Jawa Pos

Hari Ini Diserahkan ke Presiden, Total Ada 812 Halaman

-

PIMPINAN DPR akhirnya memastikan jumlah halaman UU Cipta Kerja yang disahkan Senin lalu (5/10). Mereka memastikan bahwa jumlah halamannya kini menjadi 812. Bukan 905, 1.052, atau 1.035 seperti kabar yang muncul sebelumnya.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menegaskan bahwa jumlah itu dipastikan bukan karena ada penguranga­n atau penyelundu­pan pasal

Melainkan terkait dengan masalah teknis. Azis menyebutka­n, sesuai dengan tata tertib DPR, draf UU yang diserahkan kepada presiden harus berbentuk kertas ukuran legal.

’’Proses di baleg menggunaka­n kertas biasa, sementara setelah tingkat dua (paripurna) pengetikan­nya di kesekjenan (DPR) menggunaka­n legal paper yang sudah menjadi ketentuan di UU,’’ ungkap Azis dalam konferensi pers di DPR kemarin (13/10).

Setjen membutuhka­n waktu untuk editing sehingga sempat muncul jumlah yang berbedabed­a. ’’Simpang siur jumlah halaman, secara resmi kami menyatakan, berdasar laporan Sekjen, netting 812 halaman,’’ tegasnya. Azis menambahka­n, jumlah pasal saja memakan 488 halaman. Ditambah penjelasan menjadi 812 halaman.

Jumlah halaman yang berubah-ubah memang menimbulka­n kecurigaan. Muncul dugaan penambahan atau penguranga­n pasal. Namun, Azis mengklaim bahwa tidak ada penyelundu­pan pasal seperti yang dikhawatir­kan publik. Azis mempersila­kan pihak-pihak yang menemukan selundupan pasal untuk diajukan sekaligus ke uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). ’’Kami menjamin tidak ada selundupan pasal karena itu merupakan tindak pidana,’’ tegasnya.

Dia meyakinkan bahwa semua pasal sudah melalui pembicaraa­n dan persetujua­n sejak tingkat baleg, tim perumus, hingga tim sinkronisa­si sebelum diketok di sidang paripurna DPR.

Draf UU sebanyak 812 halaman itu akan dikirimkan kepada presiden hari ini (14/10). Menurut Azis, waktu penyerahan disesuaika­n dengan tatib DPR pasal 164. Yakni, DPR memiliki tenggat tujuh hari kerja sejak pengesahan di rapat paripurna. Sabtu dan Minggu tidak dihitung. ’’Sehingga tenggat untuk penyampaia­n UU Ciptaker akan jatuh pada 14 Oktober. Besok (hari ini, Red) akan dikirim ke presiden. Maka, secara resmi UU ini menjadi milik publik,’’ ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Baleg Supratman Andi Agtas menyatakan, tidak ada yang berubah dari substansi UU Cipta Kerja. Menurut dia, yang berubah hanyalah masuknya pasal 161–172 UU Nomor 3 Tahun 2003 tentang Ketenagake­rjaan. ’’Itu kami kembalikan karena memang keputusan panja,’’ terang dia saat ditemui setelah konferensi pers di gedung DPR kemarin.

Politikus Partai Gerindra itu mengakui bahwa sejumlah pasal tersebut dimasukkan UU Cipta Kerja setelah UU itu disahkan dalam rapat paripurna pada 5 Oktober lalu. Yang jelas, kata dia, baleg menyisir draf UU yang disahkan, khususnya pasal yang sudah menjadi keputusan panja. Akhirnya ditemukan pasal 161–172 UU Ketenagake­rjaan yang belum dimasukkan. Padahal, sesuai dengan keputusan panja, pasal-pasal dari UU existing itu harus dimasukkan.

Dia membantah jika yang dilakukan baleg itu dianggap cacat formil. Menurut Supratman, memasukkan pasal ke UU yang sudah disahkan bisa masuk kategori cacat formil jika yang dimasukkan bukan pasal yang disepakati panja.

Menteri Ketenagake­rjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan bahwa kehadiran RUU Cipta Kerja sangat dibutuhkan untuk menyediaka­n lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Menurut dia, setiap tahun terdapat 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang masuk ke pasar kerja. Hal itu membuat kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat mendesak. Apalagi, lanjut dia, di tengah pandemi Covid-19, terdapat 6,9 juta penganggur­an dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi. ’’RUU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediaka­n lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja dan penganggur,” tuturnya dalam keterangan resmi kemarin.

Dia kembali menegaskan bahwa penyusunan RUU Cipta Kerja telah melibatkan partisipas­i publik. Baik unsur pekerja/buruh, pengusaha, kementeria­n/lembaga, praktisi dan akademisi, maupun lembaga lain. Proses diskusi sudah berjalan melalui LKS Tripartit Nasional dengan jumlah pertemuan formal sebanyak 64 kali dan informal yang tak terhitung jumlahnya. Karena itu, Kemenaker menganggap upaya konsultasi publik dalam klaster ketenagake­rjaan sudah sangat intensif.

Meski diakuinya, ada serikat pekerja yang walk out karena sejak awal menolak semua isinya. Namun, ada pula yang bersedia terus membahas hingga akhir. Selain itu, menurut Ida, tudingan pembahasan secara sembunyi-sembunyi juga kurang pas. Sebab, rapat di panja selalu terbuka.

Radar Jogja,

Jawa Pos Radar Jogja

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia