atau bahkan turun mengingat kondisi pandemi Covid-19 yang melanda Kota Pahlawan.
’’Prinsipnya, kami masih menunggu rilis pertumbuhan ekonomi dan inflasi dari pusat,’’ kata Rizal Zainal kemarin (12/10).
Sebanyak 46 anggota dewan pengupahan Kota Surabaya mulai bergerak. Salah satunya melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) di tiga pasar. Meliputi Pasar Soponyono di wilayah Rungkut, Pasar Tandes, dan Pasar Wonokromo.
Tim dewan pengupahan sudah turun sampai dua kali selama Agustus sampai September. Survei akan dilakukan lagi hari ini (13/10) sampai Rabu besok (14/10). ’’Survei KHL tetap dilakukan sebagai pembanding,’’ jelas Kasi Syarat Kerja dan Jamsostek Disnaker Dian Asmarani. Penentuan UMK memang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Namun, survei KHL, kata Dian, tetap dilakukan sebagai pembanding hargaharga di pasar. Sebab, 60 komponen kebutuhan yang masuk daftar survei adalah kebutuhan dasar warga. Itu harus disesuaikan dengan kemampuan warga. ’’Harga memang cenderung stabil. Banyak komponen yang naik, juga ada yang turun,’’ jelasnya.
Pemkot berharap penetapan UMK Surabaya 2021 mengakomodasi aspirasi kedua pihak. Yaitu, kalangan buruh dan pengusaha. Angka yang ditetapkan jangan sampai merugikan pekerja, tapi sekaligus tidak memberatkan pengusaha. Apalagi dalam kondisi pandemi virus korona seperti saat ini. ’’Prinsipnya, jangan sampai UMK mengalami penurunan. Karena idealnya kannaik terus,” imbuhnya.
Solikin, anggota dewan pengupahan Surabaya dari unsur buruh, menyampaikan bahwa secara manusiawi, angka UMK 2021 memang harus naik. Dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, lanjut dia, buruh menjadi pihak yang paling terdampak. Terjadi penurunan daya beli. Di sisi lain, pendapatan mereka juga berkurang karena kemampuan produksi perusahaan turun. ’’Buruh dalam kondisi tertekan. Jadi, tidak manusiawi kalau gaji mereka turun. Idealnya ya naik,’’ ujar Solikin.
Pihaknya belum bisa menyebut usulan versi angka UMK 2021. Dia sepakat dengan sikap pemerintah agar semua pihak menunggu data pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi yang akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Bahkan bisa jadi, kata dia, pemerintah akan mengeluarkan sistem pengupahan baru yang menggantikan PP Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Sebab, regulasi tersebut sudah berlaku selama lima tahun dan butuh peninjauan baru. ’’Kita tunggu saja. Mungkin tanggal 1 November sudah muncul nilainya untuk diusulkan ke provinsi,’’ kata sekretaris DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Surabaya itu.
Di bagian lain, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah cermat dalam menentukan besaran UMK 2021. Wakil Ketua Dewan Pemimpinan Provinsi (DPP) Apindo Jatim Tri Andi Suprihartono mengatakan, semua pihak harus melihat dampak pandemi pada semua bidang perekonomian.
Bahkan, kata dia, jika merujuk pada PP 78/2015, justru seharusnya UMK tidak naik, tapi bahkan turun. Alasannya adalah pertumbuhan ekonomi mengalami -5,32% dan inflasi ±1% year-on-year (yoy).
’’Tuntutan agar UMK selalu naik bisa dipastikan. Tinggal pemerintah cerdas dan jernih melihat persoalan ini berdasarkan peraturan yang ada dan pertimbangan kondisi dunia usaha,’’ imbuh Tri Andi.