Jawa Pos

Tidak Hanya Butuh Kemudahan Izin

Prioritask­an Yang Padat Karya

-

JAKARTA, Jawa Pos – Omnibus law tidak mendukung cita-cita pemerintah untuk memajukan industri padat karya. Direktur Eksekutif Institute for Developmen­t of Economics and Finance (Indef ) Tauhid Ahmad menganggap undang-undang sapu jagat itu tak mengakomod­asi perusahaan lokal maupun UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Sebaliknya, regulasi tersebut malah memberi karpet merah investor padat modal.

Tauhid menegaskan, kendala utama sektor UMKM adalah pemasaran. Bukan soal pendaftara­n dan perizinan belaka. Seharusnya, omnibus law menjadi kerangka bagi investasi dalam negeri untuk mewujudkan peralihan teknologi pada perusahaan lokal dan UMKM. Boleh sebagian atau seluruhnya.

’’Dengan demikian, gap kapasitas teknologi perusahaan lokal dan perusahaan asing bisa berkurang. Perusahaan lokal dan UMKM tanah air akan berkembang menjadi mitra yang sejajar,’’ papar Tauhid kepada Jawa Pos kemarin (13/10).

Seiring berkembang­nya zaman, industri padat karya kian terkikis dengan industri padat modal. Tauhid menyatakan, proporsi investasi asing langsung (foreign

direct investment/FDI) di Indonesia dalam lima tahun terakhir cenderung ke sektor tersier. Yakni, jasa dan telekomuni­kasi.

Sektor itu lebih condong pada industri padat modal yang mengandalk­an teknologi dan tidak membutuhka­n banyak tenaga kerja. Praktis, multiplier terhadap penyerapan tenaga kerja menjadi rendah.

Sementara itu, peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut omnibus law tidak memiliki fokus. Di satu sisi, pemerintah ingin ada lembaga pengelola aset (Sovereign Wealth Fund/SWF) yang uangnya bisa dikelola manajemen investasi pada surat berharga. Di sisi lain, pada klaster ketenagake­rjaan, hak pekerja dipangkas untuk menarik investasi padat karya.

Di bidang start-up, pemerintah membuka ruang untuk tenaga kerja asing (TKA). Pada klaster pangan, yang didorong adalah importer pangan. ’’Jadi, jenis investasi apa yang sebenarnya ingin didorong?’’ kritik Bhima.

Menurut dia, Omnibus Law Cipta Kerja hanya menjadi alat bagi investor yang punya kepentinga­n usaha dengan para pejabat pemerintah. Itu terlihat dari susunan satgas dan pembahasan yang ekspres. Misalnya, revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba). ’’Terlihat ada konflik kepentinga­n antara pembuat omnibus

law dan bisnis ekstraktif sumber daya alam (SDA),’’ ucapnya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menuturkan, belum ada hal spesifik soal penyediaan hunian rakyat pada omnibus law. Seharusnya, perlu ada pasal yang membahas ketersedia­an bank tanah untuk hunian masyarakat berpenghas­ilan rendah dan perkotaan. ’’Mengingat saat ini bank tanah lebih diarahkan pada penyediaan tanah untuk kepentinga­n umum, kepentinga­n sosial, serta mendukung investasi bagi kawasan ekonomi khusus dan industri,’’ ungkap Ali.

Bank tanah untuk hunian nantinya tidak hanya dari tanah negara yang sudah ada. Juga, tidak harus melalui pembelian lahan. Bisa memberdaya­kan tanah-tanah BUMN/BUMD untuk sebagian disiapkan. Termasuk tanahtanah yang jadi kewajiban pengembang swasta melalui hunian berimbang.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia